Keduanya tetap terus berakting sampai petugas penyelamat datang. Begitu petugas penyelamat berhasil menarik ama, Arin langsung masuk ke dalam untuk membukakan pintu bagi petugas medis, kemudian dia ke kamar mengambil tas perlengkapan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sementara ama, masih terus berteriak-teriak dan mengamuk, meski dalam keadaan sudah terikat. Tak lama kemudian mereka sudah berada di dalam ambulan menuju rumah sakit.
“Arin, bagaimana? Apa ada kabar kalau Chen Lu akan pulang?” tanya ama setengah berbisik, membuyarkan lamunan Arin.
“Hah, Ama sudah bangun ….” Arin tergagap, senang.
“Sstt, jangan keras-keras, nanti ketahuan suster. Kapan Chen Lu akan datang?”
Arin diam. Dia sadar, sampai kapan pun dia tidak akan bisa menjawab dengan jujur pertanyaan perempuan tua yang merindukan anaknya itu. Kerinduan ama terhadap Chen Lu, selamanya hanya berupa asa-asa kering yang maya. Tidak akan pernah terwujud. Seperti halnya dirinya, yang tidak akan pernah bertemu anak semata wayangnya yang telah meninggal dunia karena muntaber, empat tahun lalu. Kondisi ekonomi yang sulit, membuat Arin tidak punya biaya untuk membawa anaknya berobat ke dokter. Hingga akhirnya malaikat maut menjemput anaknya kembali ke pangkuan Ilahi.
Cinta dan rindu seorang ibu pada anaknya, tak terbatas ruang dan waktu. Semua itu terpatri dalam sukma, selamanya.
Tamat.
Redaksi Indosuara menerima naskah CERPEN dari pembaca. Word count penulisan CERPEN sebanyak 500 – 1000 kata per naskah. Kirimkan ke email : [email protected] setiap naskah yang dimuat akan mendapatkan piagam dari redaksi serta voucher menarik.