Foto ilustrasi diambil dari npr.org
Ku goreskan kisahku ini bukan ingin semua orang tau akan kisah hidupku. Bukan juga untuk menarik simpati orang lain apalagi agar menangis untukku. Karena, sudah cukup bagiku tangis itu sudah habis di masa laluku yang penuh tangis derita nestapa. Yang kuingin siapapun yang membaca kisahku ini dan bila kenal bahkan aku harap adalah kakakku. “Kak, aku mencarimu…. Kau di mana??”.
Pada 29 tahun yang silam aku dilahirkan di Pulau Sumatera. Orang tuaku sangat miskin. Saat melahirkanku ibuku meninggal dunia. Ditambah lagi bapak yang sudah sakit-sakitan. Saat itu usia kakakku 3 tahun dan aku sendiri baru lahir ke dunia. Tuhan berkehendak pula pada bapakku, dengan mengambilnya setelah ibu yang telah pergi meninggalkan kakakku yang masih belia dan diriku yang baru lahir ke dunia.
Karena kami yang yatim piatu, maka ada orang yang memungut kakakku menjadi anaknya, sedangkan aku yang masih bayi belum ada orang yang mau mengambilnya. Sejak saat itulah aku terpisah dengan satu-satunya saudara yang ku miliki di dunia ini hingga detik ini hanya mendengar selentingan orang-orang. Yang masih samar-samar terngiang dalam ingatanku. Katanya kakakku seorang wanita yang cantik. “Ahh… membayangkannya saja sudah sangat menguras air mataku dan menambah kerinduanku ini yang entah sampai kapan ada ujungnya.
“Kak… gimana dengan kisah hidupmu?” inilah kisah takdirku yang Tuhan tuliskan dalam lembaran takdirku yang penuh derita. Harap doaku tidak untukmu kakakku sayang, kakakku rindu (tidak mengharapkan kakakknya menderita). Setelah kakakku ada yang mengadopsinya menjadi anak angkat, tinggallah aku sendiri. Hingga suatu hari ada pasangan yang baru bertransmigran dari Jawa. Mereka sudah 1 tahun menikah tapi belum juga dikaruniai seorang anak. Maka diambillah aku menjadi anak angkatnya mereka.
Kematian kedua orang tuaku tidak membuatku perih tersayat, karena aku yang masih bayi belum mengerti akan status yang aku sandang sejak terlahir ke dunia ini, yaitu “YATIM PIATU”. Tapi justru setelahdengan mereka, menjadi awal kehidupanku yang “BAK NERAKA.”
Bapak angkatku sangat baik dan sayang padaku, tapi tidak dengan ibu angkatku. Dia sangat materialistis, galak, bahkan suka memukul. Pukulan dan caci maki adalah makananku sejak kecil. Tak jarang tubuhku penuh dengan lebam karena pukulan ibu angkatku. Aku sendiri tidak mengerti, mengapa ibu angkatku selalu melakukan itu padaku. Tiada yang bisa ku perbuat, hanya menangis. Dan hanya bapak angkatku tempat berlindung.
Tapi sayang, badai itu menerpa kedua orang angkatku, sehingga mereka bercerai. Bapak yang sangat sayang padaku mempertahankanku untuk tetap bersamanya dan melarangku untuk ikut dengan ibu angkatku apalagi harus membawaku ke tempat asalnya yaitu, Jawa Barat. Tapi, karena kelicikan ibu angkatku itu, dia berhasil membawaku pulang ke Jawa Barat dengan memberiku iming-iming tas baru, sepeda baru, baju baru agar aku mau ikut dengannya. Akupun dibujuknya dengan alasan ingin membawaku jalan-jalan. Aku yang masih kecil dan tidak mengerti apa-apa dengan senang hati mengikuti bujukannya yang ternyata adalah perangkap. Sungguh aku tidak menyangka dia memiliki rencana seperti ini padaku.
Bagaimana dengan bapak angkatku setelah sepeningalanku… akupun tidak tahu. Hingga kini, aku rindu dia, apakah masih hidup atau tidak akupun tidak tahu. Tak dapat ku bayangkan betapa-betapa dia sangat kehilangan dan entah bagaimana perasaannya setelah kepergianku yang dibawa diam-diam oleh ibu angkatku. Dalam setiap sujudku, ku pinta pada Tuhan. Jika dia masih hidup mohon untuk menjaganya dan pertemukan aku dengannya, jika dia sudah tiada, bukakan pintu surga untuknya, amin…
Jawa Barat, tepatnya di suatu kampung Indramayu adalah tempat tinggal ibu angkatku. Dari belia semenjak ku hidup bersamanya tak pernah ku rasakan masa kanak-kanak yang indah seperti anak-anak belia seusiaku. Apalagi semenjak aku tinggal dengan ibu angkatku, setiap hari pukulan dan amarah yang ku terima. Tiada lagi bapak angkatku yang selalu melindungiku, yang ada adalah suami baru ibu angkatku dan anak tirinya yang sama-sama membenciku. Entah kenapa aku ini tidak dianggap oleh mereka, tiada kasih dan cinta sekecilpun untukku.
“Kenapa aku terlahir ke dunia ini Tuhan, jika hanya KAU beri neraka untukku???”
Di usia anak-anak tiada masa bahagia bermain dan bermanja, apalagi bisa sekolah, lulus SD saja sudah beruntung bagiku. Di usia 8 tahun, aku sudah bekerja keras turun ke sawah… “Ahh… sakit, perih mengingat masa itu!” Air mata ini tak berhenti mengalir, apalagi mengingat perih dan sakitnya siksaan-siksaan ibu angkatku.
Tubuhku yang kecil dan ringkih tak membuat ibu angkatku iba padaku. Dia sering marah membabi buta, memukulku dengan sapu, kayu, tamparan, dll, hingga badanku memar-memar penuh luka dan lebam. Pernah dia dengan sengaja menginjak kakiku yang kecil, menjambak rambutku, memasukan kepalaku yang masih kecil ke dalam bak air, bahkan sadisnya dia pernah menyumpal mulutku dengan sabun mandi. Tak sanggup ku melanjutkan siksaan ibu angkatku padaku. Sisa-sisa siksa itu masih berbekas, apalagi di hati ini, memberiku trauma. Tapi sungguh sakit badan ini karena siksaan tidak pernah menyurutkan diriku tuk berbakti padanya yang telah mengenalkan aku pada dunia.
Di usia 16 tahun dia menyuruhku menjadi TKW ke Arab Saudi. Aku hanya menurut karena hanya itu yang aku bisa, tiada daya untuk menolak, karena dia pasti akan memukul dan memarahi aku. Habis semua hasil jerih payahku selama 4 tahun di Arab Saudi oleh ibu angkatku. Akhirnya, akupun pergi ke Taiwan. Di awal keberangkatanku ke Taiwan ada seseorang yang ingin meminangku. Tapi ibu angkatku marah, tidak merestuinya, akupun menurut saja.
Saat itulah aku tahu siapa diriku, dari mulut ibu angkatku sendiri yang aku dengar di saat dia marah. “Biar saja dia tidak nurut terserah!!! Dia bukan anak saya. Saya pungut dia dari sampah, karena orang tuanya yang sudah meninggal!!”
Bagai kiamat aku mendengarnya, karenanya akupun jatuh sakit. Karena inikah dia sangat jahat, tiada kasih sayang padaku? Lantas kenapa dia memungutku? Begitu tega dia padaku yang yatim piatu. Saat itu betapa rindunya aku pada kedua orang tua kandungku dan kakakku yang satu-satunya aku punya. Aku menangis rindu pada mereka, aku takut kakakku bernasib sepertiku.
“Tuhan jaga kakakku, pertemukan aku dengannya. Aku yakin atas kehendak-Mu, hal apapun yang tidak mungkin di mata manusia, tapi mungkin dan bisa terjadi di mata-Mu ya Tuhan. Tempatkan kedua orang tuaku dalam surga-Mu, amin.”
Sudah 2 kali aku di Taiwan, tetap tiada hasil, karena semua jerih payahku ibu angkatku yang menguasainya untuk membiayai suami baru dan anak tirinya. Aku yang di sini lelah, tapi mereka yang berfoya-foya dengan motor baru, rumah, dsb yang megah dengan hasil jerih payahku.
Tuhan memang maha adil, Dia pertemukan aku dengan seorang pria yang selalu aku pinta dalam setiap sujudku. Tak hanya rupa, tapi hatinya bak malaikat yang mau melindungiku dengan segenap jiwanya.
Niatnya yang tulus untuk meminangku tidak ditanggapi dengan baik oleh ibu angkatku. Bahkan dia mengamuk membabi buta, sehingga membuat geger satu kampung. Dan juga dia memukul calon suamiku dengan kursi yang sedang berkunjung ke rumah ketika sedang melamarku, begitupun dia mencakar, menjambak, memukulku juga.
Saat itu ku dengar selentingan dari beberapa tetanggaku:
“Ibumu itu tidak mau kamu menikah, karena bila kamu menikah tidak ada yang mencari uang untuknya. Yang dia mau kamu itu kerja dan kerja untuknya….” Aku hanya terdiam, terpaku mendengarkannya.
Suatu hari karena ibu angkatku tidak setuju dengan pernikahanku dan melaporkanku ke balai desa untuk mengajukan surat bahwa aku ini bukan anaknya. Dia dengan mantap menandatangani surat itu, tapi tidak untukku. Ku pergi meninggalkannya dengan tangis. Aku tidak akan pernah menandatangani, karena biar dia selalu menyiksa dan membenciku, bahkan tidak menganggapku sebagai anak, tapi tidak untukku…. Karena aku telah berhutang hidup padanya. Karnanya, aku bisa menumpang hidup di atas bumi ini.
Di saat detik pernikahanku, dia pergi. Aku dan suamiku yang juga yatim piatu, tiada orang tua kami yang bisa menghadiri pernikahan kami, hanya sedikit saudara dan tetangga saja. Tangis kami tak terbendung, bahkan sungguh di luar kemanusiawian, ibu angkatku menyewa orang untuk membunuhku dan suamiku. Tapi, karena perlindungan Allah S.W.T lah kami masih hidup hingga sekarang.
Demi masa depan kami, kami putuskan tuk kembali merantau bersama ke Taiwan di usia pernikahan kami yang baru 1 bulan. Cinta kami dan karunia Allah S.W.T dalam cinta-Nya membuat kami selalu mendukung kami berdua. Sungguh dia suami terbaik untukku, malaikat yang Tuhan berikan dalam takdir biduk rumah tanggaku.
Satu pintaku yang masih aku nantikan yaitu pertemukan aku dengan KAKAKKU dan BAPAK ANGKATKU, amin… Kau pasti tunjukan jalan-Mu. Dimanakah engkau KAKAKKU… sungguh aku rindu….
The End