Foto ilustrasi diambil dari Wallcoo.
My story was began at 1976, when I was born (kisah saya berawal pada tahun 1976, tepatnya pada saat saya lahir). Saya anak ke-4 dari 5 bersaudara. Saya memiliki 2 kakak laki-laki, 1 kakak perempuan, dan 1 adik perempuan. Ayah saya adalah seorang abdi negara yang selalu berpindah tugas ke beberapa daerah, hingga kami pun seringkali harus mengikuti kemana pun ayah dipindah tugaskan.
Terakhir ayah ditugaskan di daerah pelosok Jawa Tengah. Hingga memasuki masa pensiun dengan tanggungan 5 anak yang masih sekolah, itu beban yang sangat besar bagi ayah. Kakak laki-laki pertamaku kuliah di IKIP semarang mengambil D-3, dengan segala keterbatasan kami pun berhasil mengantongi ijasah SLTA.
Selepas SMEA aku mengadu nasib di Jakarta. Berkat koneksi seorang teman aku bisa bekerja diperusahaan komputer sebagai seorang staff accounting. Dan Aku mengajak kakak laki-laki ku yang ke-2 untuk ikut bekerja di Jakarta. Setelah mahir menjadi tenaga teknisi komputer, kakak ku membuka usaha jual-beli dan reparasi komputer di Semarang hingga kini. Kakak laki-laki ku yang pertama mengabdi sebagai guru SLTA selama bertahun-tahun, sambil meneruskan kuliah S-1.
Dengan modal ikhtiar dan doa sungguh-sungguh kakak ku mendaftarkan diri menjadi pengajar dan alhamdulilah lolos, akhirnya kakak mengajar difakultas kedokteran sambil meneruskan pendidikan S-2. Kakak menikah dengan seorang guru SLTA dan dikaruniai 2 orang putra dan putri, mereka hidup bahagia dan mesti tidak terlalu mewah tapi keluarga mereka disegani masyarakat. Kakak perempuanku sempat gagal menjalani hidup berumah tangga setelah melahirkan 2 orang putri kembar yang cantik. Mereka tinggal bersama orang tua ku, hingga aku turut membantu biaya pendidikan mereka hingga lulus SLTA. Selama hampir 10 tahun aku merantau di Jakarta tanpa kusadari usiapun tidak muda lagi, namun jodohku belum juga datang.
Dalam kebimbangan aku putuskan untuk merantau ke Taiwan. Tahun pertama di Taiwan adik perempuanku menikah dan karuniai seorang putra. Sedangkan aku selama 2 tahun di Taiwan, baru libur 1 kali, BAGAIMANA BISA DAPAT JODOH? Sedangkan saat itu jangankan internet, handphone saja baru aku miliki di tahun ke-3. Atas izin Allah akupun dipertemukan dengan arjunaku, akhirnya sepulang dari Taiwan kami menikah dengan sederhana, Alhamdulillah dalam waktu singkat, akupun mengandung (hamil), di bulan ke-4 kehamilanku, suamiku harus kembali bekerja ke Taiwan. Anakku pertama kali bertemu dengan papanya di usianya yang ke 2,5 tahun.
Suamiku selama 2 tahun pulang ke Indonesia dan berangkat ke Taiwan lagi. Hingga saat ini usia pernikahan kami menginjak tahun ke-8, tapi belum pernah kami bertiga aku, suamiku dan anakku merasakan hidup dalam 1 atap, apalagi 1 ranjang. Entahlah hidup macam apa yang kami jalani. Seperti pelari estafet yang selalu menyambung tapi tidak pernah bisa mencapai garis finish secara bersamaan. Aku sangat merindukan anakku. Aku ingin mencurahkan kasih sayang dan perhatianku, aku merasa sangat berdosa karena sudah meninggalkan dia bertahun-tahun. Tapi memutuskan untuk pulang dan tinggal di Tanah Air juga satu kegalauan bagiku. Sedangkan aku belum tahu apa yang bisa aku lakukan di rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Memang sih 1 bidang sawah sudah berhasil kami beli, tapi hasil panen 6 bulan sekali sedangkan biaya hidup harus tiap hari. Oh… Tuhan tolonglah kami, give us happy ending story (berikan kami kebahagiaan dari akhir cerita ini)…
The End