Salah satu bentuk usaha kerajinan yang tak pupus dihempas perkembangan jaman ialah usaha gerabah/keramik. Dimana usaha ini mampu membuat pebisnisnya lebih meningkat taraf perekonomiannya, dan sekaligus bisa menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang disekitarnya.
Usaha yang akan kita ulas berikut ini, sebenarnya bukan usaha yang baru-baru ini trend. Melainkan usaha yang sudah dilakukan sejak dulu. Narasumber usaha gerabah ini pun mengaku sudah menggeluti bisnis yang memakai bahan dasar utama tanah liat tersebut, sejak tahun 80 an. Sekitar 30 tahunan sudah dijalaninya bisnis tersebut. Meski jaman sudah semakin maju dan banyak barang-barang diproduksi dari berbagai macam bahan dasar, nyatanya barang dari gerabah tetap diburu oleh masyarakat.
Kasongan, ya siapa yang tidak mengenal salah satu tempat di kota Yogyakarta tersebut. Desa ini dikenal sebagai desa wisata sekaligus sentra penghasil gerabah. Masyarakat yang tinggal didaerah Kasongan, mayoritas tidak asing lagi dengan seluk beluk gerabah/keramik ini. Begitupun dengan mas Taufik, owner “Samudra Keramik” yang juga berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah swasta bertaraf internasional ini, beralamat di Kajen RT 01/41 desa Bangunjiwo Bantul Yogyakarta. kerajinan gerabah ini sudah mendarah daging. Orangtuanya memiliki usaha yang sama, bahkan saudara-saudaranya memiliki usaha sejenis. Mereka hafal betul dengan liku-liku usaha ini.
Ada banyak barang yang di produksi, mulai barang yang bentuknya kecil sampai barang yang berukuran besar. Contohnya: souvenir pernikahan, vas bunga, asbak, set meja kursi, kendi ( tempat air; red ), celengan, dan masih banyak lagi. Harganya pun bervariasi. Mulai seribuan hingga ratusan ribu. Konsumen gerabah ini tidak hanya kaum berduit saja. Masyarakat biasa pun bisa menikmati barang dari gerabah dengan harga yang aman di dompet. Meski begitu, gerabah juga sangat digemari oleh masyarakat luar negeri seperti negara Malaysia.
Proses terbentuknya barang dari tanah liat, sebenarnya tidak terlalu rumit. Sederhana malah. Bahkan bisa dibilang cepat jika syarat utamanya tersedia. Apa itu? Panas matahari. Ya, proses pengerjaan gerabah-gerabah tersebut, sebelum berbentuk barang harus dikeringkan dulu dibawah sinar matahari. Dari tanah liat yang dicampur dengan pasir halus dan sedikit air, lalu dibentuk sesuai keinginan, di angin-anginkan kemudian dikeringkan, selanjutnya dibakar dan seterusnya akan menghasilkan gerabah yang siap untuk diberi ‘pemanis’ ( baca: di cat/finishing ). Untuk membantu proses pengeringan apabila cuaca baik dan mendapat sinar matahari cukup, maka gerabah akan kering maksimal 3 hari sesuai dengan ukurannya. Dan apabila cuaca tidak bersahabat, atau malah turun hujan maka gerabah bisa kering sampai sepekan kemudian. Langkah berikutnya ialah dibakar hingga warna tanah liat berubah warna bata.
Setelah gerabah siap untuk difinishing, maka karyawan bagian ini akan mengerjakan gerabah tersebut hingga siap dipasarkan. Adapun proses finishing ini sederhana sekali. Berikut cara sederhananya :
- Letakkan gerabah ke lantai yang beralaskan koran untuk menjaga lantai tidak kotor terkena cat.
- Siapkan cat sesuai dengan warna yang diinginkan.
- Siapkan juga kuas besar dan kuas kecil.
- Air dalam wadah tersendiri.
Setelah semuanya siap, maka aneka gerabah yang siap untuk difinishing bias dicat sesuaikan keinginan pemesan atau sesuai keinginan masing-masing pengrajin. Diusahakan tiap-tiap cat memiliki kuas sendiri. Namun apabila tidak memungkinkan, bisa dengan kuas yang pernah digunakan namun terlebih dahulu harus dibersihkan menggunakan air sampai kuas benar-benar bersih dan siap dipakai.
Hampir sepanjang tahun, produksi gerabah perusahaan milik mas Taufik ini tak mengalami masa sepi. Namun omset akan sedikit menurun hanya ketika setelah lebaran. Rata-rata untuk omset perbulannya berkisar di angka Rp 50.000.000. Padahal dahulu semasa sebelum peristiwa gempa bumi di Yogyakarta yang menelan banyak korban, per bulan bisa meraup omset hingga Rp 150.000.000. akan tetapi, meskipun pesanan tidak lagi seramai pada saat-saat kejayaan dulu namun usaha milik keluarga besarnya telah memiliki 3 cabang yang kesemuanya memiliki pelanggan sendiri-sendiri.
Untuk menjaga kelangsungan usaha, tidak memerlukan trik khusus melainkan konsistensi dan inovasi yang harus terus menerus dilakukan oleh para pengusaha. Barang-barang berbahan baku dari tanah liat, mampu bertahan hingga bertahun-tahun. Asalkan dijaga agar tidak terjatuh dan pecah maka gerabah akan awet. Selain konsumen dalam negeri, ada pula para pedagang yang mengambil gerabah-gerabah milik “Samudra Keramik” untuk dijual kembali. Ada yang dijual di daerah Yogyakarta sendiri, Klaten, Magelang, Malang, Jakarta, dan beberapa kota lain. Sebagai informasi, 1 set meja dan kursi hanya dijual dengan harga kurang lebih Rp 200.000, vas bunga ada yang harganya Rp 10.000 – Rp 35.000, souvenir dari harga kurang lebih Rp 1.200 sampai Rp 10.000.
Pesan khusus dari pemilik “ Samudra Keramik “ untuk para pebisnis pemula : ‘Menjaga kualitas dan terus inovasi. Jangan pantang menyerah!’ Jika Anda tertarik, cari informasi sebanyak mungkin tentang bisnis ini kemudian segera lakukan selagi komponen pendukung terbentuknya usaha telah tersedia.
Perkiraan Simulasi Bisnis Gerabah :
Modal Awal Rp 25.000.000
Pendapatan per bulan :
- Omset souvenir Rp 1.000.000
- Omset set meja dan kursi Rp 4.000.000
- Omset dari pelanggan yang dijual lagi Rp 2.500.000
Total pendapatan per bulan Rp 7.500.000
Pengeluaran per bulan :
- Biaya bahan baku Rp 2.500.000
- Biaya karyawan 2 x Rp 800.000 Rp 1.600.000
- Biaya lain-lain Rp 000
Total pengeluaran per bulan Rp 4.900.000
Total Laba Bersih :
Rp 7.500.000 – Rp 4.900.000 = Rp 2.600.000
Perkiraan BEP :
Sekitar 10 bulan
Catatan :
- Biaya tidak termasuk sewa ruang usaha
- Harga bahan baku bervariasi
Motivasi Bisnis :
“Bisnis keluarga meski sederhana, apabila dijaga kelangsungannya maka akan menciptakan sumur penghasilan yang abadi bagi penerusnya.“
Penulis : Enno Salsa