Namanya Ida Neni Wahyuni, pernah bekerja di Singapura sejak tahun 2011. Hingga kepulangannya sekitar dua tahun lalu, Ida yang asli Majalengka Jawa Barat ini sudah berangkat dua kali dan bekerja di tiga orang majikan.
Meski harapan Ida yang lahir 10 Mei 1986 ini sama dengan harapan para BMI lainnya, yaitu mendapatkan perlakuan yang baik, pemenuhan semua hak, bisa beradaptasi dengan budaya asing dan bisa menjalankan semua tugas yang diberikan majikan. Namun rupanya nasib baik belum berpihak kepada Ida.Berganti majikanpun Ida lakukan demi memperbaiki kondisi kerjanya.
Menjelang berganti majikan, Ida lebih dulu bergabung bersama teman-temannya di organisasi buruh migran yang ada di Singapura. Melalui pengalamannya ikut berorganisasi itulah Ida yakin bahwa sebaiknya hendak bekerja ke luar negeri harus membekali diri dengan berbagai ilmu. Jika mengetahui apa saja hak sebagai pekerja, maka saat majikan menyepelekan pekerja bisa punya alasan kuat untuk memintanya. Berbeda jika pekerja tampak bodoh, maka majikan pun akan semakin memperbudak. Begitu pedapat Ida yang beralamat di Blok Desa Sukajadi Kecamatan Lemah Sugih Kabupaten Majalengka.
Betapa besar manfaat berorganisasi, maka ketika sang suami meminta pilihan kepada Ida untuk memilih antara rumah tangga atau urusan organisasi, dengan mantap Ida menjawab dirinya memilih organisasi. Itu dilakukannya saat ditelpon suami ketika mengikuti kegiatan try out modul penguatan mental buruh migran yang diselenggarakan oleh IOM Internasional (17-19/10/2015).
“Pada saat saya mengalami masalah, mengalami sakit sampai mau mati di Singapura, atau tidak punya uang untuk biaya travel ke kampung, siapa yang membantu saya? Tidak ada, kecuali organisasi. Karenanya saya memilih organisasi,” jelas Ida diiringi air mata.
Sejak kepulangannya dari Singapura, Ida sangat aktif mengorganisir mantan dan keluarga buruh migran di Majalengka. Ia mengorganisir dari hal kecil yang bisa dilakukannya, mengajar bahasa inggris kepada anak-anak buruh migran, berbagi pengetahuan dan keterampilan kuliner bersama mantan buruh migran, kemudian menginisiasi pembentukan kelompok wirausaha. Setelah terbentuk dan berjalan, sebagian penghasilannya disumbangkan untuk pengembangan organisasi, memberikan bantuan kepada buruh migran yang pulang tidak digaji, atau sakit.
Baru-baru ini Ida juga menyelenggarakan sosialisasi tentang bahaya trafficking dari sektor penempatan tenaga kerja ke luar negeri. Sosialisasi ini dihadiri sekitar 200 orang. Biaya penyelenggaraan inipun murni dari iuran dan hasil usaha kelompok buruh migran. Tanpa disadari Ida kemudian telah membuat skema pengembangan organisasi yang cukup ideal, buruh migran dan keluarganya ikut berorganisasi karena kesadaran pribadi.
Mungkin karena dedikasinya itu pada 23 Oktober 2015 Ida yang kini menjadi Ketua SBMI Majalengka mendapatkan hadiah sepeda motor. Hadiah tersebut diperoleh dari Balai Latihan Tenaga Kerja Luar Negeri sebagai UPTD dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat. Ida mengatakan mantan TKI yang bisa menciptakan minimalnya 5 kelompok wirausaha mendapat apresiasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang berhasil menjadi penggerak ekonomi atau aktif dalam kegiatan sosial, pendidikan dan budaya pasca kembali dari luar negeri.
Tidak hanya itu, Ida yang mengharapkan setiap TKI bisa menggunakan uang hasil dari luar negri dengan baik dan merencanakan punya usaha sendiri, sehingga bisa mengembangkan ilmu yang didapat dari negara penempatan juga terpilih menjadi TKI Purna Berwirausaha pada acara Temu Wicara dan Ekspo Pemberdayaan TKI Purna di Kabupaten Cirebon Jawa Barat, beberapa tahun lalu. Atas prestasinya ini, Ida dan kelompoknya mendapatkan hadiah mesin spiner dan bantuan dana usaha sebesar Rp 15 juta.
Begitulah jika disertai ilmu dan kemampuan maka dimanapun berada aktivitas produktif itu akan terus ada. Selain berorganisasi Ida juga mempunyai keinginan membuka bimbingan belajar bahasa Inggris dan mengembangkan usaha untuk para TKI Purna khususnya di Majalengka. Meski cita-citanya ini masih terkendala pada pendanaan dan keanggotaan namun Ida percaya jika serius dan warga melihat hasilnya maka nanti dengan sendirinya cita-cita ini akan berjalan sesuai harapan.
Ida kini bekerja sama dengan lima kelompok yang anggotanya terdiri para TKI purna beserta keluarga yang tersebar di tiga desa. Membuat makanan ringan, sekaligus memasarkannya. Mereka dengan semangat terus mengembangkan usaha hingga kegigihannya mendapat penghargaan. (ol)