Di depan sebuah rumah terpampang tulisan Eva’s Salon. Ketika IndosuarA memasuki halaman rumah, disambut oleh seorang ibu muda cantik, sang pemilik salon. Saat IndosuarA bertemu ibu 3 anak ini, tak menyangka jika usianya sudah akan menjelang akhir masa 30-an. Wajahnya cantik walaupun tak dandan. Rambutnya yang terurai membuat ibu yang pernah bekerja di Taiwan selama 2 tahun ini menjadi terlihat lebih muda. Benar saja, mungkin karena ia dikenal sebagai perias pengantin dan mempunyai salon kecantikan yang membuatnya tampak awet muda. Usaha ibu muda ini tak hanya salon saja, melainkan jasa laundry dan toko bahan-bahan sembako. Eva, begitulah panggilannya. Ia bersyukur telah bekerja di Taiwan yang membuahkan salon kecantikan. Belasan tahun yang lalu, ia berjuang meraup dolar Taiwan sebagai pembantu rumah tangga dan penjaga orang tua. Tak hanya tabungan yang ia bawa pulang, tetapi juga bekal ilmu usaha salon kecantikan. Ingin tahu rahasia sukses Eva? Simak obrolan IndosuarA saat berkunjung ke rumahnya di kawasan Surabaya timur.
Ogah Pergi ke Taiwan
Pada tahun 1998 Eva didorong sang ibu untuk bekerja di luar negeri karena banyak teman-temannya pada saat itu pergi ke sana. Awalnya ia tidak mau karena di Surabaya sudah kerja di pabrik rokok, gaji yang ia terima pun cukup lumayan baginya. Tiba-tiba sang ibunda merantau bekerja ke Singapore. Mau tidak mau Eva malu melihat sang ibunda yang sudah terlebih dahulu merantau menjadi TKW ke negeri orang. Akhirnya Eva mengikuti jejak sang ibunda menjadi TKW. Ia mendaftar menjadi TKW tanpa modal yang besar seperti banyak TKW sekarang ini yang harus mengeluarkan modal cukup besar hingga puluhan juta. Eva mengaku hanya cukup mendaftar di sebuah agensi di Surabaya yang merupakan salah satu cabang PT di Jakarta. Akhirnya Eva memberanikan diri menjadi calon TKW. Ia dikirim ke bogor untuk mengikuti BLK (Balai Latihan Kerja). Uniknya, para calon pekerja ini (TKW) harus memangkas rambutnya hingga cepak seperti potongan lelaki. Setelah 23 hari di BLK, Eva diberangkatkan ke Taiwan.
Jaga Ama Sambil Belajar Salon
Sekitar tahun 1999, Eva diberangkatkan ke Taiwan. Ia mendapat pekerjaan menjaga ama yang sudah koma. Disamping menjaga ama, Eva juga diberi pekerjaan lain seperti membersihkan rumah, mencuci pakaian dan menjaga salon. Semua itu Eva lakoni dengan sabar tanpa keluhan. Kebetulan sang ama mempunyai sebuah salon yang dikelola anaknya (majikannya). Akhirnya sang majikan meminta Eva untuk belajar salon. Tak butuh waktu lama Eva diberi kepercayaan untuk memulai pekerjaan kecil seperti mencuci rambut para pelanggan, dan menjual barang-barang salon hingga diberi kesempatan untuk belajar rebounding.
Eva mengaku tak ada kesulitan sedikit pun dalam pekerjaannya. Bahkan kendala bahasa pun sanggup ia lewati sehingga ada banyak pelanggan salon yang menyukainya. Rahasianya, meski awalnya Eva ogah untuk berangkat ke Taiwan, tetapi ketika ia memutuskan untuk pergi, Eva tidak hanya sekedar mempersiapkan mentalnya, namun juga mempersiapkan skill dan bahasa. Sebelum berangkat Eva belajar sendiri kosakata Mandarin. Ketika ada di BLK untuk diberi pengajaran bahasa Mandarin, Eva tidak mendapat kesulitan. Selama di Taiwan pun Eva memanfaatkannya untuk belajar bahasa Mandarin dari lingkungan tempat di mana ia bekerja. Terbukti, karena kegigihannya dalam berbahasa Mandarin, Eva bisa berkomunikasi dengan baik sehingga dalam bekerja Eva juga bisa unggul dari teman-teman lokalnya.
Eva (paling kanan) saat di BLK tahun 1999.
Saat menjual barang-barang salon, ia mendapat insentif lebih besar dari teman-temannya orang lokal. Sang majikan yang melihat prestasi Eva pun akhirnya membuat training kecil bagi para penjaga salonnya. Di depan teman-teman Eva, sang majikan memujinya sebagai orang Indonesia yang ulet dan rajin. Semenjak pertemuan itu, teman-teman Eva lebih giat dalam bekerja. Sejak saat itu, teman-temannya sering iri melihat pekerjaan Eva. Apalagi jika ada pelanggan yang meminta Eva untuk melayaninya. Meski begitu, Eva tetap menjaga hubungan baik dengan teman-temannya.
Eva adalah sosok yang bisa mengambil hati orang-orang lokal. Ketika teman-temannya marah atau sedang membicarakan Eva, bergegas ia langsung menghampiri temannya untuk berkonsolidasi atau meminta maaf sambil tersenyum. Serempak hati teman-temannya yang panas menjadi dingin dan mereka bisa bersahabat kembali. Karena sikap Eva yang sangat bersahabat itu, akhirnya banyak temannya yang mengajak Eva jalan saat liburan. Ia mengaku sering pergi ke luar kota bersama teman-teman salonnya. Bahkan Eva dikenalkan dengan salah satu model di Taiwan. Ketika Eva pulang, sang model pun memberikan banyak baju-baju bekas yang masih bagus untuk Eva. Pertemanan mereka pun sangat akrab.
Eva mengaku menikmati kehidupannya di Taiwan. Ia diberi hari libur setiap minggunya dan diperbolehkan untuk pergi ke mana saja oleh majikannya, dengan catatan semua pekerjaan harus beres. Majikan Eva cukup disiplin jika berurusan dengan pekerjaan. Mereka memperbolehkan Eva berlibur, asal saat bekerja Eva harus sungguh-sungguh, tak boleh mengantuk atau tidak fokus. Terbukti bahwa pekerjaan Eva sangat baik sehingga keluarga majikan pun menyukainya. Ketika Eva berulang tahun, sang majikan merayakan ulang tahunnya di restoran mewah. Ketika Eva harus pulang ke Indonesia karena sang ama yang dijaganya meninggal, sang majikan juga memberikan pesangon ilmu salon maupun beberapa barang-barang salon diberikan pada Eva sebagai bekalnya untuk membuka salon.
Membuka Salon, Toko dan Jasa laundry
Ia bersyukur mempunyai majikan yang sangat baik. Nasibnya tidak seperti teman-temannya dulu yang pekerjaannya sangat memilukan seperti mengangkat barang-barang berat ke pasar, memerah susu sapi bahkan ada yang dijebloskan ke penjara karena dituduh mencuri emas. Meski nasibnya tidak seburuk teman-temannya, namun tugas Eva juga terbilang berat setiap harinya. Akan tetapi ia tak pernah protes sedikitpun sekalipun gaji bulanannya sebesar NT$ 15. 800 dipotong sekitar NT$ 2000 – 3000 untuk mengembalikan modal pinjaman (sponsor) dari PT, dan menabung. Eva mengaku tetap bisa hidup sejahtera di Taiwan. Bahkan ia bisa menghidupi keluarganya di Indonesia seperti membelikan sang adik sepeda motor baru dan lain-lain. Eva mempunyai cara yang smart untuk mengelola keuangannya. Gaji yang ia dapatkan (setelah dipotong biaya agensi dan dana tabungan) Eva memasukkan gajinya ke rekening saudaranya di Indonesia untuk ditabung. Mau tidak mau, ia harus bisa mencukupkan dirinya dengan apa yang ada dari hasil lemburan. Dengan mendapat Rp 10.000 dari hasil tabungan agensi dan beberapa juta hasil tabungannya, Eva bisa menyisihkan sebagian untuk memulai usaha di Indonesia.
Pengalamannya berjuang di negeri orang membuat Eva cukup tangguh menghadapi kendala di negeri sendiri. Ketika kembali ke Indonesia, ia disambut dengan hangatnya permasalahan krisis moneter. Tak ayal harga-harga bahan pokok pun melambung tinggi. Eva sempat syok dengan harga-harga di Indonesia. Meski begitu, ia tak mengurungkan niatnya untuk belajar memperdalam ilmu salonnya. Sebagian tabungannya, ia gunakan untuk kursus kecantikan di Esther Salon. Sambil bekerja di sana, Eva juga belajar di salon tersebut. Akhirnya ilmu Eva bertambah. Setahun setelah kepulangannya di Taiwan, Eva menikah. Setelah mempunyai anak, Eva berpikir bahwa ia tak bisa terus-terusan bekerja mengikuti orang. Ia harus mandiri agar bisa membagi waktu membesarkan anak-anaknya. Dengan modal sisa bekerja dari Taiwan, Eva nekat membuka salon kecil-kecilan di rumahnya. Usaha salonnya pun cukup laris. Eva banyak dipanggil untuk merias atau make up dari rumah ke rumah. Hasil keuntungan salonnya Eva gunakan untuk membuka usaha lain seperti toko bahan-bahan pokok di depan rumahnya. Selain itu, di rumah Eva juga digunakan untuk menerima jasa laundry dan dry clean. Rumah yang ditinggalinya, disulap menjadi tempat untuk 3 usaha sekaligus.
Kini Eva tinggal mewujudkan impian besarnya untuk membuka salon yang lebih besar dan mempunyai pegawai. Eva masih mengenang dan menyimpan erat nasihat atau ilmu salon yang ia dapatkan sewaktu di Taiwan. Eva ingin menggaji pegawainya dengan sistim insentif yang salonnya dulu terapkan padanya. Ia juga ingin mencari pegawai yang mau terjun langsung, tak hanya menjaga tetapi juga mau menjadi marketing membagikan brosur salonnya ke jalan-jalan bersamanya sebagai langkah awal pembukaan salon besarnya nanti. Semua ilmu itu ia dapatkan dari sang majikan hingga Eva tahu bagaimana cara membesarkan salon.
Eva berpesan bagi rekan-rekan BMI yang masih berjuang di Taiwan agar mereka tetap bekerja keras dengan kejujuran. Jika ada masalah harus dihadapi dengan cerdas. Orang Taiwan suka dengan pekerja yang cerdas dan inisiatif. Eva memberikan contoh dirinya yang ketika itu disuruh untuk memasukkan sejumlah uang yang sangat banyak di bank. Dengan inisiatif Eva menghitung uang di depan bosnya tanpa diminta. Hal ini untuk menjaga jika ada sesuatu yang kurang, Eva tidak dituduh atau dicela. Karena inisiatif dan kejujurannya, sang majikan lebih mempercayai Eva dengan hal-hal besar lainnya. Kini Eva meraih hasil dari kerja kerasnya selama di Taiwan. Ia pulang dengan membawa hasil materi dan juga ilmu yang bisa menghidupinya dan keluarganya hingga saat ini.
Sekalipun statusnya sebagai ibu rumah tangga yang cukup sibuk, saat ini Eva juga sering mengikuti kegiatan mengaji dan belajar marketing dari bisnis-bisnis MLM (multilevel marketing) produk kecantikan, alat rumah tangga dan tas. Memang kini ia tak seaktif dulu, namun karena kegigihannya mencari pelanggan di masa lalu, Eva tetap mendapat hasil dari bisnis MLM-nya yang mengalir ke rekeningnya, tanpa Eva bekerja. Salah satu hal yang membuat Eva terbilang sukses untuk membuka usaha adalah, ia tak pernah menyerah dan berani mencoba tantangan baru serta jeli melihat peluang. Sikap inilah yang patut ditiru rekan-rekan BMI saat pulang ke tanah air nantinya. (*/ml)