Foto diambil dari Shutterstock.
Sesama TKW tentu kita pernah merasakan tinggal di penampungan, dimana ada banyak cerita di dalamnya. Suka dan duka yang tidak pernah kita lupakan selama ini, bukan begitu?
Desas desus tentang keangkeran suasana penampungan membuat kita terkadang enggan untuk tinggal di dalamnya, namun demi untuk pergi bekerja ke luar negeri, mau tidak mau kita harus pasrah tinggal di dalamnya. Kita harus bertahan kalau mau sukses.
Ceritanya kira-kira setelah satu bulan aku berada di penampungan. Walau banyak isu-isu yang telah kudengar tentang ini itu, tapi sejauh ini belum terjadi apa-apa.
Suatu hari saat aku sedang belajar bahasa Mandarin bersama teman-teman satu kelas, yang merupakan kegiatan rutin setiap hari, tiba-tiba di kelas lain terdengar suara gaduh, beberapa orang lari-lari ketakutan, “Ada orang kesurupan!!”, teriaknya.
“Siapa sich yang kesurupan?”, tanyaku pada beberapa orang yang kebetulan ada di dekatku.
“Itu si Ai, temannya Asih, asal dari Sunda..”, jawabnya.
Aku hanya manggut-manggut walau tak terlihat jelas muka orang itu. Apa boleh buat, ada begitu banyak orang di penampungan, tak mungkin kuperhatikan satu per satu muka orang-orang yang tinggal di dalamnya. Akhirnya Pak Kyai dan orang kantor datang untuk menangani masalah tersebut.
Sampai sore hari, suasana telah mereda. Kebiasaan kelompok kami tiap malam adalah bermain kartu, biasalah meramaikan suasana angker di dalam penampungan.
Setelah selesai Shalat Isya, pas jam 11.00 WIB, kami pun masih asyik bermain, ditambah pula teman-teman lain yang turut ikut bergabung karena merasa “ramai”. Pas di tengah-tengah permainan, seseorang yang tertidur tiba-tiba terbangun lalu mencari-cari sesuatu. Aku tak tahu persis apa yang sedang dia cari, sementara teman dekatnya terbangun dan membantunya. Tiba-tiba kulihat mata orang itu aneh, akupun berbisik pada teman di sebelahku. Eh… Baru kutahu dia ternyata Ai yang kesurupan tadi siang, rupa-rupanya kumat lagi…
Kelompok kami yang daritadi memperhatikan dan mengetahui peristiwa itu, walau dari jarak jauh, sepakat untuk turun ke bawah terlebih dahulu dengan alasan ke WC. Kami turun satu per satu karena kebetulan kamar kami ditingkat.
Belum tuntas antrian di WC, tiba-tiba dari atas terdengar suara “gedebag…gedebug…”. Orang-orang pada lari-lari berusaha turun, sementara ada yang berteriak, “Tolong panggil Pak Kyai”, “Tolong panggil satpam”, rupanya Ai benar-benar kesurupan lagi.
Ya…Allah…perasaanku bercampur aduk, antara takut, sedih, gemetar tubuhku, tapi sempat tertawa bersama teman-temanku karena lucu. Aduuuhh…kasian banget, ada yang jatuh dari tangga saking terburu-burunya turun dan berdesak-desakan.
Hampir semalam suntuk kami tidak bisa tidur, selalu terjaga. Sementara suami Ai juga datang untuk menemaninya, juga Pak Kyai dan Pak Satpam. Tapi walaupun keadaan demikian terawasi, kami tetap merasa tidak tenang.
Beberapa hari sudah keadaannya membaik, kulihat Ai sedang duduk sendirian. Kuberanikan diri berkenalan dengannya, “Ai…jangan suka melamun, masalah belajar bahasa jangan dipikir secara serius. Akupun tak bisa bahasa, mari kita sama-sama belajar”, kataku.
“Terima kasih banyak…. Kau mau berteman denganku, membuatku seakan-akan punya semangat baru. Sejak kejadian itu, aku dijauhi teman karibku, mereka semua takut padaku”, ucapnya sedih.
“Sabar..sabar…suatu saat mereka akan kembali lagi”, kataku mencoba menghiburnya.
Semenjak aku kenal dengannya, Ai sering menemuiku. Tapi di sisi lain teman-teman kelompokku menjauhiku. Kenapa? Mereka telah menegurku untuk menjauhi Ai, mereka takut kalau dia kumat lagi. “Dia harus diberi semangat, jangan dikucilkan, kasihan dia. Justru kalau sendirian dan melamun, hal itu yang akan menyebabkan dia kumat lagi”, jawabku.
Tapi keakrabanku dengan Ai hanya sementara, karena aku duluan terbang. Tak lupa Ai menuliskan pesan dan kesannya untukku. Dia menganggapku sebagai adiknya. Tak lupa pula kami saling bertukar foto.
“Selamat tinggal sahabatku, selamat tinggal kakak. Tetap semangatlah untuk mengejar cita-citamu. Cia yo….!! Negeri Formosa senantiasa menanti kedatanganmu.”
PS: “Ai” adalah nama samaran