Foto diambil dari Taiwan News.
Hujan deras yang ekstrim selama beberapa hari terakhir dengan akumulasi curah hujan 1.400 milimeter mengakibatkan banjir bandang di daerah pegunungan Taoyuan district, wilayah Kaohsiung dan menerjang 13 rumah.
Salah satu warga mengatakan bahwa mereka semenjak tiga hari lalu belum tidur karena harus menjaga rumahnya dari hujan deras. Volume curah hujan dan angin kencang melampaui Taifun Morakot yang pernah melanda Taiwan pada tahun 2009.
Akibat bencana banjir bandang tersebut, sungai tergenang dan menghancurkan 11 rumah di Qinhe, Taoyuan District, Kaohsiung, sementara banjir yang lain menghancurkan dua rumah di Kecamatan Liugui Kota Kaohsiung juga. Sebanyak 11 rumah yang hancur oleh banjir semua dekat bantaran Sungai Laonong. Rumah-rumah yang tersapu oleh air banjir yang terletak di jalan 92 kilometer dari Jalan Raya no 20.
Sebagian besar warga dievakuasi sehari sebelumnya, tetapi ketika beberapa dari mereka mengetahui bahwa rumah mereka hancur oleh banjir, mereka pun kembali ke desanya untuk menyelamatkan barang-barang berharga yang tersisa.
Seperti yang dilaporkan Taiwan News, polisi harus memberi tanda keamanan di daerah tersebut dan melarang warga memasuki wilayah bencana sampai kondisi cuaca stabil.
Kepala Taoyuan District di Kota Kaohsiung, Hsieh Ying-Hsiun mengatakan bahwa Pusat Tanggap Darurat Taiwan telah mengevakuasi sebanyak 103 warga ke tempat penampungan darurat dan tempat penampungan permanen di Kawasan Lele.
Hujan lebat juga menghancurkan jalan tol Southern Cross-Island Highway, dan banyak warga juga khawatir jika 70 sampai 80 rumah yang tersisa tidak akan bertahan dari hujan. Walikota Kaohsiung Chen Chu yang tiba di daerah suku Qinhe pada hari Minggu lalu melakukan survei dan mencatat bahwa kerusakan akibat hujan deras dikarenakan rumah yang didirikan mengalami bebatuan dan tanah longsor.
Sekitar 3.000 warga yang tinggal di daerah suku Qinhe dievakuasi oleh pemerintah Kota Kaohsiung. Sementara itu, Suku Fuxing di distrik yang sama telah terisolasi dari dunia luar karena jalan menuju tanah suku tersebut hancur; bahkan daerah tersebut tidak dapat dicapai dengan smartphone atau alat komunikasi.
Handai tolan atau anggota keluarga dari 100 warga yang tinggal di daerah suku tersebut telah benar-benar kehilangan kontak dengan mereka selama lebih dari 36 jam.