Foto-foto dok pribadi.
Badan Administrasi Perkeretaapian Taiwan (TRA) telah mengatakan pada (18 Mei) bahwa mereka berencana untuk memperpanjang larangan duduk di lantai aula selamanya meski setelah pandemi berakhir. Kepala Stasiun Kereta Api Taipei Huang Jung-hua (黃榮華) pernah mengatakan bahwa stasiun menjadi tidak tertib karena banyak yang duduk di lantai dan TRA akan menyediakan lebih banyak kursi di ruang tunggu untuk digunakan para pengunjung. Dia menekankan bahwa semua stasiun TRA dirancang untuk keperluan transportasi, bukan duduk di lantai stasiun.
Akibat pemberitaan tersebut, NGO atau LSM lokal melakukan aksi demo pada Sabtu 23 Mei lalu menuntut pengembalian fungsi aula TMS terbuka untuk publik. Dikarenakan isu tersebut telah melibatkan Pekerja Migran Indonesia, Indosuara berinisiatif untuk mengadakan meeting atau rapat bersama dengan perwakilan Pemerintah Kota Taipei dan juga mengundang KDEI dalam pembahasan tersebut.
Pada hari Selasa (26 Mei) sore hari bertempat di Taipei City Hall, Indosuara yang diwakili oleh CEO Indosuara Joy Simson, serta KDEI yang diwakili oleh Kepala Bidang Perlindungan WNI, Fajar Nuradi dan Analis Bidang Tenaga Kerja, Noerman Adhiguna melakukan diskusi bersama. Selain itu, dari pihak pemerintah kota Taipei diwakili oleh Kuan-Ting Chen, Wakil Juru Bicara Pemkot Taipei. Pihaknya juga mengundang salah satu dosen Politik dari National Cheng-Chi University.
Pada diskusi tersebut dituturkan bahwa aula Taipei Main Station merupakan tempat yang sangat berarti bagi pekerja migran Indonesia (PMI). Tak hanya PMI dari Taipei saja yang sering berkumpul di tempat tersebut, melainkan dari seluruh penjuru Taiwan. Kota Taipei, khususnya aula Taipei Main Station dipilih menjadi tempat berkumpul bagi PMI karena strategis dekat dengan transportasi publik seperti kereta api, THSR, MRT dan bus. Selain itu, tempatnya nyaman karena berada di indoor (dalam ruangan), sehingga tidak kehujanan maupun kepanasan. Ruangannya pun besar dan ber-AC.
Dalam diskusinya juga disampaikan jika pihak perwakilan Indonesia akan menghormati segala kebijakan yang akan ditetapkan pemerintah pusat, yaitu TRA (Kementerian Transportasi) sebagai pemilik tempat aula TMS. Perwakilan Indonesia juga memberikan masukan beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai tempat berkumpul para PMI di hari libur seperti taman 228, taman Daan, Chang Kai Sek dan tempat-tempat lainnya. Namun diharapkan ke depannya dapat memberikan solusi bersama yang baik.
Adapun Pemkot Taipei merespon bahwa pihaknya bersedia membantu dengan mendengarkan opini publik. Mereka menerima survei yang diberikan oleh Indosuara dari rekan-rekan PMI. Pemkot Taipei pun juga baru menyadari bahwa aula TMS ternyata memiliki makna yang dalam bagi PMI. Tak hanya sebagai tempat berkumpul biasa, melainkan juga tempat untuk berbagi, belajar, serta berbincang-bincang masalah ketenagakerjaan juga. Pemerintah Kota Taipei berjanji akan membawa masalah ini kepada stake holder atau pihak yang berkepentingan untuk mencari solusi.
“Kami memilih untuk mencari bantuan kepada pemerintah Kota Taipei karena bagi pekerja migran, kota ini adalah rumah kedua untuk pertemuan pekerja migran Indonesia, tidak hanya mereka dari Taipei tetapi juga PMI dari luar taipei, mereka bertemu di TMS setiap minggu.” Ujar perwakilan Indosuara.
Indosuara masih membuka survei pengisian mengenai persepsi atau pandangan PMI terhadap pelarangan berkumpul di aula TMS. Jika Anda ingin berpartisipasi, silahkan untuk mengisinya di link ini
https://docs.google.com/forms/d/15qHMAdJeNrm18AFPJZlgdcb4bUUJdgOQIYcBywE7CQY/edit