Foto: ilustrasi sumber republika.co.
Kedutaan Besar RI di Doha, Qatar, saat ini menampung 45 pekerja migran bermasalah yang masih menunggu penyelesaian kasus dan proses kepulangan mereka ke Tanah Air.
Kasus-kasus mereka antara lain pekerjaan yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan, dokumen ditahan, dan gaji yang tidak dibayarkan. Juga ragam bentuk penganiayaan. Bahkan ada yang dikriminalisasi.
Contoh kasus menimpa Wastiri, TKW asal Jawa Tengah, yang mengalami penyiksaan oleh majikan perempuannya.
“Saya sempat minta pulang tapi enggak dikasih, surat-surat diambil, sering disiksa majikan perempuan ketika anak-anaknya tidak di rumah, hingga pernah disetrika,” jelas Wastiri.
Sani, TKW dari Banten, mengaku sering disiksa majikan perempuan karena cemburu. Ia dituduh mencuri perhiasan majikan sehingga mendapat penyiksaan dengan cara dipukul di bagian kepala pakai penggorengan.
Lain lagi kasus yang dialami Nanang dan Dede, dua bersaudara dari Cianjur. Ia harus membayar Rp 16 juta untuk bisa pergi ke Qatar karena ditawari kerja di bagian dekorasi. Sesampainya di Qatar mereka malah dipekerjakan sebagai buruh bangunan.
“Saya dijanjikan gaji oleh sponsor 2.500 QR, tetapi hanya dibayar 1.000 QR,” jelas Nanang.
Sedangkan TKW bernama Casmen binti Basir, asal Indramayu, dinikahi secara siri oleh majikan laki-lakinya tapi tidak bertanggung jawab.
“Saya 11 tahun belum pulang ke Indonesia, dan sekarang memiliki anak umur 7 tahun,” jelas Casmen.
Temuan yang mengenaskan ini terungkap dalam kunjungan delegasi Komite III DPD RI yang dipimpin Wakil Ketua Komite III DPD RI, Abdul Aziz, ke shelter pekerja migran Indonesia bermasalah di KBRI Doha, pada Senin kemarin (Senin, 28/5).
Dalam sambutannya, Abdul Aziz, menyatakan, kehadiran DPD RI di Qatar untuk meninjau dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Adanya identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia semoga membantu sekaligus mencarikan solusinya.
Banyak kasus pekerja migran Indonesia yang disebabkan proses keberangkatan tidak sesuai prosedur yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia. Kesalahan prosedur biasanya diawali dari proses keberangkatan di Indonesia. Mereka yang berangkat secara unprocedural umumnya diiming-imingi pekerjaan bergaji tinggi di luar negeri, terdesak kebutuhan keluarga, hingga dipaksa berangkat karena utang budi setelah dipinjami uang. (Ol)