DM yang tertekan saat diadili. Sumber JBMI Iwenk Karsiwen.
Vonis 5 bulan penjara ditetapkan Pengadilan Shatin kepada DM (51) korban pemalsuan data paspor yang dikoreksi KJRI Hong Kong. DM disuruh pengacaranya mengaku bersalah setelah tidak ada lagi bukti yang bisa membebaskannya. DM pun dijerat tuduhan menggunakan surat perjalanan palsu dan memberi pernyataan palsu pada imigrasi saat masuk dan keluar Hong Kong.
“Saya tidak mengaku, itu bukan kesalahan saya. Tetapi saya tidak punya jawaban, saya harus mengakui kesalahan yang tidak saya lakukan,” tutur DM sedih sebelum masuk ruang sidang. Sebagaimana rilis yang dikeluarkan Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) melalui Iwenk Karsiwen 3 Mei 2016.
DM bekerja di Hong Kong pada tahun 2003 melalui PT. Tri Tama Bina Karya, Malang. PJTKI menggunakan paspor dengan data palsu. DM menolak tetapi PJTKI mengancam akan mendenda DM sebesar Rp. 19.5 juta. Terpaksa DM menerima paspor dengan identitas bukan dirinya. DM pernah menanyakan ke agen cara membetulkan tapi agen marah dan memperingatkan agar tidak macam-macam. DM mendatangi kantor KJRI tahun 2006 tapi pegawai mengatakan tidak ada cara mengubah datanya.
Tahun 2015 DM memperpanjang paspor di KJRI yang memberlakukan paspor biometrik dengan Sistem Management Informasi dan Keimigrasian (SIMKIM), disini secara sepihak identitasnya dibetulkan. DM menolak tetapi KJRI tidak mengeluarkan paspor barunya hingga DM kehabisan visa. Karena harus memperpanjang visa terpaksa keputusan KJRI untuk mengubah data diterimanya. Konsul Keimigrasian Bapak Andry Indrady menjamin DM tidak akan dipenjara.
DM mendatangi kantor imigrasi bagian Hong Kong Identity Card dengan membawa paspor baru dan surat pengantar dari KJRI. Tetapi imigrasi menyuruhnya memperpanjang visa kerja dulu sebelum mengurus pembetulan data di HKID. November 2015, DM ditangkap imigrasi bagian investigasi dan diinterogasi. Sesuai instruksi Andry Indrady, DM menjawab semua pertanyaan imigrasi dengan jujur. Menurut pengacaranya, Mr. Yen Kwok, pernyataan jujur DM justru menjerumuskan dijadikan bukti kuat jaksa penuntut untuk menjeratnya.
Hakim, Mr. Lam Tsz Kan, mengatakan kasus yang berkaitan dengan keimigrasian dianggap pelanggaran serius. Hakim tidak bisa membebaskan DM karena sulit mempercayai alasan bahwa PJTKI yang mengubahnya. Tetapi Hakim meringankan hukuman karena DM bersedia mengaku bersalah.
JBMI kecewa dengan upaya hukum yang ditempuh pemerintah Indonesia yang ternyata tidak efektif dan justru menjerumuskan korban. Meski KJRI mengakui secara tertulis bahwa ada perbaikan sistem di Indonesia, tapi di mata hukum Hong Kong, buruh migran tetap dianggap pelaku kejahatan. DM bukan pelaku kejahatan. Data paspor diubah dan dipalsukan oleh PJTKI, dan tidak dibetulkan datanya oleh pemerintah. Negara tahu pemalsuan data itu marak di kalangan buruh migran. Jika berniat baik, maka pemerintah menyiapkan dulu jaminan hukum supaya tidak ada kriminalisasi dan pelarangan bekerja.