Terkadang, hidup itu memang tidak semulus yang kita harapkan. Ada saat-saat di mana kita berada di bawah, dan saat dimana kita berada di atas.
Begitu juga dengan hidupku saat ini. Aku, panggil saja Nano, berasal dari sebuah kabupaten di wilayah paling timur provinsi Jawa Tengah.
Umurku saat ini sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, tiga puluh lima tahun. Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang berasal dari sebuah keluarga yang tidak mampu.
Saat itu Bapak dan Ibu harus membanting tulang agar bisa menyekolahkan aku dan kedua adikku. Alhamdulillah, aku bisa merampungkan sekolah hingga tamat SMA.
Setamatku dari SMA, aku pun segera mencari pekerjaan. Aku tidak tega dengan keadaan Bapak dan Ibu yang sudah semakin renta. Pekerjaan apapun aku lakukan saat itu, demi bisa membantu membayar uang sekolah kedua adikku.
Tuhan itu memang Maha Adil, di saat aku benar-benar membutuhkan pekerjaan yang lebih layak, sebuah kesempatan telah Tuhan berikan kepadaku.
Waktu itu, melalui seorang teman aku mencoba untuk ikut tes seleksi pekerja magang ke negara Jepang, tepatnya di tahun 2001. Dan berkat campur tangan dari Sang Pencipta, aku dinyatakan lolos dan berhak untuk mengikuti pelatihan di daerah Lembang, Jabar, selama enam bulan.
Akhirnya, setelah enam bulan mengikuti pelatihan, aku pun diberangkatkan ke Jepang dan di pekerjakan pada sebuah pabrik pembuatan rangka mobil.
Semenjak mulai bekerja di Jepang, perlahan-lahan kehidupan ekonomi keluargaku semakin membaik. Aku bisa membiayai adik pertamaku untuk menuntut ilmu di AKPER dan adik keduaku di STM.
Bapak dan Ibu pun tak perlu lagi menjadi buruh tanam di sawah orang lain karena aku sudah mampu membelikan mereka sepetak sawah ketika baru genap setahun masa kerjaku.
Hingga tahun kedua masa kontrakku, aku benar-benar menggunakan seluruh hasil kerjaku untuk kepentingan keluarga. Di tahun itu pula aku bisa membeli sebuah truk, yang kemudian dioperasikan oleh salah satu kerabatku. Rumahku juga telah aku renovasi sedemikian rupa.
Tuhan benar-benar mencurahkan rizki yang tiada tara kepadaku pada masa-masa itu.
Hingga memasuki pertengahan tahun ketiga, sebuah episode baru dari kehidupanku bermula.
Wanita!
Berawal dari kebaikan seorang teman yang memperkenalkan aku dengan seorang gadis yang merupakan teman dari istrinya, aku pun belajar jatuh cinta. Cinta pertama.
Jarak yang jauh tidak menyurutkan semangat cintaku.
Sebut saja namanya Linda, dia adalah seorang BMI yang bekerja di Hongkong.
Benih-benih cinta diantara kami pun kian intim. Melalui sambungan telepon kami selalu berbagi kasih sayang.
Bulan-bulan pertama aku benar-benar merasakan betapa indahnya jatuh cinta.
Memasuki bulan ketiga kedekatanku dengan Linda, masalah demi masalah datang silih berganti. Mulai dari kecelakaan yang menimpa Linda. Kemudian ajakan Linda agar kami segera pulang ke tanah air dan meresmikan hubungan kami.
Akhirnya hampir seluruh waktuku habis untuk mengurusi Linda. Aku melupakan keluargaku.
Uang gajiku bulan-bulan berikutnya pun lebih banyak aku masukan ke rekening Linda, aku hanya menyisakan sedikit untuk keperluan pribadiku.
Waktu itu, ada saja alasan yang diutarakan Linda sehingga mau tidak mau aku selalu menuruti kemauannya, termasuk masalah keuangan.
Akhirnya masa kerjaku berakhir. Sebulan kemudian Linda juga telah menyelesaikan kontrak kerjanya.
Begitu Linda pulang aku segera memperkenalkannya dengan keluargaku. Tapi, seperti sudah punya firasat, Bapak dan Ibu tidak merestuiku.
Aku sempat terombang-ambing dalam keadaan yang sangat sulit itu. Antara Orang tua atau Linda.
Disamping aku benar-benar mencintai Linda, aku juga berpikir tentang jumlah uangku yang berada dalam rekening tabungannya.
Akhirnya, dengan berat hati aku tidak menuruti perkataan orang tuaku. Setelah melaksanakan akad nikah sederhana, aku dan Linda segera pulang ke rumah orang tua Linda di Trenggalek.
Babak selanjutnya dalam perjalananku dimulai.
Masalah pertama yang menghampiriku adalah: Ternyata saat itu Linda masih berstatus sebagai istri sah dari seseorang!
Walaupun memang sudah lama suami Linda tidak menafkahinya, tapi tetap saja apa yang aku lakukan adalah kesalahan besar, dosa yang teramat hina.
Akhirnya, dengan berbagai cara dan upaya, Linda pun resmi bercerai dengan suaminya. Aku harus mengeluarkan uang yang jumlahnya tak kurang dari tiga puluh juta sebagai tanda kasih untuk mantan suaminya.
Semenjak itu, jalan kehidupanku menjadi curam dan berliku. Ada saja ulah Linda yang membuat kepalaku hampir pecah.
Semua uang yang pernah aku kirimkan ke rekeningnya ternyata telah habis sama sekali, bahkan sebidang tanah yang aku beli ketika pertama kali datang ke Trenggalek juga di jualnya tanpa sepengetahuanku.
Akhirnya batas kesabaranku telah sampai pada puncaknya. Aku utarakan niatku untuk pulang ke rumah orang tuaku pada mertua. Mereka menyetujui dan meminta maaf atas semua perbuatan Linda.
Tapi, di saat terakhir aku mau pulang pun, Linda masih juga berulah. Truk yang menjadi sumber penghasilankku satu-satunya, tanpa sepengetahuanku juga telah digadaikannya!
Hatiku terbakar, naluri lelakiku tumbuh menjalar. Akhirnya, dalam keadaan emosi tinggi, aku permalukan Linda di tengah-tengah warga desa. Tanganku pun kotor oleh darah dan air matanya.
Aku pulang dengan sejuta rasa. Penyesalan dan rasa bersalah mengiringi air mataku saat kucium tangan kedua orang tuaku.
Ternyata apa yang mereka, kedua orang tuaku katakan dulu ada benarnya.
Tapi, sudahlah, itu adalah masa laluku. Kini, aku memulai membangun kembali asaku, hidupku. Di tanah Formosa, kini kembali kurajut bagian hidupku yang pernah kelam.
Semoga Tuhan masih menyayangiku setelah apa yang pernah aku lakukan sebelum ini. Karena aku yakin, bahwa roda kehidupan itu selalu berputar, dan Tuhan ada pada setiap putarannya.
Sekiranya, apa yang telah terjadi dalam kehidupanku terdahulu bisa menjadi pelajaran dan renungan bagi kedepannya.
**
Diceritakan kembali oleh Justto Lasso, dari BKR di Hsincu.