Merantau dengan tujuan mencari modal, bukan mencari uang adalah prinsip yang dipegang oleh Dadi Haryanto. Menurutnya, merantau dan mencari uang adalah hal yang berbeda. Menurut cowok hitam manis ini merantau untuk mencari modal agar bisa berhenti menjadi BMI setelah dirasa cukup untuk digunakan berwirausaha. Sedang mencari uang adalah terus mencari tanpa batas waktu meski uang yang dihasilkannya sudah banyak.
Selama 5 tahun 8 bulan merantau di Taiwan, Dadi yang akrab disapa Aa Dodie ini cukup untuk membuka usaha. Bukan tanpa alasan ia tidak mengenapkan kontrak kerjanya hingga finish di kontrak kerja kedua dengan pabrik yang sama meski jabatannya sebagai mandor di pabriknya. Tidak ada lemburan, adalah alasan yang utama berhenti karena merasa cukup 2 tahun 8 bulan pada kontrak kedua. Selain itu, tempat usahanya memang sudah selesai dan siap beroperasi, karena selama ia bekerja dengan mempercayakan kepada orang tuanya untuk membangun tempat usahanya yang ia desain sendiri.
Dengan bermodal Rp 350 juta untuk membangun tempat usahanya. Uang ini adalah gabungan dari hasil kerjanya selama 2 tahun ditambah dengan uang hasil kontrakannya sebanyak 17 kamar. Meski mengaku tidak tahu-menahu soal cuci mobil/motor stream sebelumnya, ia tak habis akal untuk mencari informasi. Zaman yang segalanya mudah dengan internet dimanfaatkannya untuk “berselancar” mencari detil usaha ini.
Dibantu 3 orang pegawai yang sudah berpengalaman bekerja di bidang cuci mobil/motor stream tanggal 16 Juni 2014 “bujang mapan” ini meresmikan usahanya dengan nama Formosa Stream. Dengan alasan agar selalu ingat sejarah perjuangannya mencari modal nama Formosa ia cantumkan.
Pegawainya sendiri ia rekrut dari dari tetangganya yang memang bekerja di pencucian mobil di kota Purwakarta, jadi Dadi tak meragukan kemampuan mereka. Lokasi yang strategis dekat pabrik-pabrik besar, dan di pinggir jalan raya membuat omset perharinya mencapai Rp 1 juta rupiah disaat ramai bisa lebih, bila sepi pun tak kurang dari Rp 500.000 dalam sehari.
Meski sebagai bos, Dadi tak segan untuk turun tangan membantu mencuci bila sedang ramai pengunjung. Selain itu ia juga tidak pelit memberi bonus pada ketiga pegawainya. Keakarabannya dengan para pegawainya pun terlihat jelas saat kru IndosuarA mengunjungi tempat usahanya. Dengan gaji standart UMK (Upah Minimum Kabupaten) 1.500.000 rupiah ditambah bonus membuat para pegawainya betah bekerja pada Dadi.
Untuk tarif mencuci mobil dan motor juga bervariasi. Sebesar Rp 50.000 untuk mobil besar atau truk, Rp 30.000 untuk mobil sedan atau kijang dan sejenisnya. Sementara tarif cuci motor Rp 15.000 untuk motor besar, dan Rp 10.000 untuk motor kecil atau sejenis motor bebek.
Pemuda yang semasa di Taiwan aktif di beberapa organisasi ini punya trik untuk mamanjakan para costumer-nya. Yup! Dengan memutar music yang sedang hits saat ini.
Kos-kosan Investasi Jangka Panjang
Sebelum membuka usaha pencucian mobil dan motor, bakat bisnis Dadi sudah muncul saat kontrak kerja pertamanya. Dua tahun pada kontrak kerja pertamanya Dadi mengirimkan uangnya pada ibunya untuk membangun kos-kosan di tanah milik ibunya sebanyak 7 kamar. Begitu selesai pembangunannya kamar-kamar itu langsung terisi oleh para karyawan pabrik di dekat rumahnya. Dengan tarif Rp 450.000 per bulan di setiap kamarnya. Setahun kemudian saat kontrak kerjanya habis, Dadi memberanikan diri meminjam uang ke bank dengan jaminan sertifikat tanah ibunya untuk membeli rumah di depan rumah ibunya. Kemudian ia kontrakkan juga dengan tarif Rp 1,5 juta. Sedangkan gajinya sebagai mandor dalam setahun ia gunakan membangun kembali kos-kosan di tanah yang tersisa di depan 7 kamar kos-kosannya. Sehingga total usaha kos-kosannya adalah 17 kamar. Jadi keberangkatannya ke Taiwan untuk kedua kalinya ia cukup tenang karena cicilan ke bank.
Dua usaha telah dimiliki Dadi Haryanto, tetapi tak membuatnya berhenti mencari ilmu tentang kewirausahaan. Di seberang tempat pencucian mobil/motor masih terdapat bangunan kosong. Ke depannya ia ingin membuka usaha kuliner. Sementara ini ia masih mencari tahu jenis kuliner apa yang tepat dijalaninya. Sambil mengumpulkan modal Dadi terus mencari informasi usaha yang cocok. Membaca adalah kegiatan di waktu senggangnya, baik membaca buku atau membuka-buka link kewirausahaan di laptopnya.
Ada pepatah yang membuat Dadi Haryanto merasa bangga dengan menjadi pengusaha. Pepatah yang terus memupuk semangatnya “Lebih baik menjadi kepala semut dari pada menjadi ekor gajah” yang artinya lebih baik menjadi bos meski usahanya kecil dari pada gaji besar tetapi jadi kuli.
Ada 3 tips dari Dadi untuk mengisi waktu selama bekerja di Taiwan. Pertama, hiburan. Mencari hiburan atau bersenang-senang boleh saja, karena tanpa hiburan kita tak akan betah di rantau. Kedua, hemat. Bukan berarti pelit, tetapi hemat di sini berarti tahu batasan seberapa persen dari gaji untuk bersenang-senang. Ketiga, teliti. Yang berarti harus teliti mengirimkan uang hasil jerih payah kita. Teliti jangan terlalu percaya pada anggota keluarga yang dipercaya mengatur hasil keringat kita. Selain tiga tips di atas Dadi juga berpesan agar selama bekerja di negeri Formosa agar mengisi waktu luangnya dengan membaca atau mengikuti seminar-seminar kewirausahaan agar setelah kembali ke negeri tercinta Indonesia sudah benar-benar siap mental menjadi pengusaha. (rf)