Foto salah satu kapal Taiwan dimana juga terdapat WNI yang meninggal di kapal kargo tersebut. Foto diambil dari Apple Daily.
Kementrian Luar Negeri Taiwan (MOFA) menanggapi pemberitaan Majalah Berita Mingguan Tempo edisi Januari 2017 yang bertajuk Budak Indonesia di Kapal Taiwan. Tanggapan ini disampaikan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) melalui Brafax yang dikirim kepada BNP2TKI Selasa, 4 April 2017.
Anak Buah Kapal (ABK) Supriyanto diinformasikan kemungkinan meninggal karena infeksi pada lututnya dan berdasarkan pemeriksaan akhir, kematiannya disebabkan karena septic shock. Menurut ensiklopedia kesehatan, shock septic adalah shock yang disebabkan infeksi yang menyebar luas. Shock septic terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Shock septic terutama terjadi pada pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus. Sementara itu, Kejaksaan Pingtung menyatakan kesediaan membuka kembali penyelidikan atas kasus wafatnya ABK tersebut.
Informasi tentang penyebab wafatnya Supriyanto disampaikan MOFA Taiwan kepada KDEI di Taipei. MOFA mendapat informasi itu dari Agensi Perikanan dan Council of Executive Agriculture, Executive Yuan serta dari rumah sakit. Demikian isi dari brafax yang disampaikan KDEI kepada BNP2TKI Selasa, 4 April 2017.
Dalam brafax tersebut juga disampaikan jika pemerintah Taiwan telah menjatuhkan sanksi kepada pemilik kapal karena tidak memberikan pertolongan pertama kepada almarhum ABK Supriyanto. Meskipun demikian, pemilik kapal telah menyerahkan seluruh gaji serta uang santunan kepada keluarga almarhum sebanyak NTD 100.000 (seratus ribu dolar Taiwan).
Supriyanto, dengan nomor paspor A 8177727, merupakan anak buah kapal Fu Tzu Chun. Almarhum tergolong sebagai ABK LG yang bekerja dikapal Fu Tzu Chun dan diproses oleh PT. Jangkar Jaya Samudera.
Menurut KDEI, pihaknya sepanjang periode 2015-2017 telah mengirim surat permintaan resmi terkait penyelidikan atas meninggalnya ABK Supriyanto kepada Kejaksaan Pingtung. Sebagai jawaban atas permintaan tersebut, Kejaksaan Pingtung mengirimkan surat agar KDEI di Taipei menyediakan penerjemah bahasa daerah terkait dengan dibukanya kembali penyelidikan atas kasus meninggalnya ABK Supriyanto. KDEI memenuhi permintaan tersebut dan menyatakan kesiapan untuk menghadiri persidangan berikutnya. (ol)