Saat ini, trend jumlah pengguna rokok elektrik (vapor) semakin meningkat. Peningkatan jumlah, salah satunya adalah adanya anggapan jika rokok elektrik lebih aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Untuk membuktikan anggapan tersebut, lima mahasiwa jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga melakukan penelitian dan berhasil membandingkan pengaruh antara asap rokok elektrik dan asap rokok konvensional terhadap paru-paru tikus putih (Rattus norvegicus).
Lima mahasiswa tersebut adalah Yoan Asri Triantara (ketua tim), Inggit Almira, Sarwan Adi Kusumo, Muhammad Fajar, dan Dicky Darmawan.
Yoan Asri mengatakan, penelitian tersebut adalah untuk mengetahui seberapa besar kerusakan paru melalui jumlah makrofag alveolar dan karakter histopatologis pada tikus putih. Penelitian ini membagi empat kelompok pemaparan asap rokok elektrik dan asap rokok konvensional.
”Hasil penelitian yang diuji menggunakan uji Brown-Forsythe dan Games-Howell menunjukkan bahwa asap rokok konvensional dengan kadar nikotin 2,4 mg dapat menyebabkan peningkatan jumlah makrofag alveolar dan karakter kerusakan histopatologis paru terbesar, namun tidak berbeda signifikan dengan pengaruh yang disebabkan oleh asap rokok elektrik dengan kadar nikotin 3 mg,” kata Yoan, Rabu (2/8/2017).
Yoan menambahkan, pada kelompok pemaparan asap elektrik dengan kadar nikotin 0 mg, ditemukan makrofag alveolar sebagai indikasi kerusakan paru dan karakter histopatologis dengan skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
“Jadi rokok elektrik maupun rokok konvensional dapat menyebabkan kerusakan pada tikus putih yang menjadi model eksperimen kami. Hal yang selama ini juga berlaku untuk rokok elektrik dengan kadar nikotin 0 mg ini dianggap aman oleh masyarakat,” ujar Yoan. (yw)