Foto: buruh pabrik Bekasi, sumber Tempo.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kota Bekasi cenderung lebih memilih negara Malaysia untuk mengais rezeki. Alasannya karena kultur di sana mirip dengan Indonesia. Bahasa juga memakai Bahasa Melayu, sehingga tidak terlalu sulit untuk berkomunikasi.
Demikian disampaikan Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja pada Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, Hartono di Plaza Pemerintah Kota Bekasi, Senin (31/7/2017) seperti diberitakanwartakota.com.
Jumlah TKI asal Kota Bekasi pada tahun 2016 lalu mencapai 81 orang. Sebanyak 31 orang di antaranya lebih memilih Malaysia sebagai tempat mencari nafkah. Sementara negara Taiwan dan Singapura serta Hong Kong menjadi tempat favorit berikutnya.
Tidak heran bila jumlah TKI di Kota Bekasi terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan catatan dari Januari-Juli 2017 sudah ada 44 TKI yang diberangkatkan ke berbagai negara.
Jumlah ini lebih tinggi 4 orang dibanding tahun lalu dengan kurun yang sama, dari Januari-Juli 2016.
Naiknya jumlah TKI, bukan berarti perekonomian di Kota Bekasi memburuk. Namun mereka ingin meningkatkan kualitas hidup keluarganya.
Menurut Hartono, tidak semua TKI asal Kota Bekasi bekerja sebagai penata laksana rumah tangga atau pembantu rumah tangga saja. Ada juga yang bekerja sebagai sopir atau mengurus orang lanjut usia.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Syaherallayali tidak memungkiri, upah di negeri orang lain lebih menjanjikan dari negeri sendiri.
Meski begitu bukan berarti Upah Minimum (UMK) Kota Bekasi sebesar Rp 3,6 juta per bulan tidak layak.
Gaji sebesar itu sudah melewati tahapan kajian yang matang antara pemerintah, pihak swasta dan perwakilan para pekerja. Mengacu pada sistem pengupahan nasional itu lebih dari cukup. Tapi kalau untuk kebutuhan memang belum mencukupi. (Ol)