Foto: ilustrasi TKI sumber liputan6.com
Minggu lalu tersiar kabar bahagia atas kebebasan Siti Aisyah, TKI tertuduh pembunuhan di Malaysia. Kondisi yang sungguh jauh berbeda dengan yang dialami Mattari, meski kasus yang dialami hampir sama.
Banyak persamaan antara Siti Aisyah dan Mattari. Aisyah asal Banten dan Mattari asal Kabupaten Sampang, Madura sama-sama merantau jadi TKI di Malaysia. Aisyah jadi asisten rumah tangga, Mattari buruh bangunan di Kuala Langkat, Selangor. Nasib mereka sama-sama jadi tersangka kasus pembunuhan. Sama-sama ditahan dan terancam hukuman mati.
Melalui sidang yang alot, mereka sama-sama bebas dari ancaman hukuman mati. Bedanya, setelah bebas Aisyah diterima Presiden Joko Widodo di Istana dan dikawal Polisi pulang sampai ke rumahnya. Sedangkan kepulangan Mattari ke Sampang tanpa penyambutan kecuali mungkin oleh keluarganya.
Ini barangkali karena korban pembunuhannya berbeda kelasnya. Aisyah dituduh terlibat pembunuhan Kim Jong Nam, ia tokoh di Korea Utara juga saudara tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Sedangkan, Mattari, dituduh membunuh warga Bangladesh karena masalah asmara.
Mattari ditangkap pada 14 Desember 2016 atas tuduhan membunuh rekan kerjanya asal Bangladesh. Polisi menduga pembunuhan dilatar belakangi kecemburuan Mattari kepada istrinya lalu membunuh warga Bangladesh itu. Ia dijerat dengan Seksyen 302 Kanun Keseksaan dengan ancaman hukuman gantung hingga mati. Setelah persidangan panjang selama dua tahun, Pengadilan Tinggi Shah Alam memfonisnya bebas.
Kepala Seksi Koperasi, Usaha Mikro dan Tenaga Kerja, Kabupaten Sampang, Bisrul Hafi, meminta masyarakat bisa belajar dari kasus Mattari agar jadi TKI Legal.
“Mattari itu TKI ilegal, dengan status tidak resmi ini persidangannya alot,” kata Bisrul.
Sidang alot, salah satunya disebabkan pemerintah kesulitan mencari data Mattari karena tidak terdata di Diskumnaker. Beruntung, kerja keras KBRI Kuala Lumpur bisa menyelamatkan Mattari dari hukuman mati.
Terinspirasi bebasnya Mattari, Bisrul berencana mendata semua TKI Sampang yang kini sedang bermasalah hukum. Bagi dia tak ada kata terlambat untuk melindungi para TKI. (Ol)