Para tersangka perdagangan manusia (berbaju tahanan warna oranye) saat tiba di Bareskrim Polri, Selasa (16/8). Foto diambil dari JPNN.
Sekitar dua pekan lalu, Kapolri Tito Karnavian mendapatkan telepon dari Presiden Joko Widodo. Saat itu bertepatan dengan perayaan Hari Keluarga Nasional 30 Juli 2016 di Kupang. Presiden meminta Tito mengusut laporan masyarakat terkait kasus Yufrinda Selan.
Beberapa waktu lalu tersiar kabar TKI Malaysia bernama Yufrinda meninggal dunia di rumah majikannya karena gantung diri. Belakangan diketahui tenaga kerja asal Nusa Tenggara Timur ini merupakan korban kasus perdagangan orang.
Kapolri RI Tito Karnavian dalam jumpa pers di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (18/8/2016) sebagaimana dikutip dari Kompas.com mengatakan Presiden berdialog dengan masyarakat dan prihatin adanya indikasi human trafficking asal NTT. Dikhawatirkan Yufrinda juga menjadi korban perdagangan organ dalam meski itu tidak terbukti karena setelah diselidiki, ternyata jahitan itu bekas otopsi di Malaysia yang berbeda teknisnya dengan Indonesia.
Setelah mendapat telepon Presiden, Tito langsung membentuk satuan tugas khusus perdagangan orang di NTT. Akhirnya, dalam waktu dua pekan, mereka berhasil mengungkap jaringan tersebut dan menangkap para pelakunya. Ada 14 tersangka yang sudah ditahan dengan korban sekitar 30-an orang. Para pelaku memalsukan dokumen kelengkapan untuk paspor.
Diberitakan sebelumnya sebagaimana informasi dari Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) NTT, Tato Tirang, nama Yufrinda dipalsukan menjadi Melinda Sapay. Alamat dan tahun kelahirannya juga direkayasa. Korban lahir pada tahun 1997, tetapi diubah menjadi 1994. Tirang mengatakan, berdasarkan keterangan yang tertulis di dalam paspor, Yufrinda berangkat ke Malaysia pada September 2015.
Sementara itu dalam keterangan terpisah Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Agus Andrianto mengatakan, Tersangka yang memberangkatkan Yufrinda adalah PT ilegal yang dibuat oleh di antaranya mantan polisi berinisial EL dan mantan pegawai di Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) resmi, MD. Agus menjelaskan, awalnya MD bekerja di agen resmi penyalur TKI. Namun, pada 2014, perusahaan tersebut merugi. EL dan MD berkoordinasi membuat perusahaan ilegal.