Foto ilustrasi diambil dari Dreamstime.
Apakah yang sedang kau hancurkan dalam rekaman cerita hidupmu, Ginda? Kenangan cintamu-kah? Ataukah pelarian batinmu yang mengatakan bila waktunya berpisah tlah tiba, namun kau tak sanggup melepasnya??
Itukah dirimu anak manis yang pernah melewati kemelut lebih pekat dikehidupanmu, tetapi kau bisa tetap tegar? Tak seperti sekarang? Lemah….??
Bangkitlah, Ginda?? Tatap kembali dunia… Hirup keindahan yang tertebar disekelilingmu?? Percayalah, betapa hidup ini indah… Percayalah, kau akan menemukan kembali kota cintamu yang telah mati…
Ia akan melenakanmu… suatu kota kecil dalam hatimu bernama: CINTA… Membiusmu dan membuatmu amnesia tentang segala kesakitan tentang cinta.
Membisik..?! Ginda: Berpisah ternyata lebih indah…
Waktu adalah rolling kepastian yang enggak bisa di hentikan detik menitnya. Kesempatan kala masa mencari jati diri dulu, melukiskan beraneka kenangan yang telah mengakar di relung rindu hatiku. Akan memorinya, pahit manisnya, sebentuk perahu cinta tulusku telah pecah, sebelum berhasil berlabuh di dermaga bahagia. Dan itu semua karena? Cowokku!
Hari ini, hari Seninkah? Bukan! Tapi kenapa aku lelah?! Hari ini juga bukan hari Minggu. Oh Tuhan, kenapa untuk mengingat urutan hari dalam seminggu saja aku sudah enggak sanggup?? Padahal bangku sekolah sudah kukenyam sampai tingkat atas. Mengapa kau Ginda?? Arrrgggghhhhh… …….!!! Pikiranku kacau! Dan sepertinya tempurung kepalaku dipenuhi banyak sekali ganjalan yang menyesakkan hingga ke akar hati.
Seharusnya aku berteriak riang. Impian kecilku telah terpeluk sudah. Bahkan kini, aku bisa dikenal lebih banyak orang. Lebih banyak teman. Siapa yang akan menyangka, seorang yang baru genap 22 tahun ini, ternyata bisa juga jadi cover. Aku masih tertegun didepan majalah bulanan yang baru saja terbit yang sedang kupegang ini. Terlebih, sampul depannya terpampang seorang perempuan berpostur ramping, yang baru saja mengalami titik zenith memilukan tanah asmara, yang dicampakkan kekasih yaitu AKU!!
Jeremy, English name-nya. Seorang cowok bermata sipit yang kukenal disebuah taman secara tak sengaja.Secara tak disangka pula, aku yang nota bene anak Indonesia tulen, jadi sasaran salah perkiraan, tak lain dikiranya aku gadis Taiwan.Entah hanya prolog basa-basi dari laki-laki untuk menebar pesona,ataukah memang face-ku lebih condong mirip klan kulit kuning. Namun, aku boleh berbangga diri. Tak lain karena Jeremy anak muda 26 tahun yang persis pangeran dalam dongeng seribu satu malam impianku, yang sedang mengajakku berkenalan. Yang dalam analisis asmaraku menyimpulkan (setelah beberapa kali peristiwa romantis yang berbeda, tentu) mungkinkah benar, cowok tersebut naksir aku?? Ah, manisnya??
Mengingatnya, ada sisi yang membuat hati rapuhku kian remuk. Walaupun tak bakalan kupungkiri, banyak hal terindah yang ia berikan untukku. Terlebih ketika ia mengucap kalimat ini: Will you marry me??!? Begitu menyentuhkan..? Apalagi yang mengucapkannya sang pujaan hati. Walau perbedaan menggaris tebal dalam jerang cinta kami, baik status, budaya, RAS? Namun aku hanya melihat Jeremy dengan cinta. Dan kehadirannya ini sudah mampu membuatku lupa dengan tujuan utamaku ke Taiwan. Aku lebih asyik dan lebih senang dipusingkan dengan masalah percintaan kami, daripada masalah tentang pekerjaan caretaker. Aku sudah benar-benar tenggelam dikawah cintanya Jeremy.
Oleh karenanya, kakak laki-lakiku yang berada di Malaysia-pun, angkat suara dan mengultimatum diriku. Katanya, tak akan menganggapku sebagai keluarga lagi kalau sampai menikah dengan cowok cakep itu. Ugh, malangnya nasib cintaku…
Tetap Saja Ujungnya Bubar
But,what can I do?? Kata orang, Love is blind? Dan benar, aku sekarang tersergap pepatah picisan yang betul ada benarnya tersebut. My God, Aku tergugu sendirian. Keluargaku menentang habis-habisan. Aku bimbang. Setelah sayup dengkur nenek yang kurawat berirama turun naik memenuhi kamar, dipojok gelap kamar hatiku, kucoba menanyakan kebenaran egoku. Dan menakar kemarahan keluargaku dari banyak segi. Mengapa bisa terjadi?? Kenapa mereka demikian?? Tidak-kah ada yang mau mengerti hatiku?? Dannnn… Akhhhh!! hasilnya? Gelap. Betul-betul hitam ruang pikirku saat menyendiri itu. Jalan pikirku buntu.
Aku berlari ketaman. Setelah turun permit? tentunya. Sesuai janji dan tak perlu menunggu lama, kekasihku datang. Persoalan keluargaku sudah kubicarakan padanya. Maklum, akar permasalahannya adalah kami. Jadi, ia yang lebih dewasa mampu menenangkanku. Ia katakan, ia sanggup belajar tradisiku. Persyaratan utama yang dilemparkan ibundaku. Ia juga berjanji, akan menjaga dan menyayangi kekasihnya yang yatim ini. Aku makin tersudut pada pilihan. Dan terpuruk pada keputusanku sendiri, (masih layakkah) untuk kuteruskan kisah ini??
Kegamangan ini sengaja kubiarkan. Kupasrahkan pada waktu. Akankah berlanjut? Ataukah terpaksa terpenggal. Jujur kuakui, aku sangat mencintai pangeran cintaku itu. Tetapi, aku juga sangat mencintai keluarga besarku. Jalan satu-satunya, hanya kepasrahan.
Ada satu romansa indah kami yang tercipta dan tak mampu kuhapus. Pastinya akan melegenda hingga ku menua, yakni dikala aku dan kekasihku itu berurusan dengan polisi. What’s wrong with us…? Begini: setelah acara makan malam dikeluarga tumpanganku di Taiwan ini selesai, aku yang emang udah janjian untuk ketemuan dengan pujaanku, bergegas menuntun sepeda miniku dan berlalu pergi. Biasa, menemuinya ditempat kencan. Kepada keluarga ‘mami’,begitu aku memanggil anak perempuannya nenek yang kurawat, aku beralasan mau jalan-jalan malam, buang bete. Tapi faktanya, aku mengarahkan kayuhan sepedaku kerumahnya Jeremy yang memang nggak terlalu jauh dari tempat tinggalku. Disana, lelakiku itu sudah keren abis menyambut belahan hatinya ini. Mobil yang nongkrong digarasi, milik kakaknya, hendak dipakainya. Namun cepat-cepat kutahan. Naik sepeda motor aja kataku manja. Ia yang memang menyayangiku menuruti juga kata-kataku. Nah, dimalam musim gugur ini, kita menerobos malam dengan penuh kebahagiaan.
Disebuah pusat pertokoan besar, dan begitu MP3 yang kumaui telah ditangan, tak perlu berlama-lama, kita segera pulang. Sampai setengah perjalanan, aku beranikan diri ngomong kepada kekasihku, untuk menggantikannya mengemudikan motor. Setengah kaget, atau disangkanya aku hanya bergurau saja, diulanginya kalimat yang menanyakan kebenaran keinginanku. Yap, kuyakinkan keinginanku. Dan akhirnya, ijin pun kukantongi. Kemudian, aku berada didepan menggantikan posisinya.
Rasanya aku belum berjalan terlalu jauh, ketika tiba-tiba Jeremy memanggilku berulang-ulang. Sayang-sayang… berhenti dulu. Kontan aku hentikan arah laju motor dan dengan sigap lelakiku merebut posisiku didepan. Kemudian dari arah samping, yang hampir bersamaan terhentinya motorku, sebuah mobil patroli polisi datang. Gawat, batinku sudah merasakan sesuatu nggak enak bakalan terjadi dengan kedatangan mereka.
Benar dugaanku, mereka menghampiri kami. Tanpa disuruh dan dengan tenangnya, Jeremy mengeluarkan kartu identitasnya. Sambil manggut-manggut, polisi menanyakan siapakah perempuan yang bersamanya ini. Dijawabnya aku isterinya. Polisi menanyai identitasku juga, setelah tadi sedikit adu alot dengan kekasihku. Penyebabnya, bila polisi itu sebenarnya melihat bahwa akulah yang didepan, dan bukan Jeremy. Waduh, tamatlah aku. Lagi-lagi aku lemes banget. Jantungku berloncatan. Sungguh, aku ketakutan setengah mati.
Beberapa menit berlanjut, akhirnya aku ngaku kalau aku adalah orang asing yang bekerja disini, menjadi perawat rumah tangga yang kebetulan juga adalah kekasihnya Jeremy, yang orang Taiwan asli ini. Walau kekasihku berulangkali bilang bahwa aku ini isterinya, polisi itu tetap tak percaya. Akhirnya setelah aku berikan nomor telepon majikanku, datanglah majikanku menjemputku. Diperjalanan aku hanya diam dan menangis. Takut kalau dimarahin lalu dipulangkan. Benar-benar takut.
Akan tetapi, semua itu tak terjadi. Aku yang sudah dianggap sebagai anak sendiri, dinasehati pelan-pelan. Aku menyesal, dan berjanji takkan mengulangi. Sejak itu… hubungan kami perlahan renggang. Sampai akhirnya, pesawat China Air Lines membawaku kembali ke Indonesia karena aku tak mau terlambat mendaftar kuliah. Accchhhhh……#%$@#@$
&&&&&&&&&&&&&&&&
Layar computer masih menyala. Ketika sebuah tepukan pelan menghapus lamunanku. Tepukan sayang dari satu-satunya orangtuaku yang masih tersisa. Ia tersenyum manis mengajakku makan malam. Anggukan kepalaku menjawab ajakan beliau dan beliau pun beranjak pergi meninggalkanku sendiri bergelut keresahan dikamar yang telah 2,5 tahun kutinggal pergi.
Aku akan tetap mengenangmu, Jeremy. Hanya untuk mengenang saja. Ternyata keputusan itu adalah yang pantas untuk kita. Dan aku kini telah menemukan kota kecil itu lagi didaerah hatiku. Ia memenuhi batinku akan cintanya. Ya, kehangatan dalam dekap cinta bunda dan kakak-kakakku. Ya, dan kini aku sadar, meski ada yang hilang setelahnya, namun ternyata… berpisah itu indah… Indah untuk kita.