Terkadang hidup menyajikan yang tak sesuai dengan apa yang kita inginkan namun akan tetap terasa indah, jikalau kita sanggup bertahan dalam sabar dengan mensyukurinya sebagai bagian dari nikmat Sang Ilahi. Dan inilah kenyataan yang tengah aku hadapi dalam kerasnya hidup di Formosa.
Sebut saja aku Asih. Aku adalah salah seorang yang termasuk beruntung bisa masuk ke Negara Taiwan untuk mengais rezeki. Mengingat posturku yang kecil mungil dan tidak tinggi. Karena salah satu syarat untuk bekerja di Taiwan (di sebagian PT) adalah TKW itu harus memiliki postur badan yang tinggi, besar dan kuat. Makanya aku bisa lolos untuk bisa bekerja di Taiwan adalah sebagai rizki yang tiada taranya.
Ini adalah kali keempat aku datang ke Taiwan untuk bekerja. Untuk pertama kalinya aku mendapat penempatan di bagian selatan, Taiwan. Dan untuk pertama kalinya pula, aku bekerja dalam tekanan yang kurasa sangat berat. Sebenarnya pekerjaanku sangatlah ringan, hanya menjaga seorang pasien jompo yang tinggal berdua denganku di sebuah apartemen kecil dan sederhana. Majikanku hanya datang seminggu sekali untuk hanya sekedar menengok dan memberi uang belanja saja. Mereka semua sangat baik dan percaya sepenuhnya denganku sampai semua berjalan baik-baik saja.
Sampai-sampai masalah mulai terjadi di sela-sela pekerjaanku. Masalahku berawal pada saat kedekatanku dengan seorang anak Indonesia (tetangga) yang tinggal di apartemen sebelah yang sama-sama penjaga jompo. Dia sangat baik padaku, bahkan terkesan over kind (terlalu baik) menurutku, tapi kusikapi positif saja. Dan belakangan aku mengetahui kalau dia seorang “Anak KBR”, yang sudah cukup lama dan sangat berpengalaman tentunya. Namun, itu tak menjadi masalah buatku. Sebagai teman, aku dapat menjaga rahasianya dan bisa menghargai privasinya. Karena lepas dari semua itu, dia adalah seorang teman yang baik. Pada dasarnya kita berada di sini untuk bekerja, adapun sebagai seorang KBR, itu adalah pilihan masing-masing yang tentunya mempunyai alasan masing-masing pula. Hingga pada suatu hari dia menyatakan perasaan rasa suka padaku dalam artian yang lain, astagfirrullahaladzim!
Tentu saja dengan tegas kutolak peryataan itu, karena aku adalah wanita normal yang sudah berkeluarga dan bersuami. Saat itu aku tidak tahu apa yang dirasakannya, entah sakit hati atau juga entah malu. Yang jelas setelah itu kami saling menjaga jarak kami masing-masing. Dan sekali lagi, aku masih tetap menjaga rahasianya diantara kami. Lalu selang beberapa hari dia mulai membuat ulah, mulai menyebar fitnah yang tak sedap tentang aku. Hingga teman-temanku sendiri mulai menjauhiku. Tak sampai disitu, dia sempat beberapa kali membuatku “sakit” tapi alhamdullilah Sang Kuasa masih melindungiku. Sampai-sampai dampak itu beralih pada pasienku. Beberapa minggu pasienku menjadi sakit-sakitan. Sudah sembuh terus kambuh lagi, dan terulang-ulang terus, tapi kenyataannya Sang Pemilik Nyawa masih menyayangiku. Pasienku bisa sembuh total dan segar kembali. Terakhir kudengar kabar, kalau pasien yang dijaganya meninggal, innalillahi wainnailaihirojiun…. Karena musibah tersebut mengharuskan dia untuk pindah ke majikan lain.
Namun, rupanya sakit hatinya tak sembuh sampai di situ, sebelum pergi ketempat kerjanya yang baru, dia sempat mendekati salah seorang anak Indonesia yang dituakan (disegani) dan sudah lama bekerja di daerahku ini. Yang entah bagaimana caranya (tak bisa terpikir oleh orang sebodoh aku), hingga dia berhasil menyadap rekaman kamera dan suara ditempat pasienku dimana aku tinggal. Dan hebatnya lagi dia sebarkan pada semua anak yang ada di sini, termasuk anak Philipina dan Vietnam, “Allahu Akbar.” Dan akibat dari ulah dia, alhasil aku menjadi tontonan dan bahan pembicaraan dan tertawaan mereka (parah banget).
Awalnya aku shock dan hampir-hampir depresi. Berhari-hari aku berada dalam tekanan yang begitu sangat berat, sampai aku kehilangan berat badanku. Aku sempat menanyakan hal ini pada seseorang yang bekerja di instansi yang menaungi pekerja (maaf aku tidak sebutkan di sini), menurutnya kalau aku mau, aku bisa melaporkan pada yang berwajib, dan beliau siap membantuku.
Namun aku berpikir panjang tentang dampaknya nanti, bagi aku, mereka dan semua yang terkait dengan masalah ini. Intinya aku tak mau berurusan dengan yang namanya hukum. Biarlah kuikhlaskan semuanya terjadi dan bukan hukum dunia yang bicara, melainkan hukum Allah yang akan membalasnya. Karena aku percaya semua terjadi adalah karena rencana-Nya, agar aku bisa mengambil hikmah dari semua ini. Dan hukum-Nya jauh lebih benar dan adil untuk menyelesaikan masalah ini. Aku hanya bisa berdoa, dan jikalau aku yang salah semoga ALLAH mengampuniku, tapi jika mereka yang salah semoga ALLAH mengampuni mereka, amin.
Hingga cerita ini aku tulis, aku bersyukur, aku masih dalam keadaan sehat wal’afiat dan baik-baik saja. Dan aku harap, semoga aku selalu diberi kesabaran, ketabahan, kekuatan dan keikhlasan dalam menjalani semua ini. Dan semoga Allah memberiku kebesaran hati untuk memaafkan mereka. Dan aku harap cukup aku saja yang mengalami semua ini. Semoga mereka selalu dalam lindungan-Nya dan selalu diberi berkah dan rahmat-Nya, Amin.