Ada yang bilang, kira-kira hanya 10 persen saja, para pebisnis pemula bisa sukses dengan hanya sekali melangkah. Seringnya jatuh bangun para pengusaha untuk yang kesekian kalinya membuat pengusaha tersebut bisa menemukan kemapanan dalam usaha yang dirintisnya. Tak mudah menyerah adalah ciri pebisnis yang akan menemukan kesuksesannya. Andakah (calon) pengusaha sukses tersebut?
Gampang-gampang susah adalah kata-kata yang tepat untuk mengambarkan awalnya suatu usaha, apalagi yang kita mulai itu benar-benar dari nol (dasar), dan bukan warisan usaha dari orang tua / keluarga besar. Akan tetapi, bagi para pemula yang jelih, sangatlah bertebaran peluang membidik ‘sesuatu’ menjadi aset pribadi. Seperti subjudul diatas, sebagai supplier, benarkah itu merupakan salah satu ceruk meneguk rupiah?? Kita ikuti saja alur dari testimony Mas Agus, pengusaha muda yang tinggal di Jakarta itu.
Sambil menikmati sebotol teh, yang memang menurutnya adalah minuman favorit, ia berkisah pada penulis. Sekitar 5 tahunan, pemuda yang kalem dan berjiwa bisnis itu menggeluti dunia sebagai supplier. Sebagai orang kedua, atau perantara, demikian ia lebih suka menyebutnya, konon bisa meraup laba sekitar Rp 700.000 – Rp 800.000 dalam seminggu.
Awalnya, ia sedang berjalan-jalan ke suatu tempat. Ia hentikan langkahnya didepan sebuah toko, dimana banyak orang-orang yang keluar masuk ditempat tersebut. Nah, dari situ timbul idenya untuk menjadi pengusaha! Dengan bertanya sana-sini, ia mulai mendekati para distributor. Dipilihnya distributor tas, baju, sepatu, sandal, yang semuanya bermerek. Diakuinya, memang bukan produk asli, cuma KW1 atau KW2 (singkatan dari kualitas1 atau 2). Namun, dengan meraba kecenderungan masyarakat Indonesia yang branded minded, diyakininya bahwa usaha yang dipilihnya akan mendapat tempat. Benar saja, dengan strategi marketing yang ia pelajari, dan tambahan modal ditangan yang waktu itu berkisar sekitar Rp 10.000.000-an, ia bisa melipat gandakan modalnya menjadi ladang bisnisnya.
Biasanya, dari Jakarta ia singgah ke Semarang, Salatiga, Solo, lalu ke Jogjakarta. Menurut pemuda ini, kebanyakan barang-barang yang ia perjual-belikan, harganya bisa turun beberapa kali lipat dari harga standar, contohnya, sepatu Converse yang di toko harganya bisa mencapai setengah jutaan, ditangannya ia bisa mendapat harga seratusan ribu. Keuntungan yang ia ambil hanya 10 persen saja. Namun dengan berjalannya waktu, ia bisa memperbesar usahanya hingga omzetnya berkali lipat dari modal awal. Untuk yang di Jakarta, biasanya ia kerap mengambil barang di Mangga dua, Tanah Abang, Taman Puring. Untuk yang di Kota Semarang, ada di Pasar Johar.
Menurutnya, sangatlah menguntungkan bila memilih para perajin secara langsung . Baik dari segi laba yang akan diperolehnya dan lain-lain Beda halnya kalau sudah ‘jatuh’ ke tangan pedangang grosir. ”Wah bisa-bisa kita gak dapat apa-apa nanti,”ucapnya sambil sesekali menghela nafas. Ada beberapa jenis barang yang tidak boleh dijual eceran. Untuk jenis sepatu atau sandal, minimal pembelian 3/6 lusin per satu model dan berbeda warna. Biasanya ukuran sepatu dimulai dari nomor 40 sampai 44 (paling tidak 5 seri). Namun hal itu tidak berlaku untuk tas yang bisa dijual ecer. Dalam hal ini, eceran masih dalam jumlah ukuran para pedagang. Jadi angkanya tetap diatas para pembeli langsung. Untuk pengiriman atau ekspedisi, ia membocorkan harganya, yakni sekitar Rp 20.000 per satu sampai lima kilogram pertama. Kilo setelahnya hanya seribu rupiah.
Jasa cargo yang ia pilih (Dakota cargo ), memang pas untuk kantong pengusaha pemula ataupun calon pengusaha yang sukses. Malang melintang didunia supplier membuatnya memiliki banyak kenalan para distributor, mulai dari branded Billabong, Ripcurl, Converse, Louis Vuitton, Gucci, dan lain-lain. Disetorinya outlet-outlet dalam tiap kota yang ia pilih. Tak hanya itu, aneka kerajinan daerah tertentu pun ia tawarkan. Pokoknya yang penting ia bisa memutar modal awalnya menjadi keuntungan yang berlipat. Suka dukanya banyak. Lebih pada kelelahan fisik, untuk pebisnis pemula. Karna setelahnya, kurang lebih dalam kurun setengah tahunan saja, ia tinggal mengurusnya by phone (lewat telepon ).
Kini ia di Yogyakarta (hanya sebentar), bermaksud membuka lagi sebuah usaha kuliner. Ketika penulis bertanya akan kepiawaiannya dalam hal kulinerisasi, ia tersenyum:“Yang penting dimana ada niat, disitu pasti akan ada usaha,” tutupnya mengakhiri cerita suksesnya.
Motivasi Sukses:
“Perhatikan tiap peluang usaha yang Anda bidik dengan potensi pasarnya. Sebab, kalau kita tidak jelih, keduanya tidak akan bisa kita optimalkan dengan baik.
Penulis : Enno Salsa