Bom gereja melukai banyak anak-anak. Foto diambil dari media sosial.
Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) mengutuk aksi pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene di Jalan Dr Cipto Mangunkusumo, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11/2016) 10.30 WITA.
Penyerangan terhadap rumah ibadah, dinilai sebagai praktek paling memalukan dalam sejarah peradaban manusia dan hanya dilakukan oleh orang yang tidak waras.
Koordinator JIAD, Aan Anshori mengatakan, aparat hukum harus meningkatkan perlindungan terhadap kelompok minoritas (Kristen) serta tidak mentolerir adanya tindak kekerasan (termasuk hate speech) dari siapapun terhadap kelompok lain.
Pemerintahan Jokowi juga harus lebih serius melawan praktek intoleransi dan radikalisme agama.
“Dalam catatan JIAD ada lebih dari 5000 rumah ibadah, kebanyakan milik umat Kristen, yang mengalami aksi kekerasan sejak reformasi,” ujar Aan kepada IndosuarA, Senin (14/11/2016).
Sedangkan, survei Wahid Institute di 2016, memperkirakan sekitar 7,7% muslim dewasa (seluruh Indonesia) siap melakukan aksi kekerasan.
Situasi ini diperkeruh kenyataan adanya puluhan anggota gerakan Islam intoleran seperti ISIS yang hidup di Indonesia.
Aan meminta seluruh komponen lintas iman untuk tidak takut dan terus memperkuat solidaritas melawan praktek kekerasan dan intoleransi atas nama agama.
Dalam pelemparan bom molotov ini, ada lima korban yang harus dirawat di rumah sakit, empat di antaranya masih anak-anak dan satu diantaranya meninggal dunia, pagi tadi.
“Kami menyampaikan duka cita mendalam kepada seluruh jemaat Gereja Oikumene Samarinda,” pungkas Aan. (yw)