Kepala Disnakertransduk, Sukardo menjelaskan bahwa buruh migran yang seringkali membawa anak pulang ke tanah air tanpa ada keterangan apapun adalah mereka yang bekerja di Arab Saudi, Thailand, Taiwan, Malaysia dan Hongkong. Foto dok IS.
Jawa Timur sebagai salah satu daerah yang terhitung pengirim buruh migran terbanyak, memiliki persoalan yang melibatkan buruh migran. Mulai dari persoalan buruh migran ilegal hingga akte kelahiran anak buruh migran.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Provinsi Jawa Timur, Sukardo mengatakan, akte kelahiran menjadi persoalan serius bagi anak buruh migran. Apalagi, anak tersebut bukan merupakan hasil hubungan dengan pasangan resmi atau suami istri.
Jika dibawa pulang ke tanah air, anak dari buruh migran tersebut tidak bisa mengajukan pencatatan akte kelahiran karena tidak memiliki sejumlah dokumen sebagai syarat pengurusan surat kelahiran di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di daerah masing-masing. Persoalan menjadi lebih serius, bagi anak yang dilahirkan tidak ditangani tim medis atau rumah dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
“Beberapa temuan kami menyebutkan bahwa buruh migran yang seringkali membawa anak pulang ke tanah air tanpa ada keterangan apapun adalah mereka yang bekerja di Arab Saudi, Thailand, Taiwan, Malaysia dan Hongkong,” ujar Sukardo.
Untuk menghindari permasalahan lebih lanjut, seperti persyaratan anak yang masuk ke jenjang pendidikan, Sukardo menegaskan, buruh migran harus menyertakan surat keterangan atau surat saksi atas kelahiran anak mereka. Dengan surat tersebut mereka dapat pergi ke Dispendukcapil untuk memproses sekaligus mendapatkan surat akta kelahiran untuk anak mereka.
Surat keterangan tersebut bisa diperoleh di shelter rumah sakit di negara penempatan. “Surat keterangan inilah yang kemudian bisa dibawa ke Dispendukcapil di daerah masing-masing untuk mengurus akte kelahiran,” terangnya.
Sukardo menambahkan, anak yang tidak memiliki surat keterangan, sebagian besar didominasi oleh orang tua yang berangkat ke luar negeri tanpa melalui prosedur yang benar atau non prosedural. Buruh migran non prosedural ini biasanya tidak akan melahirkan di rumah sakit dan lebih memilih melahirkan diam-diam.
Data Disnakertransduk Jawa Timur menyebutkan setidaknya ada 2000 anak tanpa keterangan dan belum jelas pencatatan sipil (akte kelahiran) yang tersebar di Jawa Timur.
Sekedar informasi, pada tahun 2015, Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia mencatat ada 25.370 buruh migran yang berasal dari Jawa Timur. Dari jumlah itu, 19.271 berjenis kelamin perempuan dan 6.099 berjenis kelamin laki-laki. Dominasi pekerjaan mereka adalah di sektor informal, yakni 17.041 buruh migran.
Taiwan masih menjadi negara penempatan favorit buruh migran asal Jawa Timur. Total ada 8.559 buruh migran asal Jawa Timur yang bekerja di negara ini. Di bawah Taiwan, ada Hongkong (5.584), Malaysia (4.570), Singapura (2.394) dan Arab Saudi (1.841).
Daerah pengirim buruh migran terbanyak di Jawa Timur ditempati oleh Kabupaten Ponorogo dengan 2.894 buruh migran. Disusul Kabupaten Blitar (2.211), Tulungagung (2.174), Banyuwangi (1.997) dan Kabupaten Malang (1.975). (yw)