Foto-foto diambil dari Kabarinews
Ima Matul, seorang perempuan yang pernah merasakan getirnya menjadi pembantu rumah tangga di negeri paman Sam, Amerika. Tak disangka, dari kehidupan sebagai mantan pembantu rumah tangga yang pernah disiksa kini Ima menuai masa depan cerah sebagai seorang aktivis di negeri paman Sam tersebut. Meski kisah Ima telah lama bertahun-tahun berlalu, namun beberapa waktu ini, kisah Ima gencar diberitakan oleh media online Indonesia mengenai prestasinya sebagai seorang pembicara dan aktivis yang berpidato di konvensi Partai Demokrat, AS. Berikut ini rangkuman cerita perjalanan kisah Ima yang kami rangkum dari media berbahasa Indonesia di Amerika, Kabarinews.
Ima awalnya datang ke Amerika pada tahun 1997 di Los Angeles, California. Saat itu Ima berpisah dengan saudara sepupunya yang juga bekerja di sana. Ia akhirnya dipekerjakan di sebuah rumah di kawasan elit WestWood, L.A. bagian barat. Pekerjaan Ima saat itu mengerjakan banyak hal seperti memasak, bersih-bersih, mencuci, setrika baju, merawat bayi, menyiram tanaman, dan mencuci mobil. Ima pun tak pernah protes akan kerjaannya dikarenakan ia menghormati majikannya.
Majikannya mempekerjakan Ima selama 18 jam sehari tanpa libur. Ia hanya digaji sebesar USD 150 per bulan (kurs sekarang NT$ 5,000) pada saat itu. Ima pun tidak diperbolehkan untuk berbicara dengan orang yang tak dikenal dikarenakan statusnya sebagai imigran gelap. Ima datang ke Amerika karena langsung diambil dari saudara majikannya, tak melewati jalur semestinya. Majikannya wanitanya adalah orang Indonesia yang bersuamikan orang Amerika keturunan Asia.
Ima sebenarnya tidak disekap. Ia pun diberikan kunci rumah ekstra dan mempunyai tugas untuk membawa bayi dengan kereta dorong serta mengajak anjing jalan-jalan keliling kompleks. Namun dikarenakan ia tak paham Bahasa Inggris, akhirnya Ima tak pernah berbicara dengan siapapun.
Pada bulan September 2000, entah mengapa majikannya memukul Ima dengan menggunakan salt pepper shaker hingga berdarah. Ia pun dilarikan ke rumah sakit dan diancam agar tidak bilang jika ia dipukul. Jika ditanya Ima harus mengatakan jika ia mengalami kecelakaan. Majikan laki-lakinya pernah melihat luka Ima di kepalanya dan bisa melihat lapisan otaknya. Namun Ima sudah tidak tahan lagi tinggal di sana.
Dengan kemauan keras, dan sedikit bisa berbahasa Inggris, akhirnya Ima menuliskan surat kepada pembantu perempuan kulit hitam asal Belize sebelah rumahnya.
Akhir tahun 2000, dengan bantuan PRT asal Belize tadi, Ima nekad kabur dari rumah majikannya dan dilarikan dengan mobil ke penampungan (shelter) CAST (Coalition Against Slavery and Trafficking).
Kini Ima menjadi aktivis program CAST. Sebelumnya, ia dibantu oleh Pekerja Sosial untuk belajar bahasa Inggris, komputer, bahkan menyelesaikan pendidikan SMA-nya (GED) di Amerika. Karena bekerja sama dengan otoritas hukum Amerika Serikat (LAPD, FBI dan Imigrasi) Ima yang menjadi korban trafficking ini, akhirnya mendapatkan Visa T untuk tinggal dan bekerja secara legal di Amerika sejak tahun 2000.
Ia mengikuti Program Kepemimpinan CAST untuk belajar menjadi pembela hak-hak korban trafficking. Ima akhirnya menjadi aktivis pejuang hak-hak pembela kaum pembantu rumah tangga dan penyelesaian kasus human trafficking sejak tahun 2005. Sejak itu, Ima mulai aktif berbicara di berbagai pelatihan dan konferensi di seluruh penjuru Amerika.
Pada tanggal 27 September 2012 lalu, Ima diundang dalam satu forum Clinton Global Initiative di New York dan berbicara di sana. Presiden Obama mengakui kerja kerasnya sebagai CAST Survivor Organizer. Dalam pidatonya Obama mengatakan, “Memaksa Pembantu Rumah Tangga 18 jam sehari adalah Perbudakan Modern”. Obama pun berterima kasih atas karyanya yang memberikan inspirasi.
Setelah 19 tahun menginjakkan kaki di Amerika, saat ini Ima Matul telah memegang Green Card, bekerja di CAST dan tinggal bersama suami serta 3 anaknya di Los Angeles.