Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) menggelar aksi orasi menentang penindasan terhadap kaum perempuan untuk memperingati hari Perempuan yang jatuh pada tanggal 8 Maret 2017 nanti. Di Taiwan sendiri, ATKI menggelar acara tersebut lebih cepat bertepatan pada hari Minggu tanggal 5 Maret lalu dikarenakan pada hari tersebut mudah untuk mengumpulkan rekan-rekan TKI.
Orasi yang dilakukan di Yilan, dengan menggelar beberapa tulisan dan spanduk yang berisikan penentangan terhadap intimidasi dan diskriminasi. Selain itu, di salah satu karton juga menuliskan curhat yang ditujukan pada Presiden RI, Jokowi untuk memberikan keadilan.
Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) yang beranggotakan organisasi buruh migran, mantan buruh migran dan keluarganya pun bersatu untuk memperingati momen ini. Dalam kaitannya dengan momen Hari Perempuan, para aktivis pun mengingatkan pemerintah bahwa hak buruh migran masih belum terpenuhi. Melalui UU no 39/ 2004 pemerintah seolah memperlakukan buruh migran seperti barang atau budak yang dipaksa “manut” (taat) pada pengaturan pemerintah dan PJTKI.
Mereka menganggap hukum Indonesia tidak mengakui hak buruh migran untuk berpendapat, memilih dan mengurus kontraknya sendiri. Adapun BMI Taiwan dalam memperingati Hari Perempuan pun memiliki beberapa tuntutan antara lain :
- Tolak overcharging
- Tetapkan biaya penempatan maksimal 1 bulan gaji
- Permudah persyaratan perpanjangan kontrak tanpa harus pulang, terutama untuk BMI yang cuti ke Indonesia
- Hapus kebijakan KTKLN
- Berikan kenaikan gaji di sektor informal
- Membuka kontrak mandiri
- Berikan jaminan hari libur
- Berikan jaminan memegang dokumen sendiri
- Cabut UU no 39/ 2004 yang tidak memihak BMI
- Tindak tegas PJTKI/ agensi yang melanggar hukum
- Berikan posko pengaduan BMI Taiwan
- Berikan perlindungan sejati bagi BMI dan keluarganya