Foto ilustrasi diambil dari pixabay.
Kedatangan kedua di Keelung memberikan pengalaman tersendiri akan sisi dunia lain. Suatu keanehan kurasakan tak nyaman ketika melangkah menuju ruangan makan tak jauh dari sebuah mesin cuci. Acap kali mendekat ke mesin cuci, bulu kudukku merinding tanpa alasan, meski di sana tidak terdapat jendela atau celah yang membawa angin masuk.
“Yeah… rumahku kedatangan Cie-cie. Cie, aku punya adik dan dia masih sekolah,” ucap anak gadis berusia 4,5 tahun menyambutku gembira. Tanganku ditariknya menuju tempat peristirahatan.
Senja merayap perlahan, sampai malam tiba, tidak kudapati adiknya pulang ke rumah, pikirku, “Apa tadi aku salah dengar ya?”.
“Yaya, adikmu kok belum pulang?” tanyaku penasaran.
“Dia sekolah di kahyangan, jadi tidak pulang ke sini,” jawabnya polos, membuatku sempat terperanjat dari tempat tidur, namun seketika kubenahi posisi dan menenangkan diri. Batinku berkata, “Apakah adiknya meninggal dunia, kenapa?” aku tenggelam dalam praduga tak pasti.
Awalnya kutepiskan semua takutku, tapi hari kedua dan seterusnya masih ada keganjilan tak dapat kunalar dengan pikiran. Seperti hari itu, setelah kuantarkan Yaya naik bus jemputan sekolah, segera kucuci sebagian sisa piring dan gelas kotor sisa makan malam majikan. Belum lama aku mencuci, dari arah samping kanan terdengar jejak kaki anak kecil sedang berlari menuju kamar mandi. Sungguh, ada bayangan anak kecil berambut pendek sekelibat lari ke arah kamar mandi.
Entahlah, aku menghentikan pekerjaanku, melangkah sembari menekan tombol lampu kamar mandi, kepalaku menoleh ke kanan kiri, tetap kosong dan tak kudapati siapapun di sana. Kembalilah aku melanjutkan cuci piringku yang tinggal beberapa, namun kembali terdengar suara jejak kaki berlari dari kamar mandi menuju kamar tidurku. Pijakan kaki terdengar jelas tapaknya menghentak kuat dipan kayu kamar kami yang didesain mirip kamar Jepang.
Aku mengecek untuk kedua kali, lagi-lagi tidak kudapati seorang pun di sana. Pikiranku dibuat sadar, bahwa Yaya sudah berangkat sekolah dan dalam rumah itu hanya ada aku sendiri, sementara majikan sudah berangkat kerja. Lalu, siapa dia?
Melalui solat, aku kirimkan doa-doa buatnya. Sampai bayi mungil beranjak dua tahun, keanehan tetap saja terjadi.
Sore itu, sekitar pukul 19:00 aku sedang mengajak main Yaya dan Linglling yang saat itu berusia dua tahun, tiba-tiba Lingling berkata, “Ai, Keke ada di luar pintu. Dia mau masuk,” tangannya seraya menunjuk ke arah pintu ruangan tamu. Spontan kuterperangah dan hampir tak percaya. Kenapa Lingling bisa seyakin itu? Sementara Yaya — sudah kelas 2– saat itu langsung berhambur memelukku erat. Kembali aku dibuatnya bingung.
Tetangga tak mau berbicara tentang kejadian silam, tapi karena aku mendesak dari salah satunya, akhirnya mereka jujur menceritakan kejadian sebenarnya. Titi meninggal karena masuk ke mesin pengering cuci. Kejanggalan aneh lainnya ketika orang menyangkut-pautkan angka empat dalam kematiannya, meninggal di usia 4 tahun, angka kelahiran 4 April, dan hari Kamis membawa hari terakhirnya menikmati kehidupan dunia ini.
Setelah kepulanganku, pembantu barunya sempat menghubungiku lewat ponsel dan menceritakan keanehan lainnya, lewat mainan saat tengah malam bunyi sendiri, kehadirannya menjelang pukul tiga dini hari yang diketahui oleh Lingling, dsb. Banyak orang mengira, kematian janggal itu membuat Titi masih belum tenang. Semua ini kukembalikan lagi pada Sang Maha Esa (Wallahu‘alam bishowab). (jay)