Foto: Kepala BP2MI menerima telepon dari sejumlah PMI. Ia pun mendengarkan secara langsung keluhan PMI melalui video call. Foto: Istimewa sumber BP2MI http://www.Bp2mi.go.id
“Modus perdagangan orang, jelas-jelas ABK berangkat dari Tanah Air ke Singapura hanya modal visa. Sesampainya di Singapura, mereka dibawa pakai kapal kecil, semacam speed boat ke tengah laut. Di tengah laut, mereka naik kapal besar dan kemudian berlayar ke perairan Tiongkok. Bekerja di sana. Itu kan penyelundupan. Perdagangan orang.”
Itulah kalimat yang diucapkan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani atau yang akrab disapa Brani.
Brani selaku Kepala BP2MI mendeklarasikan diri berperang melawan model perbudakan orang. Termasuk sindikat perdagangan orang atau pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri secara ilegal.
Benny memahami akan ada pihak yang terganggu atas deklarasi perang yang ia lontarkan. Para pihak ini melibatkan para pemilik modal dan oknum di institusi kekuasaan.
Keuntungan yang didapatkan mafia dari praktik pengiriman PMI secara ilegal, dinilai sangat menggiurkan. Mereka dapat mengantongi uang rata-rata senilai Rp17 juta hingga 20 juta per kepala.
Data PMI di luar negeri masih beragam. Dari sisi BP2MI, total jumlah PMI yang tercatat sekitar 3,7 juta. Sementara itu, data Kementerian Luar Negeri (Kemlu) sekitar 4,5 juta dan data World Bank sekitar 9 juta orang.
“Kalau kita mengikuti data World Bank 9 juta, berarti selisihnya 5,3 juta. Hitung saja rata-rata Rp17 juta-Rp20 juta dikalikan 5,3 juta orang,” ujar Brani.
Ada lima skema pengiriman PMI ke luar negeri. Yaitu skema government to government (G2G), government to private (G2P), private to private (P2P), mandiri dan skema untuk kepentingan perusahaan sendiri (UKPS).
Namun kasus pengiriman PMI ilegal masih marak terjadi. Brani berusaha membangun kerja koordinatif dan kolaboratif dengan kementerian serta lembaga terkait agar dapat membendung pengiriman ilegal tersebut.
Di antaranya dengan membentuk Satgas Pemberantasan Sindikasi Penempatan PMI nonprosedural dan melakukan modernisasi sistem agar data PMI menjadi lebih akurat.
Di samping itu, Brani juga membeberkan perbudakan modern dalam bentuk lain, Yaitu terkait kejahatan rente dan ijon.
Bayangkan, bagaimana jadinya bila sebelum mereka berangkat bekerja ke luar negeri, tapi ‘leher’ mereka sudah terjerat praktik rente dan ijon. Mimpi membawa hasil sebagai modal ekonomi di kampung halaman akan susah menjadi kenyataan.
Para pelaku perbudakan modern jenis ini memanfaatkan kebutuhan para calon PMI yang dianggap rentan. Para calon PMI yang sekadar memiliki ambisi namun tidak memiliki dana yang cukup terkait persiapan keberangkatan ke luar negeri.
Misalnya, biaya pelatihan sebagai syarat keberangkatan, biaya pengurusan paspor dan visa, biaya transportasi dari kampung halaman ke bandara dan lain-lain. Brani menemukan fakta di lapangan bahwa selama ini biaya tersebut ditanggung oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan koperasi dan lembaga keuangan nonperbankan.
“Jahatnya di mana? Dia minjam uang di bank negara atas nama KUR PMI. Disebut KUR PMI, tapi PMI sendiri tidak bisa secara langsung pinjam ke bank. Dimonopoli oleh sindikat tadi. Dia pinjam dengan bunga KUR 6 persen. Atas kebutuhan PMI, dia pinjamkan lagi ke PMI dengan bunga 21-27 persen,” ungkap Brani.
Brani menegaskan praktik ini sungguh jahat. Brani menilai para PMI ini sudah terjerat lehernya sebelum berangkat dan bekerja. Pasalnya beban pinjaman itu dipotong setiap bulan atas gaji yang diterima PMI.
Karena itu BP2MI membuat peraturan kepala BP2MI dalam memberantas praktik rente dan ijon tersebut. Peraturan yang akan diluncurkan pada 17 Agustus mendatang ini diyakini dapat menyelamatkan PMI dari beban tersebut.
“Kita keluarkan peraturan kepala badan terkait pembebasan biaya penempatan. Tentu untuk beberapa sektor. Mereka yang rentan, kita bebaskan. Enggak ada lagi biaya pelatihan, biaya pengurusan paspor dan visa. Enggak ada lagi biaya transport dari kampung halaman sebagainya. Siapa yang bertanggungjawab? Oke, sebagian negara dan kedua, negara penempatan,” beber Brani.
Langkah BP2MI memerangi sindikasi perbudakan modern ini mendapat dukungan dari Presiden. Juga dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) Erick Thohir. Dukungan itu terkait pembuatan lounge dan jalur khusus PMI di bandara.
Dukungan itu sebagai bentuk penghargaan negara terhadap PMI yang dikenal sebagai pejuang devisa. Pasalnya nilai devisa yang disumbangkan PMI itu sangat besar.
Brani telah memberikan nomor ponsel pribadi ke media sosial. PMI yang membutuhkan bantuan BP2MI bisa menelepon BP2MI atau dirinya secara langsung.
Cara itu lumayan ampuh. Dalam beberapa waktu terakhir, Brani menerima telepon dari sejumlah PMI. Ia pun mendengarkan secara langsung keluhan PMI melalui video call. (0l)