Foto ilustrasi diambil dari istock.
Harapanku untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi pupus sudah. Meskipun aku anak tunggal, orang tuaku bukanlah orang yang kaya. Sewaktu SMA, hari-hari aku habiskan untuk bekerja karena tidak setiap bulan orang tuaku memberikan uang bulanan untuk membayar sekolah.
Jadi apabila orang tuaku tidak memberikan uang, aku sendiri yang membayarnya dari hasil kerjaku, dan alhamdulilah pengajuan beasiswa berhasil aku dapatkan. Selain itu tanpa sepengetahuanku, salah satu ibu guruku memasukan 1 lagi beasiswa untuk kategori ketrampilan, karena aku mewakili sekolah untuk ikut lomba menari. Aku sangat bersyukur karena dapat membantu meringankan biaya sekolah dan membeli buku.
Mendekati ujian, alhamdulilah ayah memberi uang untuk membayar uang ujian, meski harus menjual sapi peliharaan satu-satunya. Ujian aku lalui tanpa ada halangan, lalu hari-hari yang mendebarkan telah tiba yaitu hari pengumuman kelulusan dan alhamdulilah aku lulus dengan nilai yang memuaskan. Setelah pengambilan ijasah, aku utarakan niatku kepada kedua orang tuaku kalau aku ingin bekerja keluar negeri. Tapi ayah tidak menjawab iya atau tidak, sedangkan ibu menjawab, “Gak usah, biar ibu yang bekerja keluar negeri.” Walaupun demikian, aku tetap pada pendirianku, aku ingin kerja keluar negeri untuk biaya kuliahku.
Akhirnya orang tuaku memberi izin untuk bekerja keluar negeri dengan tujuan Singapore. Bulan November 2007, aku dibawa ke Jakarta oleh sponsorku. Di PJTKI, aku hanya menunggu 28 hari. Ketika sampai di Singapore, aku diharuskan lulus entry-tes, dan apabila tidak lulus aku diharuskan pulang ke Indonesia. Alhamdulilah, aku dapat langsung lulus hanya dengan sekali entry-tes dan aku langsung dibawa ke kantor agensi. Setelah menunggu beberapa jam, majikan menjemputku.
Alhamdulilah, di sini aku mendapatkan majikan yang baik dan pengertian. Aku menjaga 2 anak dan membantu nenek (penglihatan nenek kurang baik).
Tak terasa 1 bulan aku lalui dan majikan perempuan memberikan sisa gajiku setelah dipotong untuk agensi dan ternyata majikan juga membelikan satu pasang baju. Tak terasa ada butiran bening mengalir di pipiku. Di waktu ulang tahunku, majikan memberikan kejutan untukku, mereka membelikan kue ulang tahun.
1 tahun sudah aku bekerja di Singapore, cobaan datang silih berganti menerpa keluarga majikan, dari kakak (panggilan untuk anak perempuan yang aku asuh), majikan perempuan, lalu nenek. Setelah itu tidak setiap bulan aku mendapatkan gaji. Kadang 2 bulan atau 3 bulan sekali majikan baru memberikan gaji kepadaku. Itupun aku memintanya, mungkin kalau aku tidak memintanya gajiku tidak dibayar. Walaupun demikian, aku hanya mendapatkan sebagian dari gaji yang ditunggak.
Aku tetap bersabar dan memahami keadaan majikanku karena sekarang majikan perempuan sudah tidak bekerja. Beberapa bulan kemudian, aku memberikan alasan bahwa ayah dan ibu membutuhkan uang, jadi aku meminta semua gajiku. Setelah mendapatkan semua gaji, aku meminta bantuan majikan untuk mengirimkan gajiku. Keesokan harinya, aku meminta bukti pengiriman (kwitansi) pengiriman uang karena aku harus memberitahu nompr pin untuk pengambilan uang kiriman di kantor pos.
Ternyata majikanku mengatakan bahwa dia lupa mengambil bukti pengiriman (kwitansi), dan nanti siang dia akan mengirim SMS (pesan pendek) untuk memberi tahu nomor pinnya. Tak lama setelah aku memberi tahu nomor pin kepada keluargaku, aku terkejut karena nilai tukarnya jauh di bawah perkiraanku. Kalau 2 bulan gaji, nilai tukarnya kira-kira mencapai Rp. 4 juta lebih. Tapi keluargaku di Indonesia hanya menerima Rp. 2 juta. Aku berpikir mungkin hanya 1 bulan gajiku yang dikirimkan, tapi aku tidak berani menanyakannya kepada majikan. Aku hanya cerita dengan ustadah.
Waktu medical ke-3, aku tunggu-tunggu tapi tidak ada panggilan. Perasaanku mulai was-was. Akhirnya, pada Jumat sore tiba-tiba majikan perempuan menelponku dan ingin bicara denganku. Di telepon, majikan memberitahuku jika hari minggu aku terpaksa harus pulang ke Indonesia. Aku terkejut dengan berita kepulanganku, apalagi mendadak. Itu semua karena selama 2 bulan majikan tidak membayar pajak dan mengharuskan aku untuk pulang. Pada saat itu aku langsung menghubungi agensi untuk meminta bantuan, tapi agensi tidak dapat membantu, karena pihak pemerintah tidak mengirimkan surat kepulanganku untuk agensi. Dan jalan terakhir jika ingin terus bekerja di Negeri Singa adalah harus proses awal.
Selama 4 bulan di Indonesia, aku mengutarakan niatku untuk merantau lagi. Kali ini dengan tujuan ke Negara Hongkong, dan orang tuaku pun merestuinya.
Kali ini aku berada di PJTKI Surabaya yang sangat ternama. Di sini aku sempat putus asa, karena aku menunggu selama 6 bulan, dan selama 6 bulan itu aku di tolak 2 kali. Untuk di Negeri Beton ini, aku mendapatkan pekerjaan menjaga seorang nenek yang lumayan cerewet.
Setelah 5 bulan berlalu, pada suatu pagi nenek memanggilku dan dia mengancam akan memulangkan aku ke Indonesia. Katanya aku tidak bisa masak, bahasa juga tidak paham. Tetapi beruntung, majikan mempertahankanku dan selalu mengajari aku tentang masakan Chinese. Apabila aku tidak paham Bahasa Kanton, majikan akan mengulangi dengan Bahasa Inggris.
11 bulan telah aku jalani, kali ini aku mulai tidak tahan dengan sikap nenek yang cerewet, dan semua pekerjaan yang aku kerjakan selalu salah di matanya. Pada akhirnya, aku memutuskan kontrak, dan dalam hitungan jam, aku sudah mendapatkan majikan baru. Di tempat baru aku mendapatkan pekerjaan menjaga 1 anak dan semua pekerjaan rumah.
Setelah aku bekerja selama 10 hari, agensi memberi kabar jika aku harus menunggu visa di luar Hongkong, dan aku memutuskan untuk menunggu di Macau. Selama 1 bulan 2 minggu aku menunggu, dan setelah pemerintah Hongkong mengeluarkan visa, akupun segera kembali ke Hongkong.
Setiba di Hongkong, aku langsung menuju kantor agensi, dan ternyata agensi memberi kabar kalau majikan membatalkan kontrak karena majikan sakit dan tidak bekerja, mereka takut tidak mampu membayar gajiku. Akupun memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan mencoba peruntungan di negeri lain.
3 bulan aku berkumpul dengan orang tuaku, setelah Lebaran Idul Fitri aku berangkat ke PJTKI dengan semangat baru dan doa-doa dari orang yang aku sayangi. Setelah melewati 2 bulan, aku berangkat ke Taiwan.
Sesampai di Taiwan dan dalam perjalanan menuju rumah majikan, penerjemahku memberi tahu jika majikan perempuan lumayan cerewet dan tidak suka dengan pembantu yang bodoh, serta di rumah majikan masih ada 1 orang pembantu yang juga berasal dari Indonesia.
Walaupun ada teman sesama dari Indonesia, tetapi dia tidak pernah berbicara denganku, alasannya karena majikan tidak suka melihat pembantu berbicara. Selain itu aku di sini bukan menjaga orang tua, melainkan diminta untuk membantu di toko arak. Aku dan temanku setiap harinya membungkus arak kurang lebih sampai 250 bungkus, dan kalau toko sedang ramai, masalah bersih-bersih menjadi nomer 2.
Setelah aku bekerja selama 10 bulan, kembali timbul masalah. Ditemukan jika surat dokter yang digunakan majikan adalah palsu. Walaupun demikian, majikan tetap tidak mengizinkan aku pindah majikan, karena aku sudah paham cara kerja di toko maupun di rumah. Tetapi aku tetap ingin pindah karena di sini aku tidak mendapatkan hak-hak aku sebagai BMI, misalnya gajiku setiap bulan langsung ditabung di bank tanpa memberiku sepeser pun.
Akhirnya aku memberanikan diri melapor ke 1955 dan meminta bantuan supaya majikan memberikan kebebasan untuk pindah majikan. Tepat 2 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri, agensi menjemputku, dan aku mendapatkan pekerjaan baru untuk menjaga seorang nenek. Aku bersyukur mendapatkan majikan yang baik dan di sini aku hanya tinggal bersama nenek, pekerjaanku pun sangat ringan.
Setelah Tahun Baru Chinese, aku dan nenek dibawa ke daerah Chungli, karena setiap bulannya nenek harus check-up ke dokter. Setiap bulan setelah check-up, kesehatan nenek semakin memburuk. Akhirnya anak-anak nenek memutuskan untuk merawat nenek di rumah sakit. Tak diduga nenek yang aku jaga pun meninggal, padahal sebelum nenek meninggal, aku bermimpi kalau nenek membutuhkan oksigen, aku tidak terpikir jika itu bertanda dia akan pergi selamanya. Sehari sebelum nenek dikremasi, agensi menjemputku dan sorenya aku langsung diantar ke rumah majikan yang baru.
Alhamdulilah di majikan yang baru ini, pekerjaanku sangat ringan. Aku diperbolehkan puasa, libur serta sholat, tetapi untuk sholat hanya malam hari, aku diperbolehkan melaksanakannya.
Belum genap sebulan aku sembunyi-sembunyi melaksanakan sholat zhuhur, apes!!!
Nenek mengetahuinya dan dia sangat marah. Nenek langsung menghubungi majikan dan majikan menyuruh penerjemah datang. Walaupun setelah penerjemahku menjelaskan budaya orang muslim, tetapi nenek tetap tidak mengizinkanku sholat siang hari. Semenjak peristiwa sholat, semua yang aku lakukan tidak pernah dianggap benar oleh nenek. Barang-barang punyaku pun suka diaturnya, bahkan kalau aku membeli sesuatu, dia bilang buang-buang uang. Tapi aku berusaha sabar dan bertahan karena kontrakku tinggal 1 tahun lagi dan aku ingin mewujudkan cita-cita dan mimpiku.
The End