Foto: Rustono, sosok di balik pendiri pabrik tempe pertama di China. Ia merupakan pengusaha yang mengawali bisnisnya bersama sang istri. Sumber cnnindonesia.com
Indonesia untuk pertama kalinya punya pabrik tempe di China. Pabrik itu dinamakan Rusto Tempeh dengan bendera Seastar Foods Co Ltd yang bertempat di kawasan food processing di Songjiang Distric, Shanghai yang diresmikan Selasa (19/1) lalu.
Inisiasi pendirian pabrik itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia di China yang cukup besar dan untuk mempromosikan tempe sebagai salah satu ikon penting produk makanan Indonesia di negara tersebut.
Sebenarnya tempe sudah banyak dijual di pasar online China seperti Taobao dan Alibaba.com yang menjual berbagai produk makanan Indonesia. Namun jumlahnya masih terbatas dan hanya dikenal oleh kalangan penggemar makanan tempe yang merantau ke Negeri Tirai Bambu tersebut. Djauhari berharap kehadiran pabrik tempe ini bisa menjadi salah satu food print kuliner Indonesia di China.
Lantas, siapakah sosok di balik pendiri pabrik yang memiliki nama Rusto Tempeh?
Rustono adalah pengusaha tempe yang merintis bisnisnya bersama pasangannya di Jepang. Ia lahir pada 3 Oktober 1968 silam di Grobongan, Jawa Tengah.
Rustono menghabiskan masa kecilnya di desa Kramat, Penawangan, sebelum pindah ke Yogyakarta pada 1987 untuk melanjutkan studi di Akademi Perhotelan Sahid.
Rustono kemudian merintis karier sebagai pelayan di Hotel Sahid, Yogyakarta. Di sanalah Rustono bertemu dengan sang istri, Tsuruko Kuzumoto, yang berlibur di Indonesia pada 1995 silam. Pada 1997 Rustono pun menyusul Tsuruko dan bermukim di Uji, Kyoto.
Awalnya, ia tak serta-merta memasarkan tempe, Rustono yang memang senang berkecimpung di dunia kuliner bekerja di toko permen dan manisan. Di sana ia mengobservasi standar, kualitas kontrol, dan teknik inspeksi industri makanan di Jepang.
Kemudian, ia pindah bekerja di pabrik makanan selama dua tahun. Baru pada 2000, Rustono dan Tsuruko memutuskan untuk memasarkan tempe.
Awalnya tempe yang mereka buat hanya dijual untuk kalangan terbatas, yaitu orang-orang Indonesia yang tinggal di Jepang. Per harinya mereka menjual sekitar 40 potong tempe kepada komunitas Indonesia di Jepang.
Usaha Rustono bukan mulus tanpa rintangan. Pada 4 bulan pertama bisnisnya berjalan, kualitas tempe yang dibuat menurun. Untuk mencari tahu pangkal permasalahan, Rustono pun pulang ke Indonesia untuk mendatangi sekitar 60 produsen tempe untuk mengasah pengetahuannya.
Kembali ke Jepang dengan perspektif baru, Rustono pun mengubah strategi penjualannya. Tidak hanya didengar oleh orang-orang Indonesia, tempenya juga mulai dilirik masyarakat Jepang. Berselang 3 tahun Rustono mulai mengembangkan produksinya dan membuka pabrik di Otsu, Shiga.
Tempe produksi Rusto kemudian dipasarkan di supermarket Negeri Sakura. Karena kesuksesannya itu, Rustono pun kerap dijuluki sebagai ‘Raja Tempe’. Tempenya yang dilabeli merek Rusto’s tempe ini menembus pasar dunia, seperti Meksiko, Korea, Brasil, Polandia, dan Hungaria.
Tempe buatan Rustono juga dipakai dalam menu penerbangan maskapai Garuda Indonesia rute Osaka-Denpasar. Harganya cukup fantastis, sekitar 350 yen atau Rp40 ribu per 250 gram pada 2018 silam. (0l)