Bersyukur pada Sang Khalik atas ciptaan-Nya yang Agung adalah kewajiban semua insan di muka bumi ini, termasuk segala nikmat dan anugerah yang telah Allah berikan padaku, tak akan pernah ku lupakan, serta rasa syukurku pada Sang Maha Esa di setiap sujudku.
Sebut saja namaku Lulu, aku memiliki 2 orang putri (Mitha & Nanda) dan Alhamdullilah kedua putriku lahir dengan sempurna, terutama si kecil Nanda. Aku tak menyangka dia akan begitu lincah dan pintar. Terima kasih Tuhan atas karunia-Mu yang tak ternilai ini. Betapa tidak, semua berawal dari kisah kelamku di negeri orang.
Aku adalah seorang mantan TKW Arab Saudi. Saat aku pergi ke Saudi aku baru memiliki Mitha. Aku memutuskan untuk ke Saudi, karena aku sudah tak tahan oleh perlakuan suamiku, jika dia marah tangannya tak segan-segan mendarat di tubuhku termasuk wajahku. Walau kami masih tinggal bersama orang tuaku, tapi selalu ku tutupi luka batinku. Mungkin karena orang tuaku yang selalu sibuk di sawah, membuat mereka tak begitu memperhatikan rumah tanggaku. Dengan penuh pertimbangan ku titipkan Mitha yang baru berumur 2 tahun pada ibuku.
Aku mendapat majikan di Kota Riyadh, tapi majikanku orang yang sederhana atau lebih ke orang tidak punya. Mereka pun sering meminjam uang gajiku, sampai akhirnya gajiku telat dibayar hingga 8 bulan. Aku pun protes dan meminta pulang saja. Tapi majikanku menawarkan aku untuk bekerja di tempat temannya dan setelah ku pikir-pikir, ku iyakan tawarannya. Aku pun bekerja dengan teman majikanku. Rumah mereka berada di desa. Di sana aku mengurusi 3 anak dengan rumah yang sangat luas. Sementara majikanku semuanya berprofesi sebagai guru. Oh… mereka sangat membuatku gila, belum lagi majikan perempuan yang sedang hamil 7 bulan. “Ya… berarti aku harus siap-siap tuk menjaga ke- 4 anak mereka,” pikirku. Aku sangat tak tahan oleh keadaan ini, untuk minta pulang pun, sangat tak mungkin karena aku baru 2 bulan bersama mereka, suasana yang sungguh sangat menyesakkan dengan anak-anak yang super bandel.
Saat usia kehamilannya beranjak 8 bulan, majikan memutuskan untuk tinggal sementara di Riyadh, karena dar desa untuk ke rumah sakit perjalanannya sangat jauh. Sepintas terbesit dalam pikiranku untuk kabur, tapi keinginan itu aku pendam. Hingga suatu hari, saat ada jamuan di rumah majikan, salah seorang teman majikan membawa serta pembantunya dan di sanalah aku berbagi cerita dengannya. Secara kebetulan dia memberikan nomor temannya yang juga kaburan. “Oh… pucuk di cinta ulam pun tiba. Sungguh kesempatan yang tak aku sia-siakan,” ucap dalam hatiku.
Waktu itu aku diberi kepercayaan untuk memakai telepon genggam oleh majikan. Langsung saja ku kontak dia, dan aku pun mengatur waktu kapan aku harus pergi. Aku ingin sekali segera keluar dari rumah bak neraka ini.
Dan di sinilah awal kebodohanku, ya.. betapa tidak, kebebasan telah menyulapku menjadi manusia bejat dan tak bermoril. Aku terjemur dalam dunia kelam yang penuh dengan kenistaan. Rokok, miras, dan ekstasi (obat terlarang) menjadi keseharianku dan yang lebih parah lagi, aku membuka auratku demi puing-puing “Riyal” (mata uang Arab Saudi). Dengan bermodal bahasa yang sepenuhnya telah aku kuasai, aku dengan mudah merayu para hidung belang. Entah sudah berapa banyak lelaki yang menjamah tubuhku. “Ya.. Tuhan manusia macam apakah aku ini?” tanyaku.
Tak terasa 4 tahun sudah aku berada di negeri orang. Aku merasa betah di sini, ditambah lagi, aku mendengar suamiku yang telah menikah lagi, membuatku semakin tak berminat untuk pulang dan aku semakin terlena dengan duniaku. Hingga suatu hari Tuhan mengirimkan dewa penolong untukku. Aku bertemu dengan Mas Ramadi, seorang duda dengan anak 1. Dia telah mengangkatku dari jurang yang kelam itu. Semakin hari kami semakin dekat dan hingga akhirnya dia menyatakan cintanya padaku. Mas Ramadi berjanji akan menikahiku asalkan aku mau pulang. Aku begitu mencintai Mas Ramadi, karena dia mau menerimaku apa adanya.
Setelah mendapat restu dari orang tuaku, akupun menikah siri di sana. Walaupun aku belum bercerai secara resmi, tapi aku sudah dijatuhi talak oleh suami pertamaku. Hari-hariku berubah drastis, hingga tak terasa janin pun tumbuh di rahimku. Aku seolah tak percaya, antara senang dan sedih. Senangnya, karena ini adalah buah cintaku dengan Mas Ramadi dan dia pun sangat menginginkan buah hati ini. Sedihnya adalah aku hamil di negeri orang, andai saja aku pulang, apa kata tetangga tentang aku? Mereka pasti akan mencibirku dan menyandangiku dengan nama “anak haram.”
Mas Ramadi pun menyuruhku untuk pulang sebelum perutku membesar dan dia menyuruhku untuk tinggal bersama orang tuanya selagi Mas Ramadi belum pulang. Lalu, aku iyakan keinginannya dan aku pun pulang ke Tanah Air melalui KBRI, bertemu dengan keluarga dan putriku Mitha yang sudah bertumbuh besar. Sesampainya di Tanah Air, aku segera mengurusi statusku ke Departemen Agama dan aku resmi menjadi janda. “Tapi? bagaimana dengan perutku yang sudah masuk 3 bulan ini???” resahku. Tanpa sepengetahuan Mas Ramadi, ku coba untuk membuangnya. Ya… ABORSI!! Sungguh kata yang sangat membuat dadaku sesak. Semua itu aku lakukan demi menutup aibku. Aku tak mau orang lain mencibir orang tuaku, karena aku tinggal di lingkungan yang fanatik. Dengan berbagai macam cara aku lakukan agar dapat menurunkan janin dalam perutku ini. Sempat orang tuaku melarangku, tapi aku tetap bersikukuh tuk membuangnya. Dengan meminum pil, jamu dan semua telah aku coba. Sampai dukun beranak pun telahku lakukan, entah setan apa yang sedang merasuki jiwaku hingga aku berbuat sebodoh ini.
Berapa rupiah telah aku buang hanya untuk dapat memenuhi keinginanku, juga berapa dukun yang telah ku datangi tuk meremas perutku. Sampai-sampai Aku hampir dibuatnya mati karena menahan sakit, saat mengurut perutku. Sungguh sangat menyakitkan!!! Tapi Tuhan, berkehendak lain. Sebagai manusia, saya tak dapat berbuat apa-apa untuk menolaknya. Allah telah memberikan kepercayaan padaku, untuk tetap mempertahankan janin ini dalam perutku. Akupun sudah kehabisan akal dan aku pun menyerah. Saat kehamilanku beranjak 5 bulan, aku pergi ke rumah mertuaku, ku putuskan untuk melahirkan di sana. Saat kehamilanku masuk 7 bulan, aku melakukan USG, dan betapa kagetnya aku, saat dokter menyatakan kalau jantung anakku lemah dan posisinya terbalik. “Ya, Tuhan inikah hasil dari kebodohanku??” ucapku.
Setiap hari aku hanya melamun dan menangis mengingat kebodohan yang telah aku lakukan, hingga di usia kehamilanku masuk 9 bulan, aku putuskan untuk pulang ke rumah ibuku. Berharap jika aku mati, aku bisa berada dipelukan ibuku. Detik-detik disaat persalinan itu sangat membuatku stres, 2 hari air ketubanku pecah, tapi tak ada sedikitpun rasa mules. Bidan menyarankan untuk USG lagi. Karena, hasil USG akan menentukan aku harus operasi atau tidaknya. Tapi, aku tidak mau operasi, aku takut. Sepulang USG perutku mulai mules, karena aku mengendarai sepeda motor. Walau dokter telah merujukku untuk masuk ruang operasi, tapi aku tetap memaksa pulang. Ditemani ibu dan Mitha, aku langsung beranjak ke tempat bidan. Di sanalah detik-detik aku akhirnya mendengar tangisan buah hatiku, setelah 2 jam menahan sakit. “Alhamdulillahirobbil Alamin Ya Allah… ku ucapkan beribu syukur atas ke Agungan-Mu.” Putriku lahir normal, dia sempurna tak kurang suatu apapun. Dia begitu cantik dan sehat. Tangisannya begitu nyaring membukakan mata hatiku yang gelap dan membangunkan ku dari kebutaan.
Ku dekap tubuhnya yang mungil, seraya ku bisikan, “Nanda maafkan bunda, Nak, yang telah melarangmu memeluk bunda.” Aku telah berdosa, maafkan aku ya Allah, aku bertobat atas dosa-dosaku. Aku telah menyia-nyiakan anugerah terindah-Mu ya Allah….
Ku tutup bungkus masa laluku, ku buang bersama deburan ombak Pantai Miaoli. Hari ini aku di sini, di Tanah Formosa untuk Mitha dan Nanda. Di saat Nanda berumur 3 bulan, Mas Ramadi sempat pulang dan menikahiku secara resmi, setelah 2 bulan di rumah, Mas Ramadi pergi kembali ke Arab Saudi. Dan di situlah akhir ceritaku dengan Mas Ramadi. Ya, Mas Ramadi menyatakan kalau dia telah menikah lagi di sana. Walau beban menghimpit relung jiwaku, aku akan tetap bertahan, demi senyuman ke-2 putriku. Merekalah tunas harapanku. Kelak mereka dewasa, mereka akan tahu saat ini bundanya berada di Taiwan, yaitu demi masa depan mereka. Aku berjanji tak akan pernah mau kembali ke lembah jahanan itu. Walau badai kehidupan hilir mudik menghampiriku.
Tuhan ampunilah dosa-dosaku…..
Mitha, Nanda, maafkan bunda, Nak. Bunda sangat mencintai kalian.