Ilustrasi diambil dari shutterstock.
Beep… beep… dering ponselku tanda ada sms masuk. Segera kusambar ponsel jadulku yang selalu nangkring di jendela kamarku, “Teman-teman alumni SMEAN, reuni tahun ini diadakan di rumah Pak Edy,” akupun tersenyum kecil, itu pesan (sms) yang aku terima dari sobatku Sodig.
Segera kubalas “Thanks ya friend selalu melibatkan aku di setiap acara sekolah kita, meski aku gak bisa menghadiri acara reuni.”
Ingatanku melayang ke masa 20 tahun silam, saat aku masih duduk di bangku SMEA. Sodig adalah sahabat kentalku, entahlah aku merasa nyaman saja dengan dia, orangnya easy going (tidak ribet).
Selama ini aku paling canggung berteman dengan cowok, tapi berbeda dengan Sodig. Secara fisik sosok Sodig jauh dari ideal, dengan bibir yang (maaf) lebih lebar dari rata-rata. Namun, tanpa Sodig, kelas akan terasa sepi seperti kuburan dan membosankan seperti ruang sidang pengadilan.
Kami (aku & Sodig) selalu bisa membuat teman-teman tergelak dengan tingkah konyol kami. Kami duduk sebangku dan kadang-kadang di saat jam pelajaran, dengan sengaja kami minta izin untuk ke toilet secara bersamaan. Dengan rambut cepakku ala Demi Moore (ingat film GHOST?) yang ku kuncir di bagian depan.
Teman sekelas kami sangat ramai dengan beragam macam karakter. Ada yang etnis Tionghua, namanya Kurnia yang jatuh cinta dengan Jealani, anak seorang kiayi.
Ada Mas Sujak yang usianya jauh lebih dewasa dari kami. Karena Mas Sujak sempat berhenti beberapa tahun setelah lulus SMP.
Ada cowok yang berkarakter cewek, namanya Armani. Pertama kali Armani berbicara di depan kelas membuat kami tergelak, suaranya cewek banget dengan gaya yang gemulai. Armani lebih suka berteman dengan kami para cewek. Kalau dengan cowok selalu jadi bulan-bulanan ledekan.
Ada Edy yang jago bermain bola voli, tapi baru disunat saat di kelas 1 SMEA.
Ada Eko Rum cantik, anak dari seorang pedagang sapi, dia satu-satunya teman kelas kami yang mempunyai sepeda motor.
Ada Ipunk yang sudah menandatangani surat nikah sebelum ijazah SMEA keluar.
Saat kelas 2 SMEA, Mas Sujak resmi dipilih menjadi sekretaris desa di kampungnya. Saat pesta syukuran, kami diundang main ke rumahnya dengan hiburan ledek / tayub (tarian khas Jawa).
Rumah Mas Sujak jauh di pelosok dekat dengan kedung ombo. Dan karena sejalur dengan rumah Sodig, kami sempatkan untuk mampir sebentar, dan pulangnya kami jalan kaki di sepanjang rel kereta api.
Yang membuat jantung kami mau copot adalah disaat kami sedang menyeberang jembatan, tiba-tiba dari kejauhan terdengar bunyi suara kereta, tut… tut… dengan spontan Sodig memberikan komando kepada kami, “Cepat lari keretanya sudah datang!!” padahal tanpa di komando pun kami sudah lari terbirit-birit.
Tapi untungnya kereta di Indonesia nggak seperti kereta api di Taiwan, meski dengan nafas ngos-ngosan, kami bisa menandingi cepatnya lajur kereta, akhirnya kami sampai di stasiun lebih dulu dan kami naik kereta tersebut.
Di dalam gerbong kereta, kami harus berdesakan dengan pedagang asongan dan segala macam pedagang yang memang menggunakan kereta sebagai transportasi menuju pasar. Bahkan, ada pedagang ayam komplit dengan ayamnya yang rame berkaok-kaok (suara ayam), pikirku di Taiwan boleh nggak sih naik kereta, sambil bawa ayam? Hehe… Tapi yang jelas, pengalaman itu menjadi pengalaman yang seru dan tak terlupakan. “As You Know After 20 Years Our Graduation, I Am Still Here In Taiwan” (Seperti yang teman-teman ketahui setelah 20 tahun masa kelulusan kami, saya masih disini di Taiwan).
Sahabatku Sodiq bekerja di perusahaan besar di Indonesia dengan gaji yang fantastik. Saat di Indonesia, Sodiq selalu ditugaskan berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, tapi tiap bulan selalu disempatkan pulang kampung menengok keluarga dengan naik pesawat.
Bulan ini Sodiq ditugaskan ke Jepang, mungkin untuk jangka waktu 3 tahun. Tapi tiap 3 bulan sekali, dia boleh cuti pulang ke Indonesia. Dengan gaji sekitar Rp. 50 juta per bulan (sumpah, aku tidak mengada-ada. Aku bohongi kalian juga nggak ada untungnya, dan lagi aku juga nggak kecipratan uangnya, hehehe…).
Di satu sisi Armani akhirnya menikah juga, dengan perempuan tentunya. Sedangkan Ipunk merantau ke Hongkong. Eko Rum menjadi guru, Edy menjadi polisi, Mas Rujak jadi Kepala Desa. Mbak Uli sudah melahirkan anak ke- 4.
Sedangkan aku, mungkin satu-satunya yang paling telat menikah. Anakku baru 1, berumur 7 tahun.
Namun ada satu teman sekelas kami yang sudah terlebih dulu dipanggil Illahi. Eko Nur Dahono, semoga arwahnya diterima di sisi Allah, amin. Meski Sodiq diberi kelimpahan rezeki tapi dia tetaplah seperti Sodiq yang dulu, humoris dan rendah hati.
Pernah suatu hari, Sodiq berniat untuk mengambil uang di ATM, saat tombol ditekan, tiba-tiba semua uang di dalam mesin ATM berhamburan keluar. Dengan panik Sodiq memunguti uang-uang itu dan dimasukkan ke dalam bajunya. Sodiq segera ke bank terdekat dan langsung menemui manager bank tersebut. Setibanya di kantor manager, Sodiq menumpahkan semua uang di atas meja, sampai manager banknya melongo kebingungan.
Setelah menjelaskan semua masalahnya, Sodiq segera pamit pulang. Manager bank tersebut meminta semua karyawan menunduk hormat kepada Sodiq. Seperti kata Bang Ahmad Albar, “Dunia ini panggung sandiwara, mengapa kita bersandiwara?”
Saat kita masih remaja, sama sekali tidak kebayang, akan jadi apa kita nanti setelah dewasa. Kadang kenakalan, bolos, banyolan dijadikan kebanggaan. Yah itulah masa remaja.Kita bisa menikmati hidup meski dengan keterbatasan ekonomi.
Sekarang disaat kita mampu mencari uang, beli baju mahal, apakah kita masih bisa tertawa lepas seperti waktu remaja? Dengan beban pekerjaan dan keluarga, kita dituntut untuk mengikuti peraturan, mendidik anak-anak kita.
Ada 2 pesan dari guru kami yang selalu aku ingat: 1. Dari guru agama: sholat, 2. Dari wali kelas kami: baca buku.
Hingga kini aku masih selalu rajin baca buku apa saja. Sudah puluhan novel berbahasa inggris yang aku lahap. Bahkan, buku kedokteran punya Mei-Mei pun tidak luput dari sasaranku. Meski banyak kosa kata yang tidak aku temukan di kamus. Yang buat bulu kuduk merinding, ada gambar anatomi tubuh manusia yang berasal dari manusia beneran, seram nggak sih?!
Teruntuk teman-teman sekolahku, I Miss You All (Aku rindu kalian semua). Masih ingatkah kalian, lagu favorit kita di kelas? Dari Bung Iwan Fals. Buku ini aku pinjam, kan kutulis sajak indah, hanya untukmu seorang, tentang mimpi-mimpi, biar tahu, biar rasa, maka tersenyumlah kasih, tetap melangkah jangan hentikan, cinta ini milik kita. Life is Too Wonderful To Waste It (Hidup itu terlalu indah untuk disia-siakan begitu saja).