Foto ilustrasi diambil dari Daily Nation.
Sebelum aku menceritakan perjalanan cintaku yang hancur berkeping-keping, ijinkan aku memperkenalkan diriku. Sebut saja namaku Sali, aku TKI asal Jawa Barat dari suku Sunda. Aku di Taiwan sudah melewati tahun keempat dan rencananya akhir tahun ini aku pulang. Karena dengan pulang kampung aku harap aku bisa melupakan segala masa laluku di sini.
Teman-temanku semua, perlu kalian ketahui bahwa sebelum ke Taiwan, aku adalah gadis dari keluarga baik-baik. Aku anak tunggal dan dibesarkan dengan kasih sayang berlimpah dari kedua orang tuaku. Aku tumbuh menjadi gadis yang manja dan keras kepala, apa yang kuinginkan harus kudapatkan. Aku dididik ketat oleh orang tuaku, terutama oleh Ayah. Sampai usiaku 18 tahun, bibir bahkan pipiku masih suci belum ternoda oleh bibir lelaki. Tapi kini semuanya telah berubah setelah aku nekad berangkat ke Taiwan.
Sejak awal aku menyadari akan dampak dari pergaulan liar dan seks bebas akan membawa derita dan penyesalan, tapi aku tak menyangka semua itu bakal aku alami hingga aku berbadan dua.
Kisah itu berawal di bulan Januari… Di sore yang sunyi HPku tiba-tiba bordering. Ketika kujawab, suara di ujung sana ternyata suara seorang pria. Ketika kutanya darimana tahu nomorku, dia menjawab dari temanku.
Dalam pembicaraan itu kami merencanakan pertemua, dan hari itu pun tiba. Tepatnya pas lebaran imlek kami pun bertemu di taman di depan stasiun Taoyuan. Setelah itu kami melanjutkan ke diskotik H (salah satu diskotik yang terkenal di kalangan BMI).
Di tempat inilah pertemuanku dengan seorang pemuda asal Bendungan-Cirebon, yang akhirnya membawa aku dalam lingkaran dendam yang hingga kini masih tumbuh dan berakar di dalam hatiku. Mungkin selama aku masih bernafas, dendam ini gak akan pernah hilang.
Ketika di diskotik H, tanpa sengaja aku bertemu dengan dia, yang sebut saja namanya Basor. Kuperhatikan dia terus menerus tanpa dia sadari bahwa aku sedang memperhatikannya. Tapi aku ga berani apa-apa karena aku sedang bersama dengan cowo pertama yang aku ceritakan di atas.
Keesokan harinya, teman baikku Kiki yang kenal dengan Basor itu bilang pada Basor kalau aku suka dia. Gayung pun bersambut, Basor memberiku lampu hijau untuk dapatin dia. Tapi di lain pihak, ada sahabatku Tina yang dekat dengannya.
Dia dan temannya pergi ke diskotik H bersama dengan Tina dan Kiki. Rencananya aku akan menyusul kemudian, dan setelah aku tiba di diskotik H, aku melihat pemandangan yang tidak kuinginkan, kulihat Tina sedang berciuman mesra dengannya. Kemudian kuputuskan mundur untuk mendapatkan pemuda yang bekerja di pabrik wastafel di daerah Ingke-Taoyuan itu.
Tapi tahukah kamu sobat, hari demi hari berlalu, aku bukannya belajar melupakannya tetapi komunikasi kami malah semakin dekat. Ditambah setelah aku mengetahui hubungan Tina dan Basor tidak ada niatan serius. Semangat 45 ku kembali berkorbar untuk mendapatkan dirinya.
Sebenarnya Basor bukanlah lelaki cakep, tampangnya bahkan jauh dari rata-rata cowo macho. Dia bahkan masih kalah kalau dibandingakan dengan cowo-cowoku di Indonesia. Entah kenapa aku bisa menyukainya, mungkin karena mulutnya yang manis, yang belakangan aku tahu kalau kata-kata yang keluar dari mulutnya hanyalah rayuan semata.
Aku tersanjung dengan kata-katanya yang manis, dia pernah berucap “kutunggu kau di pelaminan”. Sobat, wanita mana sih yang tak bahagia mendengar kata-kata seperti itu dilontarkan oleh orang yang dikasihinya? Apalagi dia sudah tau masa laluku, bahwa aku sudah bukan gadis lagi. Ya, kegadisanku telah kuserahkan kepada cinta pertamaku di Taiwan, dia anak Jawa Tengah yang bekerja di daerah Chunan-Miaoli.
Walau aku dan Basor tidak pernah bertatap muka, tapi hari-hari terasa indah karena SMS darinya selalu mengisi hari-hariku.
Hari berganti hari dan tibalah saatnya aku bisa keluar dari kandang macan yang selama ini mengurungku. Tempat yang paling pertama kukunjungi adalah tempat Basor bekerja. Walau kami baru bertemu, tetapi kami tidak merasa asing, dan di malam itulah hubungan yang tak selayaknya kami lakukan berlangsung. Bukannya menyesali perbuatan hina itu, kami malah terus mengulanginya siang dan malam, karena saat itu aku menginap di tempatnya selama seminggu.
Ada satu kesan yang tidak bisa kulupakan, tiap malam sebelum tidur, dia selalu menyanyikan lagu untukku. Lagu itu persembahan dari Wali yang berjudul ‘Dik’.
Pada suatu siang saat aku berdiri sendirian di kamarnya saat dia sedang bekerja, tiba-tiba HPnya berdering. HP itu awalnya dimatikan olehnya, tetapi karena aku yang mulai curiga, maka aku ambil HP yang biasa dia letakkan di atas meja untuk kemudian aku aktifkan.
Saat aku angkat HP itu, ternyata ada suara wanita, yang kemudian mengaku sebagai calon istrinya Basor dan sedang mengandung anak mereka. Dia baru pulang ke Indo karena hamil. Sebut saja namanya Titin. Dari Titin inilah aku tahu kehidupan Basor sesungguhnya, ke aku ngakunya masih perjaka, tetapi ternyata berani nidurin istri orang, karena saat itu Titin masih resmi jadi istri orang. Tetapi saat aku Tanya langsung sama Basor, dia memungkirinya. Dia bilang anak itu bukan anaknya, melainkan anak Titin dengan pacarnya dari Kuningan. Aku pun memilih untuk lebih mempercayai Basor.
Cinta telah membutakanku, bukannya pergi meninggalkannya, aku malah semakin takut kehilangan dirinya, ujung-ujungnya aku bermusuhan dengan Titin. Saat itu Basor masih berpihak padaku, aku bahkan mendengar dengan telingaku sendiri saat Basor dan Titin bertengkar di telepon saling menjelekkan. Basor menangis di hadapanku, aku masih ingat kata-katanya “Kurang apa aku sama Titin, saat dia mau cerai dengan suaminya, dia minta uang lalu aku kirim. Bahkan saat dia masih di Taiwan, uang pulsapun selalu kukirim. Uang yang seharusnya kukirim pulang untuk orang tuaku malah aku kirim ke dia. Tapi spa balasannya? Dia malah menjelek-jelekkan keluargaku.”
Setelah seminggu tinggal di tempatnya, akhirnya aku pulang ke tempat dimana aku bekerja. Walaupun aku tidak lagi tinggal bersama Basor, Titin masih terus menerorku dengan kata-katanya.
Hari berlalu begitu cepat, tak terasa satu bulan sudah aku tidak bertemu dengan Basor. Aku merasa ada yang aneh dengan diriku, tamu bulananku pun tak kunjung datang, aku penasaran dan membeli alat tes kehamilan yang kemudian memberikanku hasil “positif”!
Entah apa yang kurasakan saat itu, bahagia atau sedih. Saat aku memberitahu Basor mengenai masalah kehamilanku ini, dia dengan entengnya berkata, “tenang saja, jangan kwatir, Aa pasti belikan obatnya”.
Setelah tahu aku hamil, aku mulai merasakan perubahan sifat Basor. Janji mau beliin obat hanya tinggal janji. Sampai usia kehamilanku 3 bulan, tidak ada satu butir obatpun yang dia belikan untukku. Malah aku yang sedang hamil muda dan bekerja tanpa libur yang sibuk mencari informasi tentang obat aborsi. Untungnya ada teman-temanku yang membantu, terutama Kiki. Tapi tahukah kalian, berbagai macam obat telah kuminum, mulai dari pil, kapsul, hingga yang cair, semua sudah kuminum. Aku bahkan telah menghabiskan uang gajiku, tapi anak ini rupanya mau ikut aku.
Di saat yang sama, Basor ternyata telah mulai berpaling dariku. Aku tahu semuanya dari temannya yang punya SIM CARD abodemen (tagihan bulanan). Temannya itu bilang Basor sering meminjam HPnya dengan alasan meneleponku, tapi tidak satu menitpun aku pernah menerima telpon Basor.
Usut punya usut, dia ternyata sering menelpon mantan cewenya yang pertama. Dan saat aku menelepon nomor yang biasa Basor hubungi, akhirnya jawaban yang kudapatkan adalah bahwa Basor ingin baikan dengan cewe itu. Saat itu aku masih sabar, tapi petaka besar mulai datang saat Titin balik lagi ke Taiwan. Ya, janda berusia 28 tahun itu berusaha untuk mendapatkan Basor kembali.
Sedang Basor sendiri bagai kerbau dicocok hidung, dia lupa dengan kata-katanya, dia juga lupa dengan segalanya sampai mau kembali dengan janda muda itu.
Aku akhirnya mengalah dan dalam keadaan hamil harus rela melepasnya. Aku ga sanggup untuk bertahan dan akhirnya aku putusin dia, karena aku tahu Basor ga berani putusin aku walau sebenarnya dia ingin putus denganku. Setelah aku minta putuspun Ia hanya meng”iya”kan saja.
Belum seminggu pasca aku putus dengan Basor, dia sudah berani membawa Titin ke mess-nya. Aku yang saat itu emosi ada meng-SMS dia, dan tahukah kamu sobat apa yang dia katakan? “Anak itu bukan anak Basor, tapi merupakan anak antara aku dan mantanku Anton”.
Darahku mendidih mendengar kata-katanya, dalam hatiku aku bersumpah sampai aku mati aku ga akan biarkan Basor hidup bahagia. Padahal Sobat, aku berani bersumpah demi Tuhan yang menciptakan langit dan bumi serta seluruh isinya, kalau bayi yang kukandung adalah darah dagingnya, tapi dia malah nantang aku tes DNA, dan itu artinya tunggu anakku lahir!!
Ya, akhirnya kuputuskan untuk melanjutkan kehamilanku walau tanpa suami. Aku sempat berniat pulang Indo. Aku tahu resikonya pulang dalam keadaan hamil tanpa suami, apalagi aku anak tunggal, ortuku pasti akan marah besar. Badanku semakin lemah sejak aku hamil, aku benci dengan makanan dan kerjaanku pun amburadul. Untungnya majikanku baik.
Basor tak sedikitpun mengerti keadaanku dan bayinya. Yang dia pikirkan hanya kesenangannya, dia bahkan rela memberikan HP berikut SIM CARDnya pada si Titin, sehingga aku tidak bisa menghubunginya.
Sobat, apa cowo macam dia tak pantas disebut banci?!
Dengan keadaanku yang semakin lemah dan majikan yang tidak sanggup membayarku lagi, aku pulang ke agent. Besoknya dengan diantar temanku, aku pergi periksa ke Dokter W. Saat diperiksa melalui komputer, ternyata janinku sudah beranjak 3 bulan dan sudah hampir berbentuk manusia.
Dokter bilang ini sudah terlalu besar, walaupun baru 3 bulan, bayiku subur. Dokter bilang resikonya sangat besar dan tentunya biayanya sangat mahal. Aku ga ngerti apakah maksud Dokter adalah aku akan mempertaruhkan nyawaku bila melanjutkan aborsi. “Ah..aku sendiri sekarang seperti tidak bernyawa, jadi untuk apa aku pikirkan nyawaku lagi..”, begitu pikirku.
Akhirnya dengan pikiran mantap aku menyetujui operasi itu. Aku mencoba bertanya berapa biayanya, dokter bilang 14,000NT! Ya Tuhan, semahal itukah? Padahal aku hanya membawa 9,000NT, itupun belum termasuk ongkos taksi. Aku kemudian menjelaskan ke Dokter kalau duitku kurang dan minta ijin untuk datang lagi minggu depan. Akhirnya aku pulang tanpa hasil apa-apa.
Malamnya, aku telpon Basor lewat HP temannya, dan aku ceritakan kejadian di klinik tadi siang soal kekurangan uang. Basor menyuruhku untuk meminjam uang dulu dengan temanku, baru kemudian akan diganti setelah Ia gajian. Akhirnya akupun mencoba mempercayainya dan meminjam uang temanku.
Minggu depannya aku ke klinik itu lagi, dan kali ini operasi pengangkatan janinku dilakukan. Dalam hati aku menangis. Sungguh teganya aku membunuh darah dagingku sendiri… Aku membenci ayah anakku, tetapi kenapa anakku yang jadi korbannya? Walaupun aku terbius tak sadarkan diri, temanku mengatakan bahwa aku meronta-ronta saat mau dioperasi, sehingga membuat Dokter kewalahan menahan amukanku. Hari itu aku terkulai lemas tak berdaya. Setengah hari aku tergeletak di ranjang, entah pada saat yang sama mungkin Basor sedang menikmati kesenangannya.
Hari berganti hari, tubuhku pulih kembali. Setelah 2 minggu aku tak bekerja, aku akhirnya dapat beraktifitas kembali. Selama hamil aku tak bisa apa-apa, berat badanku pun menurun.
Waktu gajian pun akhirnya tiba, dan tahukah sobat? Setelah waktunya tiba dan aku menagih janjinya untuk mengganti uang yang aku pinjam, Basor mengelak lagi dengan alasan memerlukan uang untuk test DNA!! Entah dia memang bodoh atau goblog? Gimana mau test DNA sedangkan anaknya dah gatau kemana? Basor benar-benar kurang ajar, tak kusangka Ia akan menjilat ludahnya sendiri. Dia tetap mungkir kalau itu adalah anaknya dan bersikeras mengatakan itu anak Anton. Ya Tuhan, entah apa salah Anton sampai namanya dibawa-bawa. Aku bahkan tidak berkomunikasi apalagi bertemu dengannya selama kenal Basor. Walau Anton mantan pacarku, tapi dia telah pulang Indo bulan 3 yang lalu, dan walaupun aku masih memendam cinta untuknya, itu sudah tidak mungkin lagi karena Anton sudah menikah di Indo.
Aku ga ingin berlarut-larut dalam kesedihan dan tidak lagi mengharapkan tanggung jawab dari Basor lagi. Soal hutang, aku masih sanggup membayarnya sendiri.
Untuk Basor, saat ini kamu mungkin bisa tertawa lepas di atas deritaku ini, tapi ingat hukuman itu pasti ada. Seumur hidupku aku tidak akan memaafkanmu. Selama nyawa ini melekat di badan, kau tak akan terlepas dari dendamku. Kau telah membuat siang dan malamku jadi gelap, jika bukan karena dendam yang membakar di hatiku ini, aku tidak akan sanggup menghadapi dunia ini. Aku sadar bila aku mati, kamu akan semakin bisa tertawa puas, maka dari itu kalaupun aku harus mati, nafasmu harus menyertaiku melangkah bersama menuju pintu keadilan.
Dan buatmu Titin, kau bisa menang dariku, tapi itu takkan lama. Kamu bilang aku adalah pembunuh, tapi kau sendiri sudah pernah aborsi 3x dari 3 lelaki yang berbeda, jadi jangan kau anggap dirimu lebih suci dari aku. Karena kau dan aku tidak jauh berbeda.
NB: To IndoSuara, aku harap dan mohon banget suratku cepet dimuat agar aku bisa membaca tulisanku, karena tak lama lagi aku akan pulang ke Indo. Nama-nama di atas telah aku samarkan. Salam sejahtera selalu buat IndoSuara.
NN-Jawa Barat