Foto ilustrasi diambil dari fatgirltales.
Sebut saja namanya Mia (nama samaran). Ia menuturkan kisah pilunya kepada redaksi Indosuara. Kisahnya selama merantau di Taiwan. Kami yakin bahwa tak sedikit teman-teman TKI yang memiliki kisah mengharukan seperti ini. Luar biasa pengorbanan seorang Kartini pahlawan devisa. Tak hanya berjuang di negeri orang untuk menjadi pekerja yang baik di mata majikan, bahkan harus rela mengorbankan waktu istirahatnya, namun keluarga yang dijadikan alasan untuknya berjuang pun terkadang melukainya. Inilah kisah rekan kita yang suaminya menikah lagi di saat ia sedang sakit saat bekerja di Taiwan. Semoga kisah ini menjadi semangat hidup kita semua di perantauan, agar tetap berjuang, dan lebih bersyukur.
Sebut saja nama saya Mia (nama samaran). Saya mau menceritakan kisah pilu saya sebagai TKI. AWal kedatangan saya pada tahun 2011 ke Taiwan karena desakan ekonomi. Niat hati saya dari awal ingin membantu meringankan beban keluarga dan ingin punya rumah yang layak ditempati. Satu tahun, dua tahun berlalu, apa yang saya impikan semua terwujud dengan mudah. Karena keuletan saya bekerja, akhirnya diberi lembur dua hari sekali.
Kebetulan saya tidak menjaga pasien orang tua, melainkan menjaga anak dan kerja di kantor sebagai kuli angkat barang. Di tahun ketiga pada kontrak pertama lancar. Rumah yang saya bangun dengan hasil keringat ini sudah jadi. Pondasi sudah aman, hanya tabungan yang belum saya punya. Waktu akhir kontrak sudah tiba, terpaksa saya harus pulang, dan suami meminta saya kembali ke Taiwan lagi dengang proses direct hiring.
Saya ikuti kemauan suami karena hanya satu tujuan yaitu untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Tiga tahun sudah saya pulang ke tanah air dan membawa sedikit rupiah. Ternyata di tanah air tidak seperti yang saya bayangkan, semua serba mahal. Berkumpul dengan keluarga satu bulan serasa satu minggu, tanpa terasa waktu sudah cepat berlalu. Singkat cerita, saya kembali ke negri FORMOSA di awal tahun 2014, satu, dua bulan berjalan lancar, hubungan dengan keluarga masih harmonis.
Namun takdir berkata lain, saya terkena radang lambung karena sakit maag saya sudah parah dan lambung harus dicuci. Namun semua tak semudah yang dibayangkan. Enam bulan sudah saya di Taiwan, dan saya harus dioperasi pencernaan. Di saat sakit seperti itu, tak disangka suami saya juga melangsungkan pernikahan. Bagaikan disambar petir waktu itu, hari demi hari, waktu demi waktu hanya air mata yang membanjiri diri.
Suami saya mengakui jika dia memang menikah sirih sebelumnya. Singkat cerita bulan November saya operasi lagi karena ada pembengkakan di liver saya. Akhirnya saya merasa hidup ini tiada arti, jauh dari keluarga dan keluar masuk rumah sakit sendirian. Seiring berjalannya waktu, saya bisa menerima madu saya dengan catatan tidak boleh tinggal di rumah saya.
Waktu terus berjalan, tanpa saya sadari sudah separo kontrak. Suami kredit motor Vixen, saya yang membayari setiap bulan. Sebelumnya, suami saya juga meminta modal sekitar Rp 65 juta dan masih ada kredit motor. Selang beberapa bulan, suami saya minta lagi uang untuk membangun rumah mertua. Setelah semua didapat, suami saya meminta cerai, mengajukan talak tiga untuk saya. Astagfirullahal’adzim, inilah cerita dunia yang tiada habisnya.
Saat ini harapan saya hanya untuk anak. Kalau di bilang masa depan saya sudah hancur. Saya sudah menjadi janda. Saat ini yang ada dalam pikiran saya adalah ingin membesarkan anak. Pesan saya untuk rekan-rekan TKI, jangan menyerah, semangat terus, buktikan jika kita bisa dan mampu walau diri kita seorang perempuan. Buktikan kalau kita mengalah bukan berarti kalah, namun mengalah untuk menang. Jangan sampai kita di dua kan pasangan kita terus kita balas dendam dengan menjalin hubungan dengan orang yang bukan pasangan halal kita.
Seperti yang dituturkan oleh Mia kepada Indosuara. Nama dan identitas pemilik kisah nyata ini dirahasiakan oleh redaksi atas permintaannya.