Komite Kebebasan Berserikat Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) bersidang pada 27 sampai 29 Oktober 2016 dan 4 November 2016 di Jenewa. Dari 169 yang diajukan, terhitung 33 kasus yang dikategorikan layak untuk disidangkan dan 20 di antaranya telah mencapai kesimpulan.
Kasus 1300 buruh pembuat sepatu Adidas dan Mizuno di PT Panarub Dwikarya Benoa (PDK) Tangerang Banten merupakan satu di antara 20 kasus yang telah mencapai kesimpulan. Kasus buruh PT PDK masuk dengan nomor kasus 3124, yang diajukan pada 27 Februari 2015.
Setelah memeriksa keterangan dari pemerintah dan pengusaha, Komite Kebebasan Berserikat merekomendasikan empat hal penting:
1) Pemerintah Indonesia harus mengambil tindakan nyata melakukan investigasi tentang keterlibatan aparat keamanan dan paramiliter dalam pemogokan buruh. Bahkan, pemogokan yang dikategorikan tidak memenuhi syarat administrasi sekalipun tidak dibenarkan adanya intervensi yang melanggar hak mogok.
2) Pemerintah Indonesia diminta untuk mengambil tindakan nyata dan memastikan, pemulihan atau pemenuhan hak-hak buruh.
3) Pemerintah melakukan langkah-langkah nyata melakukan penyelidikan terhadap intervensi terhadap hak berserikat dan mengambil tindakan sanksi yang cukup tegas supaya kejadian yang sama tidak terulang
4) Kasus yang terjadi di PT Panarub Dwikarya terdiri dari banyak masalah dari soal kekurangan pembayaran upah, pemecatan pengurus serikat dan anggotanya, pembatasan hak mogok, pembatasan partisipasi dalam pemogokan. Maka tindakan yang diambil pemerintah harus mencerminkan keseluruhan masalah-masalah tersebut.
Seperti diketahui, pemecatan bermula pada Juli 2012. Sekitar 3000 buruh di perusahaan pembuat sepatu Adidas dan Mizuno tersebut memprotes upah minimum sektoral yang tidak dibayarkan dan proses penangguhan upah yang cacat hukum. Buruh melakukan protes dengan membuat serikat buruh dan melakukan pemogokan. Namun, pemogokan dibalas dengan cara memecat seluruh buruh.
Menanggapi rekomendasi ILO, Ketua Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu Gabungan Serikat Buruh Indonesia (SBTGS GSBI) PT PDK, Kokom Komalawati mengatakan pihaknya berharap, pemerintah segera menindaklanjuti rekomendasi ILO.
“Akibat pemecatan ilegal tersebut bukan hanya buruh yang kehilangan pendapatan. Terdapat anak dan istri serta suami yang kehilangan sumber penghidupan,” tandas Kokom.
Pihak pengusaha PT Panarub sendiri tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan kasus ini. Setelah pertemuan tanggal 09 Agustus 2016 dengan kesepakatan untuk bertemu kembali, yang dilakukan adalah mendatangi wilayah-wilayah tempat tinggal anggota SBGTS-GSBI PDK. Dengan memberikan tawaran uang tali asih sebesar RP. 7.000.000 tentu tawaran yang jauh dari tuntutan. Tawaran itupun akan dberikan apabila buruh yang berniat mengambil mengajak kawan yang lain sebanyak 10 orang.
Tindakan yang sangat disesalkan pihak anggota SBGTS-GSBI PDK karena terlihat jelas upaya Panarub untuk mengurangi jumlah anggota yang bertahan. Tak berselang lama setelah keluarnya Rekomendasi ILO, Panarub mendeklarasikan dibuka kembalinya uang pisah, mulai 6 Desember. Bujuk rayu semacam itu akan terus dilakukan raksasa pemasok sepatu Adidas di Indonesia, Panarub, demi menumpulkan fungsi hukum dan menipu buruh agar menyerah. Kasus buruh PT PDK hampir mencapai lima tahun. Selama itu pula buruh-buruh di PT PDK melakukan berbagai protes. Setiap minggu melakukan demonstrasi.
“Tali asih itu tidak ada dalam undang-undang. Kami menuntut hak, bukan meminta belas kasihan. Saya berharap pemerintah, pemilik perusahaan dan pemilik merek mematuhi rekomendasi ILO. Indonesia sudah meratifikasi delapan konvensi inti ILO, tapi kebebasan berserikat dan berunding masih dihambat dan dihadapkan dengan kekerasan aparat. Jika pemerintah Indonesia malu dengan pangduan kami ke ILO, mestinya segera selesaikan kasus ini,” jelas Kokom.
Kasus pemecatan buruh PDK bukan hanya masalah perburuhan semata tetapi ada pelangaran hak asasi manusia. Karena buruh kehilangan hak mendapat upah dan pekerjaan dan anak-anak buruh kehilangan hak mendapat pendidikannya. (ol)