Foto ilustrasi diambil dari Yahoo.
Kesempurnaan tidak akan pernah dimiliki oleh siapapun juga, selalu saja ada kekurangan di balik kelebihan setiap orang. Demikian kita tidak akan pernah lepas dari takdir Allah yang telah memberikan rupa dan bentuk wajah berbeda. Kita sering sekali dituntut untuk selalu bisa menerima kelebihan dan kekurangan dari pasangan kita, dari itulah manusia diciptakan dengan beraneka ragam.
“Lin, aku mau rebonding rambut minggu depan,” ucap Renita (bukan nama sebenarnya) kepadaku. Di mataku, sosok Renita adalah gadis yang hampir sempurna, berkulit putih, bermata besar, dan cantik dengan raut mukanya yang manis. Ternyata rambut lurusnya menjadi satu kekurangan yang tak tidak dia syukuri selama ini. Awalnya aku takut mengecewakannya dengan jawaban ketidaksetujuanku, tapi aku berusaha berbicara lebih pelan, sebagai sahabat aku mencoba menghargai keputusan yang diambilnya nanti.
“Rebonding?” lanjutku ingin tahu.
“Aku ingin rambut ikal, biar penampilanku lebih menarik. Menurutmu bagaimana Lin?” matanya berbinar berharap jawabanku membuatnya semakin percaya diri dengan niatnya merubah penampilan. Aku menarik napas panjang, kemudian kuhembuskan pelan. Sikap ini diperhatikan oleh Renita, dia curiga.
“Rebonding rambut? Seperti apa? Rambut lurusmu terlihat bagus dan cantik Renita. Banyak sekali para gadis sepertimu ingin mempunyai rambut lurus, tapi malah kamu ingin merebondingnya. Apakah nggak sayang? Coba pikir lagi ya?” pintaku dengan mengelus rambut sepinggangnya. Renita menambahkan bahwa sebelum rebonding, dia akan mewarnai rambutnya dengan warna kuning. Aku mengingatkan dosa karena Allah akan menimpakan karmanya bagi yang mengubah ciptaan-Nya. Dia tak mau mendengarkan, bersikukuh dengan pendiriannya, pergaulan telah membuatnya berubah.
Renita justru tidak suka dengan jawaban yang kuutarakan, dia merasa seharusnya aku orang pertama yang mendukungnya untuk kebaikannya. Tapi, aku melihat niat itu bukan untuk kebaikan, malah sebaliknya. Penampilan Renita dibilang cukup berani bila keluar rumah, mengenakan rok mini pendek, kaos singlet, dan lekuk tubuh yang mengundang mata pria liar bebas menikmati dengan mudahnya. Kini, dengan niatnya mewarnai rambut dan akan merebondingnya justru akan membawa perilakunya semakin berlebihan.
***
Ketika aku sakit, tak jarang hanya memilih berdiam diri di rumah saja. Renita yang sejak SD menjadi sahabat paling dekatku juga tak datang untuk menjengukku. Barangkali saja, dia merasa terluka dengan ucapanku tempo kemarin yang menyinggung perasannya, mungkin saja dia marah. Kembali pikiran itu kutepis secepat mungkin, berharap Renita sibuk dengan aktivitasnya sehingga tidak tahu bahwa aku sedang sakit di rumah.
“Ya Allah, semoga Engkau senantiasa menjauhkan hal buruk dari niat Renita,” pintaku berbaring di ranjang, berharap Allah mengabulkan doaku. Maka terbesit pikiran untuk meminta maaf kepadanya dalam waktu dekat, tentunya setelah sembuh dari sakitku.
Minggu berikutnya aku ingin menemui Renita untuk meminta maaf, tapi bukan bahagia yang kudapat malah sebaliknya. Pemandangan baru kudapati, dengan rambut dan rebondingnya dia melenggang percaya diri di kerumunan tempat ramai. Kaget sekali melihat penampilan barunya saat itu, dipadupadankan dengan pakaian tipis membalut kemolekan tubuh kecilnya. Rambut baru itu telah menyihirnya menjadi gadis lincah nan berani, dari jauh aku hanya mengelus dada.
“Astagfirullahaladzim, semoga kamu mendapatkan hidayah suatu hari, Renita.” Aku menatapnya dari jauh, menikmati senyum rasa percaya dirinya. Apapun pilihannya, aku hanya bisa berdoa demi kebaikannya. Langkah kakiku semakin mendekat ke arah Renita, permintaan maafku akhirnya diterima dan kemudian aku mendekapnya dengan erat.
“Terima kasih, Ren. Aku kira kamu marah terhadapku,” ucapku.
“Kita tetap sahabat, Lin. Kamu hari ini terasa beda banget memperlakukanku, pakai peluk segala, ada apa sih?” Renita berbalik tanya.
Aku sendiri tidak tahu kenapa, hanya gelengan kepala dengan senyum lebar kusematkan.
***
Sejak kejadian itu, aku tak lagi melihat Renita. Hubungan komunikasi telepon pun semakin jarang, nomor ponselnya sudah tidak aktif, aku semakin cemas. Kecurigaanku dengan sikap anehnya itu akhirnya membuahkan jawaban dari dugaanku semula. Sebelumnya, Renita tidak pernah mendiamkanku atau berniat memutuskan komunikasi sampai jangka waktu panjang. Awalnya aku menduga dia ada masalah dengan kekasihnya, jadi mungkin saja kehadiranku sangat diperlukannya saat itu.
***
Kakiku melangkah pasti menuju rumah Renita, pintu depan terbuka. Betapa kagetnya diriku melihat ketakutan di wajah Renita saat menyadari aku bertandang ke rumahnya di pagi itu. Dia mencoba menutup pintu itu, tapi sempat kutahan dan aku akhirnya berhasil masuk ke dalam rumah. Rambutnya terlihat kusam, kaku, dan tak beraturan. Dia membalikkan tubuhnya dan berlari merangkulku, tangisnya pecah, hatiku hanyut merasakan kesedihannya.
“Maafkan aku ya, Lin. Aku selama ini tidak pernah mendengarkan nasehatmu, sungguh aku menyesal. Aku malu kejadian ini menimpa diriku,” ujar Renita seraya berurai air mata, terisak.
Dia malu mempunyai rambut jelek, rebondingnya tidak berhasil dan semakin membuat rambutnya semakin rusak.
“Apa yang harus kulakukan, Lin?” lanjutnya pasrah.
“Bagaimana kalau kamu segera menggunduli rambutmu, biarkan dia tumbuh dengan sendirinya, lalu untuk menutupinya, maka kenakanlah jilbab,” saranku saat itu akhirnya diterimanya. Rambutnya pun akhirnya diplontos menjadi botak, kemudian dia menggunakan jilbab. Semenjak itu dia berani keluar rumah seperti biasanya.
Perlahan, banyak pujian dari teman-teman terdekatnya seputar kecantikan dan aura wajahnya kian bercahaya. Aku sendiri merasakan keanggunan itu terpancar. Dorongan itu semakin mempertebal keimanan Renita, lalu dia berkata, “Baiklah, mulai saat ini aku akan selalu mengenakan jilbab biar pun rambutku sudah tumbuh lagi.”
Allah sama sekali tidak pernah meminta apa-apa dari setiap anugerah-Nya kepada kita. Jika kita rajin beribadah, bersyukur, ikhlas, dan menahan sabar, itu semua bukan untuk Allah, melainkan untuk diri sendiri, untuk kebaikan kita sendiri. Tidak sedikit pun Allah mengharapkan apa-apa dari kita, Allah Maha Kaya dan Maha Pengampun.
Hidayah itu datang, ketika teguran Allah Swt dirasakan oleh umat-Nya yang dikehendaki. Sungguh indahnya nikmat Allah bagi kita yang mau mengambil hikmah dari kisah perjalanan hidup ini. Jangan pernah mendustakan nikmat Allah dari hal terkecil sekali pun.
Diceritakan kembali oleh Jay Wijayanti.