Foto Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri sember Detik.
Pemerintah Indonesia menghormati kebijakan Malaysia yang memberlakukan Program re-hiring (mempekerjakan kembali) sebagai salah satu cara menangani pekerja migran ilegal. Re-hiring diawali dengan pendaftaran untuk mendapatkan E-Kad (Enforcement Card) atau Kartu Pekerja Legal.
Hanya saja, program yang dijalankan pada 15 Februari-30 Juni 2017 itu dianggap terlalu pendek masa berlakunya. Karena itu, partisipasi pekerja migran ilegal dalam program tersebut tidak maksimal.
Karena itu Indonesia meminta Malaysia agar Program re-hiring diperpanjang dan razia sebaiknya dihentikan. Ini mengingat besarnya jumlah pekerja migran ilegal di Malaysia dari Indonesia. Kalau program diperpanjang dan dimudah-murahkan, diiringi dengan program pemulangan sukarela yang juga mudah dan murah, maka akan makin banyak yang ikut. Demikian keterangan Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri, Kamis (6/7/2017) sebagaimana dikutip Detik.com.
Hanif menanggapi hal ini seiring dengan berakhirnya program tersebut yang disusul razia masif Malaysia terhadap pekerja migran ilegal.
Kemnaker segera mengirim tim ke Kuala Lumpur untuk membicarakan secara informal permintaan Indonesia kepada Malaysia sebagai langkah awal, sebelum pertemuan dan lobi secara resmi dilakukan, termasuk membahas MOU baru mengenai kerja sama penempatan dan perlindungan TKI ke Malaysia yang dapat mencegah TKI ilegal.
Hanif memastikan negara hadir dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sekitar 1,3 juta TKI ilegal di Malaysia. Keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini dilakukan dalam bentuk lobi maupun upaya-upaya kongkret untuk membantu dan melindungi hak-hak TKI yang bermasalah.
Koordinasi lintas kementerian, pemerintah daerah dan perwakilan RI di Kuala Lumpur juga diintensifkan. Jika permintaan perpanjangan program re-hiring disetujui, maka pemerintah Indonesia berharap Malaysia melakukan sosialisasi lebih intensif, memperluas akses pengurusannya, mengenakan biaya kepengurusan semurah mungkin serta menghapuskan denda bagi TKI ilegal yang memilih pulang secara sukarela. Dengan demikian, makin banyak majikan dan TKI ilegal yang mendaftar program tersebut.
Program re-hiring yang hanya dibuka selama 4,5 bulan dinilai terlalu singkat bila dibanding dengan jutaan pekerja migran di Malaysia yang berasal dari 15 negara. Indonesia meminta program tersebut diperpanjang dan dikoordinasikan dengan negara asal pekerja migran.
Singkatnya waktu, tingginya biaya, serta keterbatasan akses, menyebabkan program tersebut tidak berjalan maksimal. Terbukti dari target 600 ribu pekerja hanya terealisasi 161.065 pekerja migran (13 ribu diantaranya TKI Indonesia), serta diikuti sekitar 21 ribu-an majikan.
Sejak berakhirnya program, otoritas Malaysia terus merazia pekerja migran ilegal. Hingga 3 Juli, telah dilakukan 181 razia dan menangkap 1.509 orang terdiri dari 752 warga Bangladesh, 197 warga Indonesia, 117 warga Myanmar, 50 warga Filipina, 45 warga Thailand dan sisanya dari negara lain. Jumlah tersebut akan terus bertambah.
Pemerintah Indonesia telah meminta Malaysia untuk memberikan akses konsuler guna memastikan hak-hak hukum dan keadaan TKI yang ditangkap. Disamping itu, Pemerintah Indonesia juga meminta agar TKI yang ditangkap diperlakukan secara manusiawi, tidak didiskriminasi dan proses deportasinya dipercepat.
Bagi TKI ilegal yang belum memanfaatkan E-Kad, Hanif menyarankan agar mereka memanfaatkan program pemulangan secara sukarela yang akan berlaku hingga 31 Desember 2017.(Ol)