Foto Linda Tjindiawati berbagi kisah di Ministry of Interior atau kementerian Dalam Negeri Taiwan.
Linda Tjindiawati imigran kelahiran Indonesia telah menyaksikan secara langsung pertumbuhan komunitas Indonesia di Taiwan dan betapa hebatnya Taiwan dalam mengatasi virus corona Wuhan (COVID-19).
Lahir dari keluarga keturunan Cina-Indonesia di kota Surabaya, Linda menghabiskan sebagian besar tahun-tahun awalnya di kota asalnya sebelum berangkat ke Inggris mendapatkan gelar master dalam bidang ekonomi. Hidupnya berubah setelah dia menikahi suaminya dan pindah ke negara Taiwan 18 tahun yang lalu. Pada saat itu, dia hampir tidak bisa berbahasa Mandarin.
“Saya dulu hanya berbelanja di supermarket karena jika di pasar tradisional, saya tidak dapat berinteraksi dengan banyak orang,” katanya. Banyak orang mengira dia bisa berbicara bahasa Mandarin karena penampilannya.
Linda dapat menjelajahi aspek-aspek baru dalam hidupnya setelah belajar bahasa Mandarin melalui drama televisi dan kursus bahasa. Sekarang ia menjadi seorang penerjemah di Badan Imigrasi Nasional membantu orang Indonesia lainnya menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka.
Pekerja Indonesia telah menjadi sumber daya dalam menopang pasar tenaga kerja Taiwan, terutama di industri perawatan dan manufaktur. Selain itu, berkat Kebijakan new Southbound, Taiwan telah memberikan banyak warga Indonesia yang mengejar gelar master dan doktoral dalam beberapa tahun terakhir.
Warga negara Indonesia tak bisa dipisahkan dari aula Taipei Main station. Aula tersebut biasanya merupakan lokasi akhir pekan yang populer bagi pekerja asing untuk duduk dan bergaul dengan teman-teman mereka. Namun pemandangan ini menghilang setelah dilarang berkumpul akibat pandemi. Linda mengatakan bahwa orang Indonesia lebih suka ke stasiun atau ke toko Indonesia karena suasananya yang ramai dan karena mereka bisa mengobrol dan berbagi makanan dengan mudah.
Meskipun kehilangan tempat berkumpul favorit, sebagian besar warga Indonesia di Taiwan setuju dengan langkah-langkah pemerintah Taiwan dalam mencegah penyebaran virus. Bahkan, mereka merasa lebih aman di Taiwan meskipun mereka berada ratusan kilometer dari rumah.
Orang Indonesia sedang membaca pengumuman yang melarang orang berkumpul di lobi atau aula Taipei Main Station. (Foto CNA)
Virus corona telah menginfeksi lebih dari 9.000 orang di Indonesia dan merenggut hampir 750 nyawa. Beberapa warga negara Indonesia mengatakan bahwa hal tersebut merupakan reaksi lambat pemerintah dan kurangnya transparansi. Meskipun Jakarta akhirnya memberlakukan lockdown pada 10 April, kasus yang dikonfirmasi di ibukota Indonesia telah meningkat menjadi lebih dari 4.000, dan tingkat pengujian virus tetap rendah.
Namun, Linda yakin pemerintah Indonesia sedang mengejar sumber daya yang tersedia dan berkomitmen untuk memberi tahu warganya cara melindungi diri dari virus mematikan. “Indonesia adalah negara 50 kali lebih besar dari Taiwan. Dibutuhkan lebih banyak upaya untuk menerapkan langkah-langkah lebih besar, dan pemerintah berusaha yang terbaik selama masa sulit ini,” katanya.
Meskipun ada pembatasan pengiriman barang medis ke rumah, Linda dan teman-teman Indonesia lainnya mulai menyumbangkan uang untuk membantu staf medis Indonesia membeli peralatan yang diperlukan.
Sejak sekolah Taiwan mengadopsi “The 108 Curriculum Guideline” tahun lalu, menjadikan kelas bahasa Indonesia dan Asia Tenggara lainnya sebagai pilihan di sekolah. “Selain mengajar bahasa, tujuan utama saya adalah untuk berbagi cerita dan pengetahuan tentang Indonesia yang tidak dapat ditemukan di buku teks,” jelasnya.
Dia mengatakan kepada Taiwan News bahwa dia merasa beruntung tinggal di Taiwan selama krisis pandemi.