Pejabat pemerintahan Indonesia yang menangani TKI akan melakukan pertemuan dengan negara-negara perekrut TKI di seluruh Asia-Pasifik, termasuk Singapura. Pejabat tersebut meminta negara-negara setempat untuk meningkatkan perlindungan pekerja mereka di luar negeri.
Bagi negera-negara yang mau mengambil TKI harus memikirkan hal-hal seperti ; ruang lingkup pekerjaan, upah minimum, jam istirahat dan kelayakan hidup seperti tempat tinggal akan menjadi salah satu topik yang dibahas.
Seperti yang dilansir dari Strait Times Singapura, Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Soes Hindharno akan membuat kontrak kerja yang lebih manusiawi. Selain itu, pemerintah juga akan memberikan ketrampilan kerja yang memperlengkapi TKI.
Langkah tersebut merupakan bagian dari rencana Presiden Indonesia, Joko Widodo untuk memberikan pelatihan juga pada TKI informal agar lebih profesional. Hal tersebut adalah salah satu jalan untuk menghentikan pengiriman TKW Indonesia di luar negeri tahun depan.
Indonesia adalah sumber terbesar bagi permintaan pembantu di Singapura, jumlahnya sekitar 125.000 TKW yang bekerja di sana. Pada bulan Mei lalu, pihak berwenang Indonesia mengumumkan rencana agar pembantu baru hidup terpisah dari majikan mulai dari awal tahun depan, sehingga memicu ketidaksetujuan di Singapura.
Sri Setiawati, salah satu pejabat yang menangani ketenagakerjaan juga mengatakan bahwa pemerintah Indonesia akan mengunjungi beberapa negara yaitu Malaysia pada akhir bulan ini, dan perjalanan ke Singapura, Brunei, Hong Kong dan Taiwan pada bulan depan. Para pejabat tersebut akan mengadakan pertemuan untuk membuka diskusi guna membantu meningkatkan kesejahteraan pekerja untuk mencapai perlakuan yang adil bagi mereka.
Sri juga mengatakan bahwa PRT Indonesia umumnya diperlakukan dengan baik di Singapura, tetapi mereka cenderung untuk menangani terlalu banyak tugas yang berbeda dan jam kerja yang terlalu berlebihan.
Menurut Sri, mengapa pembantu asal Indonesia tak bisa menolak ketika dibebani tugas yang banyak, Sri menilai bahwa itu adalah suatu budaya dimana tenaga kerja Indonesia tidak pernah mengatakan tidak untuk membuat orang bahagia. Jadi mereka rela menerima pekerjaan multitask, seperti menjaga orang tua dan bayi, masak, membersihkan rumah, mencuci mobil dan akhirnya mereka jatuh sakit.
“Jika pembantu setuju untuk melakukan pekerjaan multitask karena dibayar lebih, tetapi harus ada batasan waktu dan istirahat yang cukup, dan ini tidak boleh dieksploitasi.” Ujarnya.