Ketua Democratic Progressive Party (DPP) Tsai Ing-wen (kiri) yang kini telah menjadi Presiden Taiwan and Ketua Chinese National Federation of Industries, Rock Hsu. Foto diambil dari CNA dok 2015.
Tujuh kelompok bisnis, pada hari Senin lalu mengatakan akan menghentikan negosiasi tenaga kerja jika pemerintah gagal untuk menghormati kesepakatan untuk memotong jumlah hari libur resmi yang ditunjuk per tahun 19-12, sebagai bagian dari rencana pemerintah telah lalu dalam menerapkan aturan seminggu kerja selama 40 jam.
Sementara itu, sekitar 20 aktivis menuntut hak-hak buruh mendatangi kantor pusat Chinese National Federation of Industries (CNFI) di mana terdapat asosiasi bisnis yang sedang mengadakan konferensi pers.
Kontroversi muncul setelah Departemen Tenaga Kerja atau Ministry of Labor (MOL) mengumumkan pada tanggal 20 Juni akan mengembalikan tujuh hari libur yang pemerintah sebelumnya telah memangkas dari jadwal liburan tahunan buruh.
Eksekutif Yuan pada 21 Juni lalu secara resmi telah membatalkan amandemen aturan penegakan Labor Standards Act dan berniat untuk mengambil tujuh libur dari kaum buruh yang diambil pada pemerintahan lalu.
MOL pada tahun lalu telah mencapai kesepakatan untuk memotong jam kerja mingguan dari 84 jam selama periode dua minggu menjadi 40 jam per minggu.
Perubahan tersebut telah dirancang untuk menjamin para pekerja mendapat dua hari libur per minggu dan mengurangi jam kerja dari 84 setiap dua minggu menjadi 40 jam per minggu.
Setelah dikurangi tujuh hari libur nasional, pekerja akan menerima enam hari lebih daripada di bawah sistem saat ini. Namun, amandemen undang-undang itu dibatalkan karena telah melanggar perjanjian sebelumnya.
Menurut laporan MOL, Korea Selatan bekerja rata-rata 2.124 jam, sedangkan Singapura dan Hong Kong pekerja 2.392 jam dan Taiwan bekerja 2.134 jam pada tahun 2010 lalu. Jika tujuh hari libur nasional dipotong, Taiwan akan bekerja rata-rata 2.086 jam, masih lebih sedikit daripada rekan-rekan mereka di Korea Selatan dan Singapura.
Seperti yang dilansir dari Taiwan News dan CNA, serikat buruh mendesak pemerintah untuk tetap berpegang pada kesepakatan yang dicapai tentang masalah hari libur dan mendorong amandemen undang-undang melalui Legislatif Yuan.
Sementara itu, Ketua Chinese National Federation of Industries (CNFI) Lin Por-fong juga meminta pemerintah untuk memenuhi perjanjiannya dengan para pengusaha. Lin juga mengingatkan bahwa untuk setiap tambahan tujuh hari libur bagi pekerja, biaya upah akan meningkat sebesar 2 persen untuk perusahaan. Tentunya pemerintah harus memikirkan jika perusahaan bangkrut, maka perekonomian negara menjadi tidak stabil.