Aku terlahir kembar 25 tahun yang lalu di Lampung sebagai anak ke 5 dan 6. Walaupun terlahir kembar tetapi wajah kami tidak terlalu mirip. Saudaraku Fariana lebih terlihat cantik dan berkulit putih, dia juga lebih pintar bergaul.
Namun sayang sepertinya kelahiran kami tak terlalu diharapkan oleh ayah kandung kami. Mungkin karena saat itu ayah sedang tergila-gila dengan janda muda kampung tetangga. Ayahku bekerja sebagai satpam perkebunan kelapa sawit. Sebenarnya secara perekonomian keluarga kami boleh dibilang lumayan cukup. Andai ayah tetap setia dengan janji pernikahan mungkin hidupku akan lebih baik sekarang. Karena tidak kuat dengan tingkah ayah, ibu memboyong kami yang masih kecil pulang ke kampung kakek nenek kami di Cilacap.
Ibu memberi nama kami, Fariana dan Fariani. Masa kanak kulalui dengan berat. Sering aku harus membantu ibu menjadi buruh tani di sawah cuma untuk sekedar tambahan uang jajan. Ibuku makin terlihat tua dan rapuh, tubuhnya masih dipaksa untuk bekerja di sawah demi sesuap nasi. Beruntung kakak-kakakku sudah bekerja jadi bisa ikut membantu membiayai biaya sekolah kami. Setelah lulus SMP, aku putuskan untuk tidak melanjutkan ke SMA karena mereka mempunyai tanggungan keluarga masing-masing, aku juga tidak mau terus menerus merepotkan mereka. Selepas SMP, aku dan saudara kembarku merantau ke Jakarta.
Kami bekerja sebagai pembantu rumah tangga, dan didekat rumah majikan Fariana ada balai latihan karate. Pelatih karate yang masih single tertarik dengan Fariana. Mungkin karena hampir setiap hari mereka berpapasan dan saling menyapa. Mereka akhirnya menikah dan mempunyai anak laki-laki bernama Zacky, dan sejak hamil tua hingga melahirkan Fariana tinggal di Cilacap.
Bersama ibuku, akupun ikut pulang. Kami bersama merawat Zacky dengan bersemangat. Aku tidak segan-segan mencuci kotoran Zacky. Dia seperti peri kecil yang bisa membuat kami bahagia. Hingga saat suami Fariana datang menjemput mereka, aku sampai memohon supaya mereka dibiarkan tinggal beberapa hari lagi. Tapi apalah dayaku, suami Fariana lebih berhak terhadap mereka.
Suatu hari ada kabar duka datang, ayahku meninggal karena kecelakaan. Entahlah apa yang aku rasakan saat itu tidak ada setitik air matapun yang mengalir, tidak ada juga rasa sedih, bagiku aku seperti tak pernah punya ayah. Cuma kakak perempuan yang tertua saja yang datang melayat. Karena ia merantau ke Hongkong sehingga 3 anaknya pun dititipkan ke ibuku. Mereka sekarang sudah remaja. Alhamdulilah meski bertahun-tahun ditinggal ibunya, mereka tetap menjadi anak yang berprestasi di sekolah.
Akupun berminat merantau. Tujuanku adalah Taiwan. Setelah 1 bulan lebih aku di penampungan, akhirnya akupun terbang ke Taiwan. Majikanku tinggal di komplek yang elit kawasan Neihu. Semua rumah rata-rata berlantai 5. Hampir disetiap rumah mempunyai pekerja asing alias wailau.
Tugasku menjaga kakek yang sudah lumpuh dan nenek yang masih sehat. Selain itu ada pula majikan pria, wanita serta anak-anaknya yang sangat cerewet. Hampir tiap hari aku dimarahi. Aku dibilang bodoh karena sudah beberapa bulan tetapi belum pandai berbahasa. Aku tidak boleh pegang HP, apalagi libur. Majikan wanita juga pelit soal makanan. Semua isi kulkas sudah diatur rapi dan berapapun jumlahnya ia pun tahu. Aku sendiri juga heran.
Aku yang terbiasa sarapan nasi dirumahku, disini cuma dikasih selembar roti tawar atau mantou, membuat perutku sering kerucuk-kerucuk, apalagi di musim dingin seperti sekarang ini. Beruntung diseberang rumah majikanku ada orang Indo yang biasa aku panggil Mbak Yeni. Aku bertemu Mbak Yeni pada saat membuang sampah di komplek perumahan kami.
Sejak bertemu Mbak Yeni, aku sering mengutarakan permasalahanku. Karena pertemuan kami sangat singkat, sering aku menulis unek-unekku di selembar kertas dan kami bertukar surat saat bertemu. Sejak itu Mbak Yeni sering memberi makanan padaku. Mbak Yeni lebih beruntung karena majikannya sangat murah hati. Mereka jarang makan di rumah dan Mbak Yeni bebas kalau pingin makan apapun.
Aksi kucing-kucingan kami berjalan mulus selama sebulan, hingga suatu malam saat aku berniat mengembalikan rantang ke seberang tiba-tiba tanpa sepengetahuanku majikanku mengawasiku dan langsung berteriak lantang “Ani ni tau ren cia te men khou kan semo?” (Ani, kamu ke rumah orang mau apa). Sejak saat itu setiap aku buang sampah, majikanku selalu menunggu di depan pintu hingga Mbak Yeni pun segan menemuiku lagi.
Tidak ada lagi tempatku berkeluh kesah, perutku kembali keroncongan. Nasib, kalau agen datang juga hanya memarahiku, jika mau kirim uang juga harus lewat agen. Katanya ongkos kirimnya 300NT, padahal kata Mbak Yeni jika di toko Indo paling mahal Cuma 200NT. Itupun bisa di jemput ke rumah.
Pernah suatu hari agen datang bersama 1 orang Filipin. Katanya dia yang akan mengajariku kerja selama sehari, tapi orang Filipin itu harus dibayar 2500NT dan aku harus menanggung separuhnya. Padahal menurutku hasil kerja dia tidak jauh berbeda denganku, selain itu cuma lebih gesit dan bahasa yang mahir.
Suatu hari setelah kakek buang air besar, aku langsung gendong ia ke kamar dan langsung menyelimuti kakek dengan selimut karena takut ia kedinginan. Setelah itu akupun keluar untuk mengerjakan pekerjaan lain. Tetapi tiba-tiba nenek teriak memanggilku. Ternyata kakek sudah buang air besar di celana.
Plak! Tiba-tiba nenek memukul kepalaku dari belakang disaat aku sedang membersihkan kotoran kakek. Keras sekali. Belum hilang rasa kagetku ditambah 1 kali lagi pukulan .
“Ya Allah, hamba mohon ampun atas segala dosa”
Ternyata kepahitan hidup belum mau beranjak dari diriku. Aku hanya bisa pasrah dan berdoa.
Kemudian agen malah menakut-nakuti aku, katanya kalau majikanku tidak mau aku lagi, maka aku langsung akan dipulangkan ke Indo. Aku tidak mau gagal. Aku harus tetap bertahan demi ibuku yang kucintai. Aku ingin membahagiakan ibuku di hari tuanya. Aku tahu ibuku selalu mendoakanku di setiap sholatnya. Mudah-mudahan Allah mengabulkan doa-doaku juga doa ibuku. Hingga aku berhasil menyelesaian kontrakku dan pulang kembali ke pangkuan ibuku dengan selamat. Amin.
The end