Joko Sunanto, dan Elin Erwilin adalah contoh suami istri yang notabene mantan atau purna BMI Taiwan yang sukses menjadi pengusaha. Dua sejoli yang baru saja dikaruniai putri ini ini adalah contoh gelar seorang BMI yang mengais rezeki di luar negeri, khususnya Taiwan, yang kini bisa menjadi seorang pengusaha. Ingin tahu bagaimana sepak terjang mereka hingga bisa membuka usaha setelah berjuang keras di negeri Formosa? Ikuti kunjungan kontributor IndosuarA ke kampung halamannya di Ponorogo, Jawa Timur.
Sisihkan Tabungan untuk Modal Usaha
Bermodal 140 juta hasil merantau di Taiwan, Joko Sunanto bertekad menjadi pengusaha ayam petelor. Mengaku sedikit nekat ia tak ingin kembali dan terus menjadi TKI. Meski diakuinya, gaji di Taiwan menggiurkan. Tak hanya gaji, kehidupan metropolisnya pun membuatnya betah di negeri Formosa itu. Namun seperti apapun indahnya negeri orang, tetaplah kampung halamannya yang akan menjadi tempatnya menghabiskan masa tuanya. Adik dari Kepala Desa yang juga purna BMI Taiwan ini membulatkan niatnya untuk tetap tinggal di tempat ia dilahirkan dengan merintis usaha ternak ayam petelor.
Bukan tanpa alasan bila Joko Sunanto memilih bertenak ayam petelor ini. “Dulu sebelum saya ke Taiwan, saya pernah bekerja di tempat peternakan bebek petelor. Saya memilih ternak ayam karena saya sempat belajar di Taiwan bagaimana beternak ayam petelor, dari buku-buku yang saya baca juga, dan sedikit nekat berinovasi dalam kandang ayamnya,” tuturnya pada kontributor IndosuarA.
Seperti pemuda umumnya, saat baru pulang dari Taiwan pria kurus ini ingin membeli mobil, motor besar, atau yang lain. Namun kemudian ia sadar, setelah menikah dan menetap di Indonesia tidak akan mungkin akan hidup bergaya mewah. Setelah berepikir panjang dan bermusyawarah dengan istri dan keluarganya, ia bulatkan tekad untuk beternak ayam petelor di pekarangan ayahnya yang agak jauh dari perumahan agar tak mengganggu baunya. Tak Mau menunggu hasil peliharaannya menghasilkan, Joko pun membeli bibit ayam yang sudah hampir bertelor. Kurang lebih 2 minggu setelah dipelihara, ayam-ayamnya pun mulai bertelor.
Kini Joko sudah memetik hasil jerih payahnya. Setiap hari ia dapat memanen telor hingga lebih dari 50 kg. Untuk masalah harga jual, Joko lebih memilih diambil oleh tengkulak dari pada ia mendistribusikan sendiri. Alasannya adalah resiko rugi lebih rendah. Seperti banyak telor yang pecah dalam perjalanan karena benturan saat di kendaraan. Joko memberi contoh apabila harga telor dikirim sendiri sebesar Rp 13.700 rupiah, dengan diambil oleh tengkulak harganya menjadi Rp 13.400 rupiah. “Tidak apa-apalah ngalah sedikit tapi resiko lebih minim,” ujarnya beralasan.
Tidak beda dengan pengusaha lain, Joko pun ingin menambah usaha tak hanya sebagai pengusaha ayam petelor, tetapi juga usaha lain. Ia pun berharap agar tahun depan bisa menambah satu kadang lagi atau membeli mobil untuk usaha lain.
Pada kontributor IndosuarA, Joko Sunanto berpesan agar teman-teman BMI Taiwan, Is mania khususnya bisa menggunakan hasil jerih payahnya sebaik mungkin. Selain bekerja, cobalah mencari ilmu untuk bekal praktik usaha di kampung halamannya nanti.
“Jangan pernah takut untuk mencoba berwirausaha, perbanyaklah berteman dan berorganisasi agar selepas dari rantau banyak koneksi untuk berbisnis,” pungkasnya.
Sang Istri Buka Butik
Seakan tak mau kalah dengan suaminya, Elin Erwilin pun berwirausaha. Sesuai dengan penampilannya yang lembut, Elin memilih membuka toko baju di area pertokoan dekat salah satu pasar di Ponorogo bernama Butik Erwilin.
Dibantu seorang pekerja, ibu muda ini aktif berorganisasi di Ponorogo bersama teman-teman purna BMI Taiwan lainnya. Ia pun kerap mencari dan mengikuti perkembangan mode yang sedang digandrungi para pelanggannya, untuk melakukan inovasi bagi perkembangan butiknya.
Kurang lebih setahun wanita yang aktif berorganisasi saat di Taiwan ini membuka cabang di kediaman orang tuanya. Di samping rumah orang tuanya terdapat tanah yang masih kosong, kemudian dibangunlah rumah sekaligus butiknya.
Sebenarnya bukan tanpa alasan ibu satu anak ini membuka cabang di rumahnya. Selain ingin memperluas usahanya, ia juga diberi rezeki lain yaitu mendapat anugerah anak. Ia hamil saat itu. Tak ingin membuang waktunya hanya berdiam diri di rumah, ia pun membuka cabang yang notabene lebih mewah ketimbang toko utamanya.
Setelah melahirkan, toko utama ia percayakan pada karyawannya untuk menjaga serta mendata apa saja yang harus dibeli lagi. Suaminya pun tak tinggal diam, setiap sore ikut mengecek toko utamanya.
Elin ingin secepatnya membuka usaha baru agar dapat membuka lapangan kerja lebih banyak lagi bagi orang-orang di sekitarnya.
Elin beserta suaminya benar-benar ingin membuktikan bahwa purna BMI pun bisa menjadi pengusaha yang sukses. Dengan hadirnya sang buah hati, semangat mereka semakin menggebu. Siapa pun tak ingin terus menjadi TKI di negeri orang. Mereka berdua ingin agar anaknya kelak dapat mengenyam pendidikan tinggi dan mmenjadi pengusaha juga. (RF)