Dengan mengenakan baju merah dan memakai celana abu-abu ukuran 3/4, Bambang Rian (38) segera mengambil sebuah ember berwarna biru yang berisi pakan ternak. Waktu telah menunjukkan pukul 12.00 Wib, dan itu adalah waktunya bagi Bambang untuk memberi makan 3500 ekor ayam miliknya.
Bagi Bambang, merawat ayam sudah menjadi bagian dari ritual hidupnya. Sejak tahun 2006 silam, warga desa Bacem RT 02/RW 02 kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar ini mendirikan peternakan ayam. Sebelum mendirikan peternakan ayam, Bambang sempat menjadi menjadi buruh migrant di Taiwan. Selama bekerja di Taiwan, Bambang tidak berkutat di dunia peternakan melainkan di sebuah bengkel.
Lantas, mengapa Bambang saat ini malah tertarik membuka peternakan ayam? Saat ditemui, ayah dari satu orang anak ini mengatakan, sepulang dari Taiwan di tahun 2006, dirinya memang sengaja untuk tidak memilih membuka usaha bengkel. Pertimbangannya adalah tingginya tingkat kebutuhan masyarakat akan daging dan telur ayam.
” Saya juga tertarik dengan ayam, karena kandangnya jauh lebih bersih,” ujar Bambang.
Oleh karena itu, dengan modal Rp. 70 Juta, Bambang langsung membeli tanah sebagai aset lahan peternakan di Blitar. Dengan modal itu, Bambang sudah bisa membangun gudang, kandang dan 200 ekor ayam sebagai langkah awalnya.
Peternakan ayam yang dipilih Bambang merupakan langkah yang tepat, apalagi modal awal sebesar Rp. 70 Juta dalam tempo setahun bisa kembali. Hal ini dikarenaakan adanya penambahan usaha yang dilakukan Bambang, faktor harga telur ayam yang bagus pada saat itu juga ikut mempengaruhi percepatan kembali modal awal Bambang.
Seiring dengan berjalannya waktu, peternakan ayam yang dikelola Bambang semakin berkembang pesat. Setelah hanya memiliki 200 ekor ayam, pada saat ini jumlahnya bertambah menjadi 3500 ekor ayam. Jumlah itu belum termasuk 700 ekor ayam arab, 600 ekor bebek dan 20 ekor kambing. Penambahan ternak itu karena perputaran modal yang baik, sehingga keuntungannya dikembangkan ke ternak yang lain.
” Jumlah itu merupakan ayam dan bebek petelur maupun ayam dan bebek daging. Dengan adanya dua jenis ini, maka perputaran pakan jadi lebih mudah, apalagi etiap tahun harga pasti mengalami harga naik turun. Biasanya harga telur ayam turun, harga telur bebek naik. Turun naiknya tidak sama,” terangnya.
Dalam mengelola peternakan ayamnya, Bambang juga beruntung karena warga di desanya sebagian besar juga berprofesi sebagai peternak ayam, sehingga pakan yang dibutuhkan bisa dicari dengan mudah.
“Ekspor” Telur Ayam
Cerita kesuksesan Bambang tidak berhenti disitu saja. Distribusi telur ayam dari peternakan milik Bambang juga terbilang sukses. Dalam sehari, peternakan ayam miliknya bisa menghasilkan 1 hingga 1,5 kwintal telur.
Telur yang dihasilkan itu kemudian diambil oleh para penampung, untuk selanjutnya di”ekspor” ke Jakarta. Jakarta memang menjadi surga bagi para peternak ayam, karena dalam setiap harinya ada sekitar 500 truck pengangkut telur ayam (data Pemprov Jawa Timur) yang singgah di ibukota negara ini.
Bambang memiliki cita-cita untuk menambah jumlah ayam hingga 10 sampai 20 ribu ekor. Dengan jumlah itu, setidaknya bisa dihasilkan 3 – 5 ton telur ayam dalam sehari. Jika ini tercapai, Bambang bisa langsung mengirim telur ke Jawa Tengah dan Jakarta, tanpa harus melalui penampung.
Untuk mengurus peternakan ayam di lahan seluas 10 ribu meter persegi, Bambang tidak sendiri, ia dibantu 5 pegawainya. Dari peternakan ayam ini, dalam sehari jika harga stabil Bambang bisa mendapatkan penghasilan bersih sebesar Rp. 1 Juta. Jika tidak stabil, seperti harga telur turun, ia masih bisa mendapatkan Rp. 300 – 500 ribu.
Meski pendapatan yang diperolehnya tergolong besar dalam sehari, namun mengelola dan merawat ayam tidak semudah yang dibayangkan. Cobaan akan datang, terutama saat virus penyakit menyerang. Peternakan ayam yang dimiliki Bambang pernah dua kali terkena flu burung, bahkan ayam satu kandang pernah habis tidak tersisa.
Jika sudah demikian, Bambang harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli obat dan vaksin. ” Karena ini usaha perorangan, maka mulai perawatan hingga pengobatan semuanya ditanggung sendiri,” jelasnya.
Melawan Kemewahan
Dalam kesempatan yang sama, Bambang juga berbagi tips kepada buruh migrant yang saat masih mengadu nasib di luar negeri. Untuk bisa menjadi sukses, buruh migrant yang sudah kembali ke tanah air harus mampu melawan segala bentuk kemewahan, seperti memikirkan rumah dan kendaraan mewah.
Ia juga menyarankan kepada buruh migrant maupun masyarakat pada umumnya, jika memiliki modal yang cukup bisa berinvestasi awal di tanah. Mengapa tanah? karena harga tanah tidak akan turun, tidak hilang dan dijamin tidak rugi.
” Kalau tanah dibuat usaha apapun bisa. Misalnya mau mendirikan peternakan, ruko atau apapun,” terang pria kelahiran Tangerang, 10 Maret 1975 ini.
Bambang juga menyarankan agar tidak malu untuk bertanya dan belajar kepada teman yang dianggap lebih mampu. Modal inilahyang dilakukan Bambang, takkala merintis usaha peternakan ayam. Dengan background teknik, ia harus belajar banyak tentang peternakan dan pertanian.
Soal modal awal yang diperlukan, untuk saat ini lumayan besar. Bambang memperkirakan, untuk seribu ekor ayam plus kandang, diperlukan modal Rp. 100 Juta. Bagi yang memiliki modal pas-pasan, seratus ekor ayam plus kandang bisa diawali dengan modal Rp. 10 Juta. Investasi yang lumayan besar peruntukkannya untuk kandang.
” Jika ingin berkonsultasi dan berdiskusi tentang usaha, kami terbuka kepada siapapun, termasuk kepada kawan-kawan buruh migrant,” cetusnya.
Saat ini, investasi yang dimiliki Bambang, sudah bertambah ke tanah sawah (2 tempat) dan tanah kebun (1 tempat). Ia juga mulai mengembangkan usahanya ke padi organik dan pertanian organik lainnya seperti jagung, mentimun dan lombok. (yw)