Foto: TKI Korea foto diambil dari utkoreanews.wordpress.com
Sering diinformasikan kalau bekerja ke Korea Selatan itu program G to G dengan proses resmi melalui BNP2TKI atau PJTKI resmi. Tapi karena iming-iming fasilitas yang menggiurkan belasan calon TKI ini akhirnya tertipu.
Sebanyak 17 calon TKI melaporkan seorang perempuan berinisial HEN ke Bareskrim Polri. Mereka mengaku ditipu oleh HEN karena tidak jadi diberangkatkan ke Korea Selatan.
Pengacara para korban, Masayu Donny Kertopati, mengungkapkan para korban awalnya mengetahui adanya info lowongan kerja di Korsel yang ditawarkan HEN pada Mei 2018.
HEN di Bekasi punya semacam perkumpulan pengusaha wanita. Di situ HEN menyebarkan info lowongan kerja di perhotelan di Korea Selatan dengan posisi sebagai asisten chef, waitress, dan room boy.
Para korban rata-rata hanya lulusan SMA yang berasal dari Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Indramayu, Bangka, dan Aceh. Mereka tertarik bekerja di Korsel karena mendapat tawaran gaji fantastis hingga keuntungan lainnya. Mereka percaya begitu saja tanpa berpikir kalau proses resmi kerja ke Korea bukan melalui perorangan.
Calon TKI dijanjikan mendapatkan gaji bulanan Rp 23 juta dalam bentuk mata uang Korea, diberi mes dan jatah makan tiga kali sehari, sistem bekerja 6 hari bekerja dalam seminggu dengan jam kerja 8 jam setiap hari. Masih ada tambahan dan bonus apabila masuk lembur dan bekerja di hari raya.
Keuntungan lainnya, para korban mendapat jatah libur 2 minggu setiap tahun dengan biaya transportasi ditanggung oleh pihak hotel, mendapat asuransi jiwa. Selain itu, visanya adalah visa kerja dan legal.
Tergiur dengan janji manis, para korban kemudian mendaftarkan diri kepada HEN. Tetapi, sebagai salah satu syarat, para korban diwajibkan membayar uang Rp 15 juta dengan alasan untuk biaya pengurusan tiket dan visa. Sementara yang belum punya paspor, ditambah Rp 1,5 juta, jadi totalnya Rp 16,5 juta.
Meyakinkan korban, HEN memperlihatkan selembar tiket ke Korea Selatan atas nama korban William, yang sudah membayar lunas biaya pendaftaran. Namun belakangan diketahui tiket booking penerbangan itu sudah kadaluarsa.
Para korban kemudian didesak segera membayar uang administrasi tersebut ke rekening atas nama HEN dan dijanjikan akan memberangkatkan para korban pada Juli 2018.
Para korban akhirnya membayarkan uang tersebut. Total uang yang disetorkan oleh 17 korban saat itu sekitar Rp 200 juta.
Karena alasannya Juli itu Lebaran, keberangkatan dimundurkan jadi tanggal 28 Agustus 2018.
Sebelumnya, pada 23 Agustus 2018, HEN mengumpulkan para korban di Hotel Royal Kuningan dengan alasan untuk di-briefing oleh user dari Korea. Saat itu pula para korban dijanjikan akan diberangkatkan dalam dua kelompok, yakni pada 28 Agustus dan antara 10-20 September 2018.
Tetapi saat itu ditunggu sampai jam 6 sore tidak ada yang datang. Sehingga para korban sepakat melaporkan kejadian ini ke Bareskrim Polri.
Saat itu HEN menolak mengganti rugi uang para korban dengan alasan bahwa uangnya sudah disetorkan kepada seseorang yang disebutnya sebagai koordinator program bernama RON. Tetapi HEN juga tidak bisa menghadirkan RON.
Laporan korban tertuang dalam surat tanda terima laporan (STTL) bernomor: STTL/8724/VIII/2018/BARESKRIM tanggal 29 Agustus 2018 atas tuduhan Pasal 378 KUHP tentang penipuan/perbuatan curang.
Hingga berita ini diturunkan, HEN tidak menjawab pesan yang dikirim via WhatsApp untuk konfirmasi. (Ol)