Foto ilustrasi diambil dari pinterest.
Sungguh menakjubkan, Tuhan menciptakan rasa sayang. Ia datang pelan-pelan dan merasuki jiwa. Membuat maya seperti nyata. Menjadikan jarak hanya sejengkal saja. Padahal raga belum pernah berpeluk nyata, dan bibir tak sekalipun menyatakan cinta. Tetapi rasa ada dan kian menggulana.
Sungguh misteri, Tuhan memberikan cinta. Sekokoh dan setegar karangpun, sebuah hati bisa lebur menjadi butiran halus, benih-benih cinta. Ia datang tak mengenal tempat, maupun keadaan yang sebenarnya tentang ‘Si Pecinta’.
Dan sungguh tak diduga, bahkan tak akan bisa dimengerti apapun saat cinta dan sayang itu harus berakhir dengan air mata. Sekuat apapun menahan untuk tak pergi, rasanya percuma. Rasa dan luka kini telah menemu jalannya masing-masing.
***************
Januari 2010
Seperti de javu, perkenalan itu seperti membuka lembaran lain di kepalaku tentangmu, Penulis. Entah di tahun berapa, dan aku ingat ini setelah lebih setahun aku menjalin cinta denganmu. Awalnya tak ada yang istimewa. Mengagumi kepintaranmu bukan berarti aku jatuh cinta, kan? Kau lelaki penuh talenta, jujur aku kagum. Hanya sebatas kagum, ingat ya!
Masih berkutat tentang dunia baru, tidak baru-baru amat sebenarnya, dunia maya. Karena tuntutan profesi, aku harus rajin belajar dan memperkaya diri dengan banyak informasi dari sana. Apalagi waktu itu, kurasa hidup ini sudah hancur karena perbuatan seseorang yang telah menyakitiku. Dia mengkhianati janjinya untuk menikahiku. Tak mudah mengembalikan perasaan, namun aku tidak boleh berhenti pada titik dimana aku merasa ‘jatuh’.
Waktu tak berhenti. Entah siapa yang memulai, aku dekat denganmu. Ehm.. kusebut kamu dengan nama Bintang. Aku tak pernah sekalipun bertemu dengannya, pun ia tak tahu siapa aku sesungguhnya. Penulis itu memiliki kharisma, ia menyihir perhatianku. Kekaguman itu kuperam terus dan kututup rapat.
Februari 2010
Bulan ini, ada angin kebahagiaan yang bertiup padaku. Kedekatan yang diawali dengan pertemanan ini seperti mengarah pada sesuatu yang menyangkut perasaan. Ya, langsung saja aku katakan kalau kita saling suka. Beginilah jadinya, Tuhan menciptakan rasa sayang padahal kita belum pernah sekalipun bertemu. Menakjubkan rasanya.
Aku dan kau lalu menjadi sepasang kekasih. Ah…hari-hariku sekarang penuh candamu. Kita saling support, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Luka yang dulu mendekam di hati, kini tak lagi kurasakan. Sebab Penulis itu telah menuliskan cinta di hatiku yang luka.
Ibarat sebuah perjalanan, kisah cinta kita tak selamanya berjalan mulus. Ada kerikil dan tanjakan yang selalu kita lewati bersama. Kebersamaan jarak jauh ini dari waktu ke waktu membuat cintaku kian mendasar. Banyak cerita telah kita ciptakan, walau raga tersekat jarak.
Kerinduan yang kupunyai terpaksa tertahan karena alasan kerjaan yang sangat menyita waktu. Kau juga tersiksa kan, Bin? Seperti sms itu,”Kau menyiksaku dengan rindu”. Sebuah rencana pertemuan pun dirancang. Liburan lebaran tahun ini.
Juli 2010
Sebuah bulan yang akan kukenang selamanya. Aku terlahir di bulan ini. Kau merencanakan sesuatu dengan Dede, gadis manis asal Garut yang sudah seperti adik sendiri. Waktu itu sebuah sms yang membuatku sedikit terperanjat. Perempuan itu mengaku masih pacaran sama kamu. Malah mengancam aku segala. Disuruhnya aku mengalah dan mengembalikanmu sama kekasih lamamu. Katanya pula, itu yang mengatakan kamu, Bin.
Coba kau pikir, bagaimana perasaanku ketika itu? Aku sangat percaya kau! Bahkan aku bersikukuh mengatakan jika hal itu tidak mungkin! Kau telah menjadi kekasihku sejak bulan Februari silam. Dan sekarang timbul masalah dengan taruhannya, aku harus melepasmu. Arrghh…Mana bisa seperti ini kan, Bin?
Detik-detik menjelang ulang tahunku, hatiku sedikit heran. Seharian kau tidak sedikitpun menampakkan sesuatu sebagai penanda kebahagiaan. Apa kau lupa, ataukah sengaja ingin membuat kejutan padaku? Jam 23.49 aku sudah sangat gelisah. Bahkan aku mengira perempuan itu memang benar, dan kau menghindariku. Gigir putus asa mendekatiku. Kukirimkan kata-kata perpisahan di email. Air mataku turun. Hatiku sesak. Terbayang sudah hidupku akan hancur untuk yang kedua kali.
Satu detik jelang pergantian hari, sebuah panggilan di handphone masuk. Darimu, kekasihku. Sebuah kecupan dan panggilan cinta langsung terdengar begitu kuangkat telepon itu. Masih dengan isak tangis yang belum reda, kudengar kau berkali meminta maaf dan mengatakan semuanya. Bahwa ini adalah kejutan untukku, untuk kebahagiaanku. Akhirnya air mata ini surut berganti tangisan bahagia. Aku makin cinta kau, Bin!
Agustus 2010
Aku tak bisa merancang kejutan balik. Artinya di bulan ini kau pun memiliki kenangan istimewa dengan hari kelahiranmu. Iseng aku jalan-jalan ke mall, dan menatap sebuah dompet yang menurutku keren untukmu. Dengan suka cita aku membayarnya lalu membungkus menjadi sebuah kado kecil. Hadiah kecil tersebut kukirim sehari sebelum hari jadimu. Dan akan sampai pas kau berulang tahun.
Perhatian demi perhatian kecil, selalu (maaf aku bilang selalu karena kegemaranku memberi surprise sama kamu) aku berikan untuk memupuk cinta jarak jauh. Sebab hari dimana kita akan bertemu masih dua bulan lagi. Aku tak ingin siapapun masuk diantara kita. Bahkan laki-laki sahabatmu sendiri yang menyatakan cintanya padaku, demi alasan keutuhan cinta ini kujauhi pelan-pelan. Padahal dahulu kita berteman akrab, jauh sebelum cinta kita rajut. Aku dan kau tak ingin berpisah, dan Tuhan lah yang akan memisahkan kita.
September 2010
Sebuah peristiwa yang lalu membuat keadaan berubah. Tiada yang tahu berapa lama manusia akan menikmati hidupnya. Berapa lama manusia diberi kesempatan untuk membahagiakan orang-orang disekitarnya. Jika saja kau tahu, itu menurut pengakuanmu, kau tidak akan membiarkan Bapak (yang kini almarhum), sendirian saja selama ini bekerja membanting tulang.
Sebagai anak kedua, kau terlalu sibuk dengan kerjaanmu sebagai karyawan pabrik. Apalagi profesimu sebagai penulis, sangat menyita waktu. Hari itu, untuk pertama dan yang terakhir kau mengantar Bapak ke pasar. Kebetulan kau kerja shift malam. Jadi jam 11 malam sudah harus ke pabrik. Belum sejam bekerja, adikmu telepon dan menyuruh pulang. Dengan berbagai pertanyaan dan firasat tidak mengenakkan, akhirnya harus kau terima pula berita kalau Bapak sudah meninggal. Tanggal 23 September, lelaki yang kau banggakan pergi untuk selama-lamanya.
Kesedihanmu kurasakan kian dalam. Banyak yang berubah darimu, perhatian juga rencana pertemuan pun semakin jauh terasa. Namun aku tak pernah lelah mendampingimu, meski dari jauh. Katamu, kau ingin aku jadi cinta terakhir dan juga isterimu, kelak. Betapa doa itu selalu terngiang setiap kali aku mengenangmu.
Bulan demi bulan setelahnya, kau berubah menjadi sosok yang lebih pendiam. Perhatianmu semakin hari kurasakan semakin berkurang. Bahkan kau sendiri lupa pada janjimu akan menemuiku. Sedangkan aku terlalu sibuk dengan kerjaan yang memang menguras waktu dan pikiran. Akan tetapi, Tuhan selalu bisa memberiku kesempatan untuk bisa membantu beberapa kesulitan hidup kekasihku dan keluarganya.
Desember 2010
Penghujung tahun, kembali keegoisanmu membuatku ingin pergi dari hidupmu. Aku sadar kau lelaki paling egois yang aku cintai. Yang aku harus selalu ada untukmu, selalu ada untuk apapun kesulitanmu. Padahal aku juga manusia, tak selamanya bisa melengkapi kekuranganmu terus. Apalagi kesulitan itu menyangkut masalah materi.
Kemarahanku hanya sesaat. Aku selalu luluh dengan permintaan maaf juga ungkapan cintamu padaku. Setelahnya aku merasa sangat sayang sama kamu. Bin, tahukah kamu kalau kau berhasil membawa separuh jiwaku di dirimu? Jadi apapun yang kau alami, seolah aku merasakannya pula?
Hari dilewati dengan diselingi kecemburuan. Wajar bukan? Toh aku dan kamu saling sayang. Kita juga telah memimpikan sebuah keluarga kecil dimana ada anak-anak yang akan kulahirkan kelak. Ahh…aku menanti waktu dimana aku dan kau lebur menjadi kita.
Mei 2011
Perubahan sikapmu semakin menjadi. Sepertinya aku tidak berarti dimatamu. Aku bukan lagi seseorang yang kau butuhkan. Mungkin kau juga sudah lupa, berapa kali kau bilang agar aku jangan pernah meninggalkan kamu? Katamu kau tak sanggup hidup jika itu tanpaku! Tetapi…kenapa kenyataan berubah seperti ini? Hanya karena masalah tentang hubungan kita yang ingin ku publish saja, kau sangat keberatan. Dengan alasan yang sangat tidak masuk akal pula! Kau takut penggemarmu kecewa! Takut mempengaruhi karir menulismu.
Aku sangat kecewa, Bin. Kau tak pernah tahu bahkan tak mungkin merasakan bagaimana sakitnya perasaanku dengan sikapmu. Aku memang benar-benar tidak berarti buatmu! Lalu untuk apa aku kini disisimu? Apa hanya karena masalah ‘hutang budi’(menurutmu) kau bertahan dengan cinta ini?
Akhirnya, 17 Mei kau putus aku! Kau bilang kita tidak cocok. Kau bilang aku terlalu baik. Kau bilang kau tak pantas untukku! Akkkhhh…..Rasanya aku terjatuh dari ketinggian dan lalu tubuhku terhempas dan berserakan di tanah. Aku hanya mampu menangis. Hatiku pedih tak kepalang. Tak cukup kata mampu kuungkapkan untuk meluapkan luka dan kecewa ini. Aku jadi benci pada diriku sendiri! Benci kenapa tidak bisa mempertahankan cinta ini! Sungguh…
***************
“Ku kan lupakan,
kenangan manis dan cintamu…
Walau kita semakin jauh,
baik ku akhiri dengan indah…”
Aku pergi, Bin…Membawa cinta dan luka ini, sebagai kado terindah darimu dihari ulang tahunku 2 bulan lagi. Jika kita bertemu kembali kelak, dan bahkan Tuhan berkehendak menyatukan hati kita, itu ialah bagian dari rencanaNya, seperti perpisahan kita ini, yang kuharap hanya sementara. “With love, kulepas kau dengan doa…Bintang. Dari kekasih lamamu, Sinar…”
Diceritakan kembali oleh Enno Salsa