Ratusan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang ada di Kuala Lumpur dan Negara Bagian Selangor Malaysia bersembunyi di hutan-hutan sawit dan rumah-rumah sewa untuk menghindari razia besar-besaran Imigrasi Malaysia terhadap pekerja ilegal.
Pantauan di salah satu kongsi (rumah bedeng) TKI di Kuala Lumpur, Ahad 99/7), TKI berbondong-bondong masuk ke hutan sawit menjelang tengah malam dengan membawa perbekalan seperti bantal, air minum, selimut, dan sejumlah makanan seperlunya. Yang berangkat ke hutan sawit yang dipenuhi nyamuk dan serangga tersebut tidak hanya laki-laki, namun juga ibu-ibu. Ada yang menetap, ada pula yang balik ke kongsi pada besok harinya.
Di hutan sawit tersebut, mereka mendirikan puluhan rumah panggung sederhana terbuat dari plastik yang ditempati beberapa orang. Beberapa di antaranya diberi kelambu untuk menghindari gigitan nyamuk dan binatang lainnya.
“Saya sudah sepuluh hari tinggal di hutan ini semenjak operasi E-Kad (kartu pekerja ilegal sementara) pada Juli itu saya tinggal di tempat ini tidak balik-balik ke kongsi. Makan nggak ada. Ya seperti ini keadaannya,” ujar Abdul Rohim TKI asal Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Dia mengatakan kondisinya susah sudah sepekan tidak bekerja dan tidak makan, sedangkan ingin membuat permit (izin kerja) mahal. Abdul Rohim mengharapkan kepada Pemerintah Indonesia agar meminta Imigrasi Malaysia untuk memperpanjang pengurusan E-Kad (Enforcement Card) yang pendaftarannya sudah ditutup oleh Imigrasi Malaysia pada Jumat (30/6) yang lalu.
TKI ilegal asal Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggi, Provinsi Jawa Timur, Sholehan, mengatakan dia sudah membayar agen 800 RM untuk mengurus E-Kad, namun hingga penutupan program tersebut kartunya belum diberikan. Teman Sholehan banyak yang sudah membayar tapi sama kartu ientitas belum didapat. Sholehan mengatakan pekerja yang tidak mempunyai izin kerja (permit) sekarang sudah ditolak bekerja oleh majikan sehingga sudah dua pekan ini dia menganggur. Dia dulu bekerja menanam pohon di halaman rumah kemudian pindah ke proyek konstruksi.
“Saya sebenarnya tidak mau ‘kosong’ karena kalau tidak punya izin kerja susah. Waktu ‘program 6 P’ Imigrasi Malaysia dulu, satu pun tidak ada kartu yang keluar. Ada yang masuk 2.500 RM, ada yang bayar 3.500 RM, ada juga yang 5.000 RM,” kata Sholehan seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Program 6 P adalah program pemerintah Malaysia 2011, di mana program ini mencakup enam langkah pemerintah meliputi pendaftaran pendatang asing tanpa izin (PATI), pemutihan PATI, pengampunan PATI, pemantauan PATI, penguatkuasaan PATI dan pengusiran PATI.
Sekretaris KNPI Malaysia Tengku Adnan mengatakan pada umumnya TKI ilegal penghuni kongsi yang ada di Kuala Lumpur dan Negara Bagian Selangor dalam kondisi waspada dan siaga. Mereka berharap pemerintah bisa membuat penyelidikan secara menyeluruh permasalahan TKI di Malaysia dan memberikan solusi yang komprehensif sehingga situasi seperti ini bisa diselesaikan dengan baik. (ol)