Foto: ilustrasi kondisi di London. Sumber bbc.com
Sebagian warga negara Indonesia yang bekerja di sektor informal di Inggris kehilangan pekerjaan seketika, tatkala pemerintah memberlakukan lockdown atau karantina wilayah untuk mengendalikan penyebaran virus corona mulai tanggal 23 Maret lalu. Mereka yang langsung terdampak terutama adalah pekerja harian di sektor rumah tangga dan restoran.
Pemilik restoran memilih menutup tempat usaha setelah ditetapkan hanya boleh melayani pesan antar dan pesan dibawa pulang. Adapun jasa pekerja rumah tangga juga tidak banyak diperlukan lagi, sebab majikan rata-rata bekerja di rumah, anak-anak mereka tidak pergi ke sekolah. Bahkan ada pula majikan yang kehilangan pekerjaan.
Otomatis tak ada lagi mata pencaharian yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka di Inggris dan juga keluarga besar mereka di Indonesia.
“Saya sudah tidak bekerja karena sudah lockdown. Tidak ada kerja lagi, dan kita pun kalau mau keluar ya mikir karena bisa berbahaya,” tutur Angga, seorang warga negara Indonesia (WNI) yang tiba di London, ibu kota Inggris, tahun lalu.
Selama ini, pria yang ingin namanya disamarkan menjadi Angga tersebut, bekerja sebagai pelayan restoran di salah satu kawasan paling sibuk di pusat kota London. Kata “berbahaya” yang ia gunakan merujuk pada risiko tertular virus corona dan juga risiko dihentikan oleh polisi yang diterjunkan untuk menegakkan aturan penerapan pembatasan pergerakan orang.
Apalagi, Angga tak mengantongi izin kerja, melainkan menggunakan visa turis untuk masuk ke Inggris dan masa berlakunya sudah berakhir pula. Kini hari-harinya dihabiskan di tempat tinggal. Angga merasa beruntung karena tempat tinggal disediakan oleh majikan sehingga tidak perlu khawatir diusir karena gagal membayar kontrakan, sebagaimana dialami oleh sejumlah temannya.
“Dan untungnya kadang-kadang dikasih makan oleh bos, sedikit-sedikit. Tapi kalau sudah kepepet, ya terpaksa pinjam uang untuk makan,” kata pria asal Jawa Timur itu. Alih-alih mengirimkan uang untuk kedua anak dan istrinya di Indonesia, Angga mencari pinjaman untuk bertahan hidup yang selama sekitar enam minggu terakhir mencapai Pound 500 atau sekitar Rp9,4 juta dan ia yakin “utang untuk makan akan membengkak”.
“Mudah-mudahan virus corona cepat hilang. Mau pulang pun, di Indonesia juga susah, mau pulang saja susah. Jadi saya mau bertahan di sini,” katanya seraya menambahkan ia paham betul bahwa ia baru bisa mulai bekerja jika pemerintah Inggris memutuskan usaha restoran boleh dibuka lagi.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, dijadwalkan akan mengeluarkan petunjuk terkait rencana untuk kembali menggelindingkan perekonomian setelah melakukan peninjauan terhadap karantina wilayah periode kedua ini pada Kamis (07/05). Belum jelas sektor usaha-usaha apa saja yang dibolehkan buka lagi di tahap awal. Angga tidak sendiri. Sri, seorang WNI lainnya, juga tidak bekerja selama lebih dari satu setengah bulan terakhir.
Majikannya berada di rumah sehingga tidak memerlukan jasa Sri untuk mengurus rumah tangganya. “Masalah makan dan bayar kontrak, untungnya saya punya sedikit simpanan. Kalau tidak bisa bekerja lagi, mungkin satu bulan sudah tidak punya biaya buat makan. “Soalnya, dulu kerja dan uangnya dikirimkan buat keluarga di Indonesia. Ya mungkin sebulan bisa bertahan, tapi kalau lebih dari sebulan, tidak tahu lagi nanti bagaimana,” ungkapnya.
Berbeda dengan Angga, Sri sudah mengantongi izin tinggal di Inggris sehingga lebih leluasa mencari pekerjaan lain seandainya majikan tidak memerlukannya lagi sesudah pandemi berakhir. Walaupun Inggris tidak menjadi tujuan pengiriman tenaga kerja Indonesia secara resmi, nyatanya banyak WNI yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga atau di restoran dan toko-toko kecil.
Mereka biasanya masuk ke Inggris dibawa oleh majikan dari negara-negara Timur Tengah dan Asia. Belakangan terdapat sejumlah WNI yang masuk ke negara ini dengan menggunakan visa turis, tetapi bertujuan bekerja.
Data KBRI London menunjukkan jumlah keseluruhan WNI yang terdaftar di Inggris mencapai 9.362 orang. Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI London, Gulfan Afero, mengatakan dari jumlah itu terdapat sekitar 250 orang yang tercatat bekerja di sektor rumah tangga.
KBRI London
KBRI memperkirakan mereka yang tidak terdaftar berjumlah sekitar 150 orang, meskipun perkiraan-perkiraan lain menempatkan angkanya lebih tinggi. KBRI telah menerima laporan bahwa beberapa pekerja sektor rumah tangga yang tidak terdaftar telah kehilangan pekerjaan dan saat ini mengalami kesulitan. Namun yang berhasil didata KBRI berkisar 20-30 orang saja.
KBRI London telah menurunkan tim untuk memberikan bantuan logistik kepada mereka dan KBRI juga membuka nomor telepon hotline +447881221235 dan +447471495095. Nomor tersebut, dapat dihubungi jika ada WNI yang mengalami kesulitan di Inggris selama pandemi Covid-19.
Akan tetapi beberapa WNI yang bekerja secara ilegal di Inggris mengaku takut meminta bantuan ke KBRI London.
“Saya takut dipaksa pulang ke Indonesia padahal saya ingin cari duit dulu. Jadi sekarang cari pinjaman ke teman-teman untuk makan,” ungkap seorang perempuan yang tidak bersedia namanya disebutkan. Menanggapi kekhawatiran seperti itu, Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI London Gulfan Afero mengatakan prioritas utama di masa pandemi adalah “memberikan bantuan logistik kepada kelompok yang rentan.”
“Langkah berikutnya, KBRI mengimbau agar mereka segera kembali ke tanah air mengingat keberadaan mereka di UK (United Kingdom) menyalahi ketentuan hukum keimigrasian yang berlaku di UK,” tambahnya. KBRI tidak dalam posisi memberitahukan keberadaan WNI yang bekerja secara gelap di Inggris ataupun menyerahkan identitas mereka kepada otoritas setempat.
“Tidak. Kita (KBRI) tidak menyerahkan mereka kepada pihak yang berwenang tetapi adalah kewajiban kita untuk menyatakan kepada mereka bahwa apa yang dilakukan mereka ini tidak benar. Oleh karena itu, mereka harus mematuhi ketentuan hukum yang berlaku di Inggris,” tegas Gulfan Afero. (0l)