Foto ilustrasi diambil dari VectorToons.com.
Siapa yang menyangka jika hidup wanita berkulit putih, kalem, bermata sipit dan anggun dengan balutan hijabnya itu, harus berakhir ditempat yang tidak seharusnya dia berada disana. Rumah sakit jiwa. Ya, belum genap dua minggu Novi harus menghabiskan waktu bersama orang-orang yang terganggu jiwanya.
Pertemuan Indah
Masih kuingat betul, lepas Isya kala itu di teras sebuah masjid. Mata sipit Novi bertubrukan dengan pandangan dari salah satu rombongan laki-laki yang kebetulan sedang berkumpul di teras masjid juga. Aku kenal betul siapa seorang Novi Fitria. Perempuan cantik yang kukenal sejak duduk dibangku sekolah dasar. Rumahku dan rumahnya hanya berjarak beberapa meter saja. Meski beda sekolah, aku dan Novi teman sepermainan yang dekat satu sama lain. Dari baju bahkan kami sering kembaran.
Novi orangnya lebih banyak diam. Hanya tersenyum saja jika ada leluconku. Walau sifat kami berbeda, namun kedekatan ini membuat hubungan keluarga juga seperti saudara. Tak heran jika aku kadang makan di rumahnya Novi, begitupun sebaliknya. Aku bungsu dari empat bersaudara, sedang Novi sulung dari dua bersaudara.
Masa kecil kami diwarnai dengan banyak cerita. Pernah Novi menangis gara-gara digoda sama teman laki-laki sepermainan kami. Novi sangat pemalu. Ia pun lebih dekat dengan ayahnya. Kalau ada apa-apa, tempat bercerita ialah ayahnya. Dari masalah rumah, sekolah, maupun tentang teman-temannya, orang yang pertama kali tahu ayahnya. Aku sendiri heran kenapa Novi bisa selengket itu. Beda sekali dengan adiknya Novi yang cenderung dekat sama ibunya, seperti aku sama ibuku.
Hingga tak terasa, waktu telah mengantarkan kami menjadi sosok gadis-gadis yang mulai pintar menata diri. Baik dari cara berpakaian, berperilaku, dan berbicara. Kami gemar masuk ke dalam organisasi kepemudaan. Di lingkungan rumah, aku dan Novi seperti sepasang kembar yang beda ayah ibu. Lepas SMU pun kami tetap menjadi sahabat baik. Aku sudah memiliki kekasih. Namun Novi yang pemalu lebih memilih ‘single’ saja sambil meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Saat kuliah ini, kami berbeda kampus. Meskipun sama-sama memiliki kesibukan, persahabatan kami tak lantas renggang.
Masa menjadi anak kuliahan ini, suatu malam Novi bertemu dengan Bagus. Dari tatap mata Novi yang sipit, aku merasakan sesuatu yang berbeda. Entah mengapa, malam itu laki-laki yang beruntung bisa menarik perhatian Novi pun sepertinya memiliki getaran hati yang sama. Diam-diam kuamati keduanya. Sama-sama grogi.
Sehari setelah peristiwa malam itu di teras masjid, Novi jadi sedikit berubah. Dia mulai menanyakan hubunganku dengan kekasih. Bagaimana aku dulu bertemu, bagaimana aku bisa jadian, gimana perasaanku punya pasangan, yah…seputar perasaan. Dan itu hampir tidak pernah Novi tanyakan selama persahabatanku dengannya.
Tanpa sepengetahuan sahabatku yang cantik, aku menyelidiki siapa Bagus. Ternyata, dia bekerja disebuah percetakan. Orangnya hampir sama sifatnya seperti Novi yang pendiam. Tiga bersaudara dari keluarga sederhana. Ah, syukurlah. Cinta pertama Novi jatuh pada orang yang tepat, yakni Bagus. Berikutnya aku tinggal menyusun rencana agar keduanya bisa lebih dekat. Syukur-syukur segera jadian. Tapi kalau jadian untuk menjadi sepasang kekasih, rasanya tidak mungkin. Soalnya Novi tidak suka pacaran sebelum menikah. Ya, semoga saja bisa jadian untuk menjadi calon sepasang pengantin. Harapku.
Akhirnya…
Kalau sudah jodoh, tak akan kemana. Begitu mungkin pepatah yang sudah tidak asing lagi. Setelah melalui proses yang membuat jantung tidak karuan, walaupun yang mengalami hanya sahabatku, Novi dilamar Bagus. Pernikahan lumayan meriah pun digelar. Akhirnya, temanku yang pemalu mendapatkan jodohnya juga yang sesuai dengan keinginannya. Aku sebagai sahabatnya, lebih berbahagia daripada Novi sendiri.
Tahun pertama perkawinan, Allah SWT belum menitipkan anugerah keturunan atas pernikahan Novi. Sebagai anak sulung dari dua bersaudara, Novi diminta orangtuanya untuk tetap tinggal bersama orangtuanya. Meskipun jika dilihat secara finansial, keduanya mampu berdiri sendiri menjalani kehidupan. Sempat Novi bercerita padaku tentang keadaan kesehatan suaminya. Rupanya, Bagus memiliki penyakit epilepsi. Itu membuat Bagus memiliki kondisi kesehatan yang lemah. Jika ada masalah yang membuat pikirannya penat, maka penyakitnya kadang kambuh.
Hal tersebut yang membuat Novi mencari tempat untuk berkeluh. Tak lain yakni ayahnya. Dengan ayahnya, Novi sering membagi masalah yang dialami keluarga kecilnya. Tahun-tahun berganti. Aku yang belakangan menikah, sudah memiliki satu anak di tahun pertama pernikahan. Sedangkan Novi hingga tahun ke delapan pernikahan, belum juga dikaruniai keturunan. Berbagai macam cara untuk bisa hamil ditempuh. Ke dokter maupun ke pengobatan alternatif sudah dijalani. Hingga suatu hari, Novi tidak mendapatkan tamu bulanannya. Harap-harap cemas, setelah lewat dua minggu ia periksakan ke dokter.
Dan keputusan dokter tentu saja mengagetkan sekaligus membahagiakan Novi. Ia hamil. Air mata bahagia tumpah. Syukur yang tak terhingga akan kenyataan membahagiakannya itu. Baru sebulan mengandung, ayah Novi mendadak sakit. Rupanya penyakit lama ayahnya kambuh. Sudah bertahun-tahun ayahnya mengidap penyakit darah tinggi. Entah karena apa, karena penyakitnya juga ayah Novi harus dilarikan ke rumah sakit.
Beberapa hari di rumah sakit, pulang balik mengurusi ayah dan juga suaminya, Novi mulai merasakan lelah. Sebuah SMS keluhan dialamatkan ke nomer hpku. Aku hanya bisa mendoakannya dan memintanya untuk bersabar. Sampai suatu malam, sebuah SMS kembali dari Novi yang mengabarkan kalau ayahnya telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Beliau meninggal ditunggui Novi. Innalillahi…
Kehamilan pertamanya setelah delapan tahun menikah rupanya harus diuji dengan kenyataan kalau ayahnya harus berpulang sebelum sempat melihat cucu dari anak kesayangannya. Rasa sedih, lelah, pikiran yang penat, juga keadaan suami yang tidak bisa menjadi tempat berkeluh akhirnya membuat Novi drop. Dia sakit.
Seminggu setelah ayahnya meninggal, sebuah kenyataan pahit harus ia terima. Janin yang belum berusia dua bulan, ternyata tidak bisa bertahan di rahim Novi. Sahabatku yang cantik mengalami keguguran. Astaghfirullah…untuk kedua kalinya, Novi harus kehilangan orang yang sangat dicintainya. Ayah dan calon bayi yang delapan tahun dinantikannya.
Sekuat-kuatnya perempuan yang tegar menghadapi cobaan hidup, namun ia sebenarnya tak sekuat yang dilihat orang lain. Novi shock. Ia sering diam dan menangis. Bahkan diam-diam Novi pergi dari rumah dan tidur semalaman di makam ayahnya. Keluarganya terutama ibu dan suaminya sudah kebingungan mencari dan syukurnya ada tetangga yang melihat Novi di komplek pemakaman lalu mengajaknya pulang.
Tidak hanya itu, pernah suatu hari Novi pergi dari rumah tanpa sepeserpun uang. Dan lagi-lagi ada orang yang baik yang mengantarkannya kembali ke rumah. Kondisi kejiwaan Novi terganggu. Sudah beberapa kali menghilang, dan akhirnya ditemukan. Melihat kenyataan tersebut, ibu dan suaminya semakin sedih dan khawatir jika terjadi sesuatu sama Novi. Setelah melalui permusyawarahan keluarga, Novi harus menjalani terapi. Ia harus dirawat di rumah sakit jiwa.
*********
Airmataku meleleh saat menjenguknya diantara orang-orang yang terganggu jiwanya. Tak seharusnya kamu disitu, Nov. Sungguh cobaan hidup yang kau alami terlalu berat. Tetapi bersabarlah, Nov, tempatmu bukan disana. Kau akan sembuh kembali dan pulang ke rumahmu dengan keadaan yang sehat. Allah punya rencana baik setelah penderitaanmu.
Diceritakan kembali oleh Enno Salsa