“Sukses itu, bermanfaat bagi sesama di dunia dan akherat…”
Definisi sukses memang relatif. Sukses adalah kaya, sukses adalah senang terpenuhi kebutuhan, sukses itu artinya berhasil dengan apa yang didapat, dan atau mungkin sukses itu tercapai cita-cita menjadi pengusaha. Namun bagi Anto Budianto, sukses atau berhasil adalah jika seseorang punya segala; kedudukan, kekayaan, tetapi tidak lupa dengan siapa yang memberi semua kenikmatan itu.
“Jika lupa terhadap Yang Memberi, apalagi jika disertai sifat sombong kepada orang lain, sekalipun telah menjadi kaya, dia belum bisa dikatakan sukses.” Tambahnya. Definisi sukses menurut anak bungsu kelahiran Indramayu pada tanggal 1 Oktober 1980 ini adalah menjalani hidup dengan penuh kemanfaatan untuk orang lain. Hidup bisa diterima oleh keluarga dan masyarakat juga oleh Dzat Yang Menciptakan Semesta beserta isinya.
“Percuma jika kita hidup senang di dunia, tapi jika kita lupa kepada Sang Pencipta maka kita akan menderita di akherat kelak. Maka dari itu sukses adalah mendapat dua kebahagiaan dunia dan akherat. Karena itu saya sendiri masih jauh dikatakan sukses.” Demikian penjelasan Anto saat diwawancarai di acara milad Yayasan Yatim Piatu Buruh Migran Indonesia yang ke-4.
Para pekerja Indonesia di Taiwan siapa yang tidak kenal dengan sosok ini. Anak bungsu dari 4 bersaudara, mantan buruh migran Indonesia yang kini menjadi presiden sekaligus pengelola di Yayasan Yatim Piatu Buruh Migran Indonesia yang bertempat di Desa Jatimulya, Kecamatan Kalang Sari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Saat bekerja di Taiwan, tepatnya di kota Chungli, Anto sangat aktif di organisasi keagamaan. Selama tiga kali kontrak Anto bekerja di perusahaan Cuttes Coorporation Pte.Ltd. Anto juga ikut memakmurkan Mesjid Longgang Chungli dengan mengkoordinir berbagai kegiatan keagamaan, diantaranya pengajian, takblig akbar yang dihadiri oleh ulama dan atau artis terkenal dari tanah air.
Anto yang juga aktif di organisasi Fosmit (Forum Silaturahmi Muslim Indonesia Taiwan) dan menjabat sebagai presiden Fosmit pada masa periode 2003-2011 juga pernah menjabat sebagai Presiden KMIT (Keluarga Muslim Indonesia Taiwan) dari periode 2007-2008 dan 2009-2011.
Sekembalinya di tanah air, Anto mendirikan Yayasan Yatim Piatu dengan sokongan dana dari donatur para pekerja Indonesia di Taiwan. Sebelas September Yayasan itu berdiri. Dari nol Anto mengelola Yayasan sepenuh hatinya. Dedikasinya sepenuhnya tercurah untuk kelangsungan berjalannya Yayasan. Supaya anak-anak yatim piatu yang bernaung di dalamnya bisa sejahtera lahir dan batin.
Kini, tidak terasa sudah 4 tahun Yayasan itu berdiri. Anak-anak asuh yang ditampung semakin besar dan ada yang beranjak dewasa. Dari semua penghuni Yayasan, terdiri dari lima belas orang anak-anak yang bermukim di Yayasan, dan lebih dari lima puluh anak yang tinggal di luar Yayasan.
Selain bersekolah di sekolah umum, yayasan ini juga mendidik anak-anak belajar mengaji dan sekolah agama. Dari yayasan sendiri mempunyai dua orang pengajar yang berasal dari tokoh ulama setempat. Seorang penjaga asrama sekaligus merangkap sebagai office boy. Sementara seorang ibu asrama bertugas bertanggung jawab akan kelangsungan urusan rumah tangga Yayasan.
Anto yang sudah dikaruniai seorang anak tinggal dan menetap di Indramayu. Ia memanage yayasan dengan datang langsung pulang pergi ke Yayasan di Karawang setiap harinya. Dalam satu minggu bisa tiga sampai lima kali Anto menengok anak-anak angkatnya di asrama. Di Indramayu sendiri Anto bersama istri tercinta mempunyai usaha dan bisnis lain. Selain bertani, mengelola sawah tanah leluhur Anto juga sering membantu mencari solusi bagi kawan-kawan BMI yang mempunyai masalah dan atau menjadi pengurus acara-acara yang berkaitan dengan keorganisasian di Taiwan dan khususnya Pantai Utara Jawa (Pantura).
Tanggal sebelas September sengaja dipilih Anto sebagai hari peresmian berdirinya Yayasan. Hal itu menurutnya bertepatan dengan terjadinya serangan World Trade Centre (WTC) di Amerika Serikat pada sebelas September silam.
“Jika tanggal sebelas September di Amerika sana banyak korban yang meninggal, maka tanggal sebelas September di Yayasan ini justru bermunculannya generasi-generasi muda yang diharapkan bisa membawa nama baik bangsa dan agama.” Begitu alasan Anto memilih sebelas September sebagai hari jadi yayasan yang dipimpinnya.
Mengakhiri pembicaraan, Anto yang selalu mengenang masa-masa saat bekerja di Taiwan ini selalu terbayang-bayang betapa senangnya jika hari libur tiba bisa berkumpul bersama teman-teman di Masjid Chungli, Masjid Kecil dan Besar di Taipei, Masjid Kaohsiung, Masjid Taichung dan jika ada acara takblig akbar. Anto juga tidak melupakan bagaimana sedihnya perasaan dia bila pertama masuk kerja.
Anto tak lupa menyampaikan pesan kepada para pekerja Indonesia di Taiwan, supaya tetap bisa menjaga nama baik bangsa dan negara Indonesia, serta menjalankan ajaran agama yang dianut. Meski rata-rata agama para pekerja Indonesia menjadi bagian minoritas di Taiwan, namun jika pandai membawa diri, kesempatan itu pasti ada.
“Terakhir saya sampaikan mari kita bersyukur selalu dengan kondisi dan keadaan kita. Sejatinya masih banyak mereka yang lebih sakit, yang lebih prihatin dari kondisi kita. Mari kita satukan hati, bulatkan tekad, bersama melangkah demi mencari ridho Yang Maha Kuasa.” Pungkas Anto mengakhiri obrolan. (ol)