Pada suatu hari diriku bagai disambar petir. Suamiku yang kucintai dan kusayangi telah menyakiti hatiku. Aku hanya bisa bersabar dan bersabar. Aku seorang istri yang sudah dikaruniai dua orang anak. Mulanya kami hidup bahagia dan pernikahan kami sudah berumur 15 tahun lebih. Tapi kenapa suamiku bisa berbuat seperti itu? Dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun kulalui dan pada suatu hari akhirnya kuputuskan untuk pergi ke negeri Formosa ini untuk mencari rezeki demi masa depan anak-anakku yang lebih baik nantinya.
Singkat cerita, aku sampai di negeri Formosa dan mendapat job untuk menjaga akong. Akong-ku baik tapi Ama-ku yang sangat cerewet. Setiap harinya kulalui dengan baik walau aku sedikit menyimpan sakit hati karena semprotan Ama-ku.
Di suatu malam aku ditelepon suamiku. Tiada angin tiada hujan, aku langsung disumpah serapah olehnya. Aku hanya bisa diam tanpa kata. Hatiku terasa hancur sekali saat itu. Sudah kesekian kalinya suamiku menyakiti hatiku dan pada akhirnya aku memutuskan hubungan dengan suamiku. Selang beberapa bulan aku tidak berhubungan telepon dengannya, dia tiba-tiba menyatakan bahwa dia ingin bercerai denganku. Bukan kata maaf yang kudapat atas kesalahannya malah kata cerai yang diucapkan bibirnya. Betapa aku terkejut mendengar kata itu dan aku hanya bisa berkata, ya Tuhan… Cobaan apa yang kau berikan padaku? Dia bahkan mengancam tak akan pernah mempertemukan aku dengan anak-anakku lagi. Dia berencana untuk membawa pergi kedua anakku tanpa memberitahuku kemana. Betapa hancurnya hatiku saat itu bila aku benar-benar tak akan bertemu dengan anak-anakku lagi. Oh Tuhan… Kuatkanlah hatiku.
Aku begitu stressnya setiap malam. Menangis, melamun dan membayangkan bagaimana jika benar, aku tidak akan pernah bertemu dengan kedua anakku lagi? Sungguh tak terbayangkan rasanya. Tepat disaat itu, aku dikejutkan oleh dering ponselku yang menandakan masuknya sebuah sms. Ternyata dari seseorang yang mengajak kenalan, tak kuhiraukan, pasti hanya sekedar iseng! Tapi semakin tak hiraukan, semakin banyak sms yang datang sampai akhirnya hatiku pun tersentuh untuk membalasnya dan orang di seberang senang sekali. Dia seorang cowok, sebut saja ‘SJ’. Sejak saat itu, aku kenalan dengannya dan hari-hari kujalani dengan menelepon dan sms dengannya.
Lama kelamaan hubungan kami seperti adik dan kakak. Kepedihanku pun perlahan menghilang dengan obrolan, canda dan tawa. Tapi suatu hari aku dibuatnya terkejut, dia menyatakan cinta dan sayangnya padaku dengan bersungguh hati. Tak pernah terlintas dalam pikiranku bisa begini akhirnya karena aku sudah pernah mengatakan dengan jelas bahwa aku telah bersuami dan dua anak dari buah pernikahanku. Kuingatkan dia, dan dia hanya berkata:
“Iya, aku tahu…”
“Linda… Mencintai dan menyayangi bukan berarti harus memiliki kan? Aku tahu kamu milik orang lain, aku tak akan menganggu keluargamu. Aku hanya ingin kita jadi sahabat baik. Linda… aku bangga sekali bisa kenal kamu. Andai istriku dulu seperti kamu, aku pasti tidak akan meninggalkan dia, Linda. Mungkinkah suatu hari nanti aku bisa mendaparkan seorang istri seperti kamu? Sayang, sabar dan pengertian. Betapa senangnya suamimu punya istri seperti kamu, Linda. Pasti suamimu sangat sayang padamu.”
Dengan perlahan aku menjawab, “iya…”
‘Suamiku sangat sayang padaku…’ Dengan berat hati, kuucapkan kalimat itu…
Kenyataannya suamiku hanya bisa menyakitiku…
Sore itu aku duduk di belakang rumah memikirkan nasibku. Hati ini berkata, seandainya suamiku sayang kepadaku seperti temanku ini, betapa bahagianya hatiku. Tapi kenapa semua itu, suamiku lakukan padaku? Apa salahku sehingga dia tega memperlakukan aku seperti itu?
Ya Tuhan… Maafkan semua kesalahan suamiku. Mungkinkah pada suatu hari nanti suamiku akan berubah, menyesali kesalahannya? Ya Tuhan… Berikanlah aku kebahagiaan setelah aku pulang dari negeri Formosa ini.
Aku hanya inginkan kebahagiaan dalam hidup ini…
SJ-lah yang menemani hari-hariku yang penuh dengan kesedihan. Dia menghibur dan menemani aku, memberiku semangat. Aku sangat bahagia sekali. Seandainya suamiku seperti dia, betapa bahagianya diriku walau hubungan kami hanya sebatas teman. Kami sungguh merasakan kebahagiaan itu. Kehadiran SJ sangat menghiburku.
Ya Tuhan… Aku hanya bisa berdoa semoga Engkau memberikan kebahagiaan pada temanku yang telah memberiku banyak perhatian dan kasih sayang. Semoga Engkau memberikan juga seorang istri seperti apa yang dia inginkan.
Suatu hari majikanku menyuruhku untuk pergi mengambil obat dan kebetulan tempatnya ada di dekat taman dan di sana juga ada ada sebuah bank. Kebetulan sekali waktu itu SJ sedang keluar ke bank untuk mengirim uang kepada orang tuanya di Indonesia. Dia sedang duduk di pinggir jalan, menunggu bus dan melihatku, spontan dia memanggil namaku. Aku pun berhenti dan mencari-cari siapa yang memanggil namaku. Dia mendekatiku dan tanpa kata-kata dia langsung memelukku. Dengan lembut dia memanggil namaku,
“Linda… Mimpi apa aku semalam bisa bertemu kamu di sini?”
Aku sangat terharu sekali. Perlahan kulepaskan pelukkannya, kami pun sempat ngobrol sebentar dan tidak terasa waktu sudah sore, aku pamit pulang.
Ketika berpamitan, dia memandangku dengan mata berbinar seakan ingin menangis dan dia berkata:
“Linda… kapan kita bisa bertemu lagi?”
“Bila Tuhan mengijinkan, suatu hari nanti kita pasti bertemu lagi.”
Setelah lewat beberapa lamanya, akhirnya kami bisa bertemu lagi. Kali ini sebulan sekali walau hanya sebentar karena aku tidak ada hari libur, tapi aku sudah cukup senang dan stress pun hilang. Namun Tuhan menghendaki lain karena tepat pada Januasi 2010, Akong-ku meninggal bukan karena sakit namun karena faktor umur. Sebelum aku sempat berbicara dengan SJ, SJ sudah terlebih dahulu menelepon aku dan menanyakan kondisiku. Dia merasakan perasaan yang tidak enak terhadap diriku dan membujukku untuk bercerita. Aku mengatakan semuanya dan dia sangat terkejut,
“Mungkin Tuhan menghendaki lain dengan pertemuan kita, mas… Sabar yah… Aku sudah dapat majikan lagi kok mas di Taipei. Mungkin kita tidak bisa bertemu lagi. Tapi tetap bisa kontak lewat telepon. Jangan sampai persaudaraan kita putus karena jauhnya jarak.”
“Walaupun aku tidak bisa memiliki dirimu, setidaknya aku sungguh menyayangi kamu, Linda. Seandainya kamu belum bersuami, aku akan mencintai dan menyayangimu dengan setulus hatiku. Hanya saja sayang sekali, kamu sudah bersuami dan dia sangat menyayangimu.”
“Iya, mas… Suamiku sangat menyayangiku.” Walau hati ini bagai disayat pedang dengan lidah kaku kuucapkan juga kalimat itu.
“Nda, doain aku juga yah. Kelak memiliki istri seperti kamu.”
“Iya, Mas…”
Seiring berjalannya waktu, tinggal satu hari lagi sebelum keberangkatanku ke Taipei. Hari itu aku diberikan waktu libur 2 jam, tentu tidak kusia-siakan waktu itu. Kami segera bertemu taman, hanya sekedar ngobrol dan pergi makan. Saat aku pamit dengannya, dia meraih tanganku dan menciumnya. Aku tak sanggup menahan air mata ini.
“Linda, jangan lupakan aku, yah…” kulepaskan genggaman tangannya dan kuanggukan kepalaku, aku pergi dengan berat hati meninggalkan dia. Kalimat terakhirku,
“Assalamualaikum…”
“Wa’allaikumsallam…” dengan deraian air mata dia melambaikan tangannya. Samar-samar kudengar suaranya memanggil namaku, aku terus mengayuhkan sepedaku semakin menjauh darinya.
Sejak saat itu, kami berpisah. Tapi tak bisa kulupakan kenangan manis bersama dengan dia. Aku berdoai kelak dia mendapat istri seperti yang dia inginkan. Aku juga, berharap suamiku berubah baik, sabar dan sayang padaku serta anak-anakku seperti yang kuingin.
Hari-hari di Taipei sangat menyenangkan. Majikan dan Ama-ku sangat baik, tidak terasa waktu begitu cepat berjalan walau aku tidak mendapat libur.
Tiba-tiba di suatu malam yang indah, ketika aku sedang asyik mendengar musik, ponsel-ku berbunyi. Namun yang terpampang adalah nama suamiku disana, aku malas sekali menghiraukan dia. Tapi dia tetap tidak menyerah, dia meng-sms-ku dengan alasan ‘Penting!’ Akhirnya aku mengangkat telepon darinya dan terdengar suaranya yang menangis di seberang sana. Dia menyesali segala kesalahannya dan meminta maaf kepadaku. Aku pun memaafkan dia dan kami pun berbaikan.
Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau telah mengabulkan doaku. Semoga suamiku bisa bertobat seumur hidupnya dan kami pun bisa menjalani hidup ini dengan bahagia. Amin Ya Alloh Robal Alamin…