Foto ilustrasi diambil dari isstock.
Saat menjelang malam tiba, sering mata ini sulit untuk dipejamkan.Dari sudut kamar, ku pandangi langit-langit kamar yang diam membisu.
Saat pandangan mata ini tiba di dinding kamar terpajang rapi potret kakak dan adik-adiku tercinta.Saat ku melihat kakakku, begitu manisnya kakakku dengan rambut hitam panjang dan bibir kecilnya, bila aku ibaratkan dia seperti artis Dea Imut. Saat ku lihat adik cowokku satu-satunya, hidung mancung dengan lesung pipi di kedua belah pipinya. bila aku ibaratkan dia seperti personil WestLife yaitu Mark. Tak heran bila gadis-gadis tetanggaku banyak yang suka padanya. Bila kulihat adik perempuanku bodinya yang langsing, rambut ikal serta lesung pipit disebelah pipi saja, bila aku ibaratkan dia seperti artis Bollywood yaitu Prety Zinta.
Tapi saat ku bayangkan wajahku sendiri, begitu bedanya aku dengan mereka.Hidung pesek bibir tebal. Andai saja aku berhayal aku ingin seperti artis Hollywood yaitu Angelina Jolie “Ah itu cuma hayalku saja.”
Karena hal ini aku sering merasa minder terhadap teman-temanku. Ingin rasanya seperti teman-teman yang bisa dengan mudahnya mendapatkan pacar.
Suatu hari Rina temanku memberiku sebuah nomor hp agar aku berkenalan dengan pemilik nomor hp tersebut.
“Gimana Tari apa kamu sudah menghubunginya?” tanya Rina.
“Aku gak berani Rin,” jawabku.
Kulihat wajah Rina yang kecewa.
“Tin tin…” suara hpku berbunyi sebuah sms masuk, aku pun bergegas membukanya. Sebuah nomor tak dikenal
“Assallamualaikum wr. wb,” bunyi sms tersebut.
“Waalaikumsallam wr. wb,” ku membalasnya.
Berawal dari sinilah kenalan kamipun berlanjut. Dia seorang pria yang bernama Candra. Usianya empat tahun lebih tua dari usiaku.Dialah pria yang dikatakan Rina itu. Dia bekerja sebagai BMI di Malaysia.
Yaa… sejak itulah kami jadi akrab meski lewat telepon. Sejak kenal denganya hari-hariku terasa bahagia. Sehari saja tidak ada kata sapanya, terasa rindu menggelora di dada.
Tiba waktunya saat yang membuatku bingung. Candra ingin agar aku mengirimkan fotoku padanya. Aku sungguh minder sekali.
“Maaf Can aku gak bisa memberikan fotoku padamu. Aku tidaklah secantik dan semanis yang lain,” jelasku.
“Kenapa kamu berkata begitu Tuhan menciptakan makhluknya pasti ada kekurangan dan kelebihanya. Syukuri apa yang ada,” jelas Candra padaku.
“Tapi Candra, aku hanya takut bila kamu sudah melihatku kamu akan kecewa dan tidak sudi lagi berhubungan denganku,” jelasku.
“Tari aku tidak memaksamu bila kamu memang tidak ikhlas,” ungkap Candra.
Dalam kebingunganku dan perasaan yang lain akhirnya aku pun mengiyakan untuk berkirim foto padanya.Namun aku tidak mau berkirim foto lewat hp. Aku bilang pada Candra agar kita berkirim foto lewat pos saja.
“Gimana Candra apa kamu setuju dengan ideku?” tanyaku padanya.
“Baiklah kalau begitu,” jawab Candra.
Akhirnya kamipun bertukar foto lewat pos.
Di kotak pos B-A2 aku pun mendapati amplop surat yang ditujukan padaku. Dengan hati yang berdebar-debar ku buka amplop itu. Dari amplop itu ku dapati empat lembar foto Candra. Dia benar-benar laki-laki yang manis.
“Tin tin” suara hpku berbunyi.
“Sudahkah kau mendapati suratku,” tulisan sms Candra.
“Iya. Aku dah dapat surat darimu,” balas smsku.
“Aku juga sudah nenerima surat darimu,” tulisan sms Candra.
“Kamu pasti kecewa ya?” sesaat percakapan sms kami pun terhenti.
Suara hpkupun berbunyi tanda panggilan masuk. Akupun mengangkatnya.
“Kenapa kamu selalu berfikir aku akan kecewa bila melihat fotomu?” tanya Candra. Lidahku kelu tidak bisa menjawabnya
“Aku tidak pernah kecewa menerima fotomu,” jelas Candra.
“Aku tidak tahu harus ngomong apa Can itulah rasaku,” jelasku.
“Jika engkau bersedia lewat telepon ini aku melamarmu menjadi istriku, apa kamu bersedia?” ungkap Candra padaku.
Entahlah mendengar yang diucapkan Candra, air mataku tiba-tiba menetes.
“Tapi Can apa kamu serius dengan apa yang kamu katakan?” tanyaku ragu.
“Aku serius Tari,” jawab Candra.
“Tapi kamu belum tahu aku yang sebenarnya. Karena foto dengan aslinya belum tentu sama” jelasku.
“Tapi ku sangat percaya padamu Tari. Aku sungguh-sungguh tulus dengan niatku,” ungkap Candra.
“Beri aku waktu Candra,” pintaku.
Dua minggu lamanya aku dengan Candra tidak berhubungan.
Tibalah saatnya waktuku untuk memberikan jawabanku padanya.
“Can benarkah kamu serius untuk menjadikanku sebagai isterimu?” tanyaku pada Candra.
“Aku benar-benar serius, kenapa kau masih ragukanku?” jelas Candra.
“Karena apakah kamu melakukanya Can, padahal kita belum pernah ketemu,” tanyaku.
“Karena Allah, ku mencintaimu dan karena Allah pula aku melakukan semua itu,” jawab Candra.
Mendengar jawaban Candra hatikupun semakin luluh dan yakin atas ketulusanya. Akhirnya akupun menerima lamaran Candra yang meski hanya lewat telepon.
Kami masih berhubungan meski hanya lewat telepon. Candra pulang lebih awal dari Malaysia ke Indonesia, sedangkan aku masih melanjutkan kontrak kerjaku di Taiwan.
Pada tahun 2007 aku pun pulang ke Indonesia. Di Bandara Udara Juanda itulah tempat pertemuanku pertama kali dengan Candra. Ada rasa haru, malu, bahagia.
Terhitung satu bulan sejak kepulanganku dari Taiwan, Candra pun menepati janjinya padaku, dia melamar ke rumah orang tuaku untuk menjadikanku istrinya.
Dan pada tanggal 5 juni 2007 kamipun melangsungkan akad nikah. Tak terasa sudah delapan tahun kami menikah, kami dikarunia dua buah hati. Dengan segala kekurangan dan kelebihanku, Candra menerimaku sebagai pendamping hidupnya. Sedikitpun tidak ada rasa kecewa dan menyesal dihatiku. Candra memang seorang suami dan ayah yang baik untuk anak anaku.
Suka duka hidup rumah tangga kami sebagai warna-warni hidup rumah tangga kami. Allah tidak akan salah memberikan jodohku. Apapun itu hanya rasa syukur yang kupanjatkan dan tetap bersuhudhon terhadap Allah S.W.T.